59. Serupa tapi tak sama

1K 32 1
                                    

Jangan lupa vote komen share
Selamat membaca 🤗





Malam sudah berganti, sudah hampir empat hari pemuda tersebut terbaring di berangkar rumah sakit.

Sesekali sang ibu menatapnya iba, "jangan menatap aka seperti itu." Ucapnya.

Namun Karin tak bisa membendung air matanya itu.

Gagal!

Satu kata itu yang berhasil membuat pertahanan Karin runtuh.

"Jangan buang air mata mami, cuman buat tangisin aka." Ucap saka, tubuhnya masih lemas dan tak berdaya.

Kemudian saka terkekeh. "kalaupun operasi nya berhasil, itu gak akan menjamin  untuk aka bisa sembuh total mi." Ucap saka.

"Operasi itu hanya menunda kematian."

Deg

Mendengar kata kematian membuat Karin semakin hancur, ia begitu takut.

Wajah pucat Karin membuat saka yang terbaring lemah itu semakin merasa bersalah dan tidak berguna.

Brukkk

Karin ambruk di tempat, Adi yang baru saja datang begitu kaget melihat keadaan Karin yang tergelatak di bawah berangkar.

"Saka, mami kamu kenapa?." Tanya Adi pamit.

"Sepertinya mami kamu terlalu kecapean." Ucap Adi lagi.

Namun saka tidak bergumam, ia hanya terdiam, dan memperhatikan setiap gerak gerik Adi yang bersusah payah mengangkat Karin, dan membawanya keluar untuk segera di periksa.

Setelah kepergian Adi, saka terkekeh sendiri.

"Gak guna!" Ucapnya.

"Sialan! Mati aja Lo, dasar gak guna! Nyusahin tau gak." Prustasi saka kepada dirinya sendiri.

Ingin rasanya ia berlari, mengejar Karin dan membatu Adi. Namun apalah daya, tubuhnya sama sekali tidak bisa di gerakan akibat terlalu lemas dan tidak bertenaga.

"Gue cape." Lirihnya. "Gue terlalu nyusahin banyak orang " sialan, meskipun saka lelaki tetapi tetap saja ia akan lemah jika ia sendiri.

.....

Di lain tempat, ruangan serba putih bau obat begitu menyengat, menganggu indera penciuman gadis malang tersebut.

"Dua jam lagi." Gumamnya.

Kemudian ia mencoba menutup matanya, rasa takut bercampur dengan gugup membuat El cemas dan takut.

Namun suara knop pintu terbuka membuat El mengalihkan pandangannya. Ia melihat ke arah pintu tersebut. Lalu kemudian tersenyum hangat.

"Ayah."

Arya tersenyum. "Sudah siap?." Tanya Arya.

El mengangguk. Pakaian yang sama membuat El terkekeh.

"Bajunya sama."

Arya mengangguk. "Maafin ayah, seharusnya ayah gak ngelakuin ini sama kamu." Ucap Arya penuh penyesalan.

"Enggak, ayah gak boleh ngomong kayak gitu." El menggelengkan kepalanya.

"Tapi.."

"Sudah ayah, El akan lakukan apapun itu untuk ayah, El janji, El akan melakukan yang terbaik untuk ayah, asal ayah bahagia." Ucap El dengan mata berkaca kaca.

Arya menunduk, ia merasa sedikit bersalah, namun tidak ada pilihan lain.

"Kalau gitu kamu istirahat, ayah mau ketemu sama dokter satria dulu."

El mengangguk, "baik ayah."

.....

Di lain tempat, satria menatap nyalang ke arah Arya.

"Apa kamu yakin Arya?." Tanya satria memastikan kembali.

"Untuk apa saya ragu, Saya tidak peduli dengan apapun, yang saya pikirkan sekarang adalah, kesembuhan untuk diri saya satria." Ucap Arya penuh penekanan.

Satria menggelengkan kepalanya tak habis pikir, "Anak kamu itu terlalu baik, Sampai ayahnya sendiri memanfaatkan hidupnya."

"Urus saja tugas kamu satria, jangan urus kehidupan kami. Kamu harus ingat, siapa yang membuat nama kamu menjadi besar seperti ini."

Sial! Kenapa Arya selalu berkata seperti itu, jika sudah seperti ini satria sendiri tidak bisa berkata apapun. Satria berada di bawah kendali Arya.

.......

Saka menatap nanar ke arah luar, memang berangkar saka ini bersebelahan dengan jendela. jadi, meskipun ia tidak bisa banyak bergerak, ia masih bisa melihat ke arah luar.

"Kamu harus banyak bersyukur saka, karena orang tua kamu begitu menyanyangi kamu." Ucap dokter tersebut.

Saat saka berada di masa terpuruknya, saat saka sudah menyerah dengan kehidupan nya yang berpenyakitan itu, selalu ada dokter yang setia membantunya dan menasehatinya.

"Betul! Saya begitu beruntung dokter, mempunyai kedua orang tua yang begitu menyayangi saya, tapi saya takut." Ucap saka.

"Kenapa?" Tanya dokter bernama satria tersebut.

"Saya takut, jika nanti saatnya telah tiba, saya takut membuat hati kedua orang tua saya hancur."

Dokter tersebut memandang saka dengan iba. "Lebih baik saya pergi lebih cepat, dari pada harus terus berada disini. Jika seperti ini terus, maka secara tidak langsung saya menyiksa kedua orang tua saya dokter." Lirih saka.

"Saya ingin, kepergian saya tidak terlalu menyakiti hati kedua orang tua saya."

Dokter tersebut mengangguk. "Tidak ada orang tua yang bisa merelakan anaknya begitu saja saka, setiap orang tua pasti akan melakukan hal yang sama, jika anak tercintanya pergi."

"Terkecuali ayah biadab itu." Gumam satria.

"Maksud dokter?" Tanya saka.

Sadar dari perkataannya. Satria langsung menggeleng pelan. "Ah tidak, maaf sudah saatnya saya melakukan tritmen."

"Apa sebelumnya ada yang lebih parah dari penyakit saya dokter?" Tanya saka, sebetulnya ia sengaja mengalihkan perhatian, karena melakukan cuci darah itu bukan hal yang mudah, rasanya begitu sakit. Dan demi kesiapan tubuh nya, sebaiknya saka mencoba mengalihkan pembicaraan dan mengulur waktu.

"Banyak! Tapi yang lebih parah itu, ada seorang anak yang harus merelakan satu ginjalnya untuk ayahnya sendiri, dan sialnya, ayahnya itu terlalu kejam untuk si gadis yang malang."

Satria memang seperti itu, ia begitu dekat dengan saka, hingga apapun yang terjadi ia selalu bercerita kepada saka, namun tanpa memberitahu inisialnya, karena itu rahasia Pasien.

Seketika saka teringat percakapannya dengan dokter satria waktu itu melintas pikiran saka.

"Andai saja, gue bisa gantiin posisi gadis itu, biar ginjal gue yang ngegantiin posisi gadis itu, asalkan gadis itu bisa sehat tanpa kurang sedikit pun." Gumam saka.

Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore, namun ia tak bisa berbuat apapun selain duduk dan tertidur.

....

Typo tandai ✍️

Nah kan, Arya itu baik atau jahat si🥲 menurut kalian gimana?

Terima kasih sudah membaca 🤗

SERUPA TAPI TAK SAMA (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang