43. serupa tapi tak sama

656 18 0
                                    

Jangan lupa vote komen share

Selamat membaca 🤗

Hari sudah berganti, Dan tak terasa Gadis itu telah meninggalkan rumah selama 2 Minggu lamanya.

Tidak ada satupun yang tau keberadaan gadis itu, Termasuk Sahabatnya, Silvi.

"El Lo kemana?" Lirih Silvi.

Waktu itu Silvi merasa ada yang aneh dengan sikap El, hingga pada saat itu ia memutuskan untuk pulang dulu, Namun Saat Silvi kembali lagi ke kosan. Tidak ada El disana, dan barang barang nya pun sudah bersih, tidak ada yang tersisa satupun.

Disana hanya ada secarik kertas, yang El tulis untuk Silvi.

Saat membaca surat itu, Silvi merasa menyesal. Karena telah membohongi El. Bukan! Bukan maksud ia membohongi sahabat nya itu, melainkan Silvi ingin membantu El. Karena jika Silvi bicara terus terang kepada El, El pasti akan menolak.

Saat Silvi bertanya kepada ibu pemilik kosan tersebut, Si ibu kost menggeleng lemah. Hanya berbicara sedikit.

"Maaf neng, pembicaraan kita waktu itu didengar oleh sahabat neng"

Sungguh Silvi begitu menyesal, karena ia seceroboh itu.

"El, Dua bukan lagi Kita akan ujian, tapi kenapa Lo belum balik" lirih Silvi.

Silvi menatap Lalulalang para teman sekelasnya. Sangat membosankan. Biasanya jika bersama El, meskipun El jarang berbicara, tetapi Silvi tidak pernah merasa kesepian karena El selalu mendengar keluh kesahnya.

"El belum balik?"

Silvi menatap judes orang di hadapan itu. "Lum" jawab Silvi.

"Lum?" Tanya Pasha tak mengerti.

Silvi mengangguk cepat. Kemudian ia mengalihkan pandangannya, ia Pura pura membaca novel miliknya.

"Kebalik" ucap Pasha.

Sontak silvi mematung seketika, sialan!

"Vi" panggil Pasha.

Silvi menghembuskan nafasnya kasar. "Apalagi?" Silvi berdecak sebal.

"Jawab gue dulu dong"

Silvi membalikkan tubuhnya, tepat berada di depan Pasha.

"Apa?"

"Lo masih cinta gak sama gue" tanya Pasha dengan mata penuh harapan.

"Gak" jawab Silvi.

Pasha menelan slivanya susah payah, sungguh Silvi ini terlalu jujur.

"Yah, padahal gue masih cinta sama Lo" keluh Pasha.

"Serah" ucap Silvi, kemudian ia memasuki kelas nya.

Bertemu dengan Pasha membuat mood nya semakin buruk. Ia pikir, jika berada di luar kelas membuat pikiran nya tenang, namun ternyata takdir berkata lain.

Sialan memang!

"Vi"

Silvi berdecak. "Apalagi" kesal Silvi.

"Eh kalian?" Ucap Silvi, ia kira tadi itu Pasha namun ternyata Silvi salah.

"Aku mau tanya soal El" Ucap Rachel. Kini Silvi, Rachel, juga Arsen tengah duduk.

"Kamu tau El di mana?" Tanya Rachel.

Silvi menggeleng. "Gue gak tau"

"Jangan bohong, gue tau kalo Lo itu sahabat El. Jadi gak mungkin Lo gak tau keberadaan dia" Kesal Arsen.

Rachel menepuk pundak Arsen, berusaha menenangkan.

BRAKKK

"GUE BILANG GAK TAU YA GAK TAU" Murka Silvi.

Semua perhatian siswa tertuju kepada Silvi, termasuk Rachel dan Arsen.

"Vi, maaf" mohon Rachel.

"Lo?" Tunjuk Silvi kepada Rachel.

"Lo kan saudara nya, bahkan Lo saudara kembar El. Masa Lo gak tau dia dimana sekarang hah"

"Bukannya firasat saudara kembar itu kuat ya" Silvi terkekeh.

