48. serupa tapi tak sama

1.2K 41 0
                                    

Jangan lupa vote komen share

Selamat membaca 🤗
.
.
.
.
.



Lelaki dengan jiwa penuh wibawa itu memasuki sebuah gedung yang menjulang sangat tinggi, Setiap langkahnya menjadi pusat perhatian seluruh karyawan.

"Selamat pagi pak". Sapa karyawan wanita, Ia adalah sekertaris Arya.

"Pagi". Jawab Arya, kemudian Arya memasuki ruangan nya.

Sudah hampir satu Minggu lamanya ia tak masuk kantor, akibat ia sakit. Entah mengapa akhir akhir ini tubuh Arya terasa sangat Letih.

Kemudian Arya duduk di kursi kebanggaannya dengan nyaman, namun mata tajamnya melihat ke arah meja, disana ada sebuah foto. Kemudian Arya tersenyum, di dalam foto itu Arya begitu bahagia bersama istri tercintanya.

"Saya merindukan kamu istriku". Gumamnya.

Tak terasa hampir 3 tahun lebih, sang istri meninggalkan Arya dan anak anaknya. Sungguh Arya begitu merindukannya.

Jika Arya mengingat masa itu, dimana sang istri dan anaknya mengalami kecelakaan tunggal. Saat itu Arya begitu prustasi. Hingga, Arya selalu merasa marah kepada El. Namun ia juga tak bisa berbuat apapun, Arya hanya bisa melampiaskan kemarahannya itu kepada anak bungsunya.

Karena penyebab istrinya tiada adalah El. El yang bersalah atas kematian istrinya.

Dreddd dreddd

Suara ponsel Arya membuyarkan lamunan Arya, Arya melihat ponselnya.

Kemudian Arya menekan tombol hijau, pertanda ia mengangkat panggilan telponnya.

"Iya kenapa?" Tanya Arya.

"Ayah, Ara udah tau El dimana?". Ucap seseorang di sebrang sana.

Namun Arya tak menjawab. "Ayah."

"Bagus, namun sayangnya ayah tidak peduli Rachel".

Di sana, sudah tak terdengar lagi suara Rachel, Arya tau jika Rachel pasti kecewa kepadanya.

Arya menghembuskan nafasnya gusar, baiklah. Untuk saat ini ia harus mengalah, demi anak kesayangan itu.

"Baiklah!" Ucap Arya. "Kamu ajak dia pulang".

"Serius ayah"

"Iya, jika sudah selesai ayah tutup telpon nya".

"Baik ayah, Yang semangat kerjanya" .

Arya mengangguk, kemudian ia menutup telpon itu secara sepihak. Kemudian Arya tersenyum Semirik.

"Ayah tunggu kamu di rumah, anak kesayangan ayah."

.......

Hari ini tubuh El merasa sangat cape, padahal ia tak melakukan aktivitas apapun, entah kenapa hari ini ia begitu bahagia, mungkin kebahagiaan itu tidak akan bertahan lama.

Yang membuat El merasa lega dan bahagia adalah, kedatangan Arsen dengan membawa suatu kabar baik, membuat hatinya merasa lega. Karena satu masalah sudah selesai. Namun El juga merasa bingung, karena sepertinya Arsen masih mengharapkan dirinya.

Tapi entahlah, Kini perasaan El seperti sudah memudar, kini El tidak mengharapkan Arsen lagi, hatinya sudah meluntur untuk Arsen.

Dan untuk saka?. Entahlah! El pun tak mengerti dengan perasaannya sendiri.

"Saka itu sahabat, sekaligus Abang buat Lo, el."  El menepis pikiran pikiran yang bersemayam di kepalanya.

El merebahkan tubuhnya, Diluar sana cuaca sangat buruk, hujan yang deras, dengan kilat dan gugur yang menemani sore El.

"Gelap banget". Gumam El.

Sekilas, El melihat nanar kaca di depan sana, El melihat hujan di luar dengan tersenyum getir.

"Takdir gue gak enak banget ya hha". El terkekeh, ia menertawakan dirinya sendiri yang sangat mengenaskan.

"Kenapa gue harus terlahir, kalau Tuhan aja gak ngasih takdir baik sama gue". Lagi lagi El terkekeh.

El bersandar nyaman pada bantal nya, selimut yang menutupi seluruh tubuhnya membuatnya terasa sangat hangat.

Tes

Air mata El turun dengan sendirinya, tanpa permisi dengan tidak sopannya.

Sore dengan cuaca yang sangat buruk, menemani kesedihannya.

......

Malam sudah berlalu, Cahaya matahari menyambut pagi ini dengan penuh kehangatan.

Gadis itu melenguh, malam ini ia tidur begitu nyenyak, mungkin karena dirinya bisa melupakan masalahnya, meskipun hanya separuh.

"Nyenyak banget". Gumamnya.

"Nyenyak si nyenyak, tapi jangan lupa sama tuhan juga dong".