"Oh, gue tau. Lo kan dalang di balik kepergian El hah"

Rachel termenung, Semua atensi siswa memandang Rachel dengan bisik bisik.

"Silvi" tunjuk Arsen geram.

"Apa?" Tanya Silvi. "APA?" Teriak Silvi, dengan menatap tajam Arsen.

"Masih peduli Lo sama El hah. Peduli apa Lo" Silvi menatap remeh Arsen. "Dulu El pernah bilang, kalo Lo itu cinta pertama El." Kemudian Silvi terkekeh. "Selain Lo cinta pertama el, Lo juga sekaligus patah hati pertama El".

Arsen termenung, memang benar, ia Telah mengecewakan El. Namun apakah Arsen tidak bisa memperbaiki nya.

"Vi" lirih Rachel.

Silvi mengusap air matanya kasar, Ia sungguh tau penderitaan yang di alami oleh El.

"Pergi!" Usir Silvi.

"Siswa pinter dan rajin kayak kalian gak pantes ada di kelas ini".

"Tap_"

"Kita pergi" ucap Arsen, dengan menarik tangan Rachel paksa. Rachel hanya bisa pasrah.

Rachel kira bertanya kepada Silvi adalah solusi terbaik, namun ternyata dugaan nya salah. Justru bertanya kepada Silvi malah membuat Semuanya semakin runyam. Apalagi Rachel melihat tatapan Silvi dan Arsen. Sepertinya mereka berdua sedang sangat marah.

......

"Abang"

Saka membuka matanya. Kemudian ia tersenyum hangat. "Abang laper?" Tanya Karin.

Saka menggeleng. "Aka belum laper mi"

Karin mendengus. "Abang paksain dulu aja ya"

Saka mengangguk, sebenarnya saka sangat malas untuk makan, karena nanti juga akan sia sia, makanan yang ia makan pasti akan selalu ia muntahkan.

Satu suapan sudah saka makan. "Mi, Apa ada kabar dari El?" Tanya saka.

Karin menggeleng. "Belum"

"Mi, Boleh ya, nanti sore aka cari El" pinta saka. Namun dengan cepat Karin menggeleng.

"Gak! Abang belum sembuh sepenuhnya" Larang Karin.

Saka terkekeh. "Aka gak bakal sembuh sepenuhnya mi"

Karin terdiam. "Untuk saat ini, Aka mau wujudin keinginan aka mi, boleh kan"

Karin mengangguk. "Apapun itu" jawab Karin.

Saka tersenyum, "Termasuk El mi, Aka mau buat El tersenyum seakan dunianya kembali"

"Tapi aka juga takut, Nanti malah aka yang buat dia hancur"

Karin mengusap pundak saka. "kamu percaya takdir?" Tanya Karin.

Saka mengangguk. "Kalau gitu, kamu harus percaya, apapun kedepannya takdir baik pasti datang".

Tiga hari yang lalu saka baru saja keluar dari rumah sakit, akibat keadaanya yang semakin memburuk, Hingga saka mengalami Koma selama empat hari. Dan saat saka sadar, dokter tidak memperbolehkan saka untuk pulang. Karena khawatir keadaannya yang akan semakin memburuk. Dan saka hanya menurut saja. Meskipun ia sangat tidak menyukai rumah sakit, tapi ia harus tahan, karena ia tak boleh membuat kedua orang tuanya cemas.

Saat di rumah sakit, saka terus saja menanyakan El, namun kedua orang tua saka tidak memberitahunya. Dan pada saat saka sudah berada di rumah, Karin beserta Adi menceritakan tentang hilangnya El. Saka merasa sangat sedih juga kecewa kepada dirinya sendiri. Karena ia tak bisa menjaga El. Akibat penyakit yang menggerogoti dirinya.

....... 

Typo tandai ✍️

Terimakasih sudah membaca 🙏

SERUPA TAPI TAK SAMA (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang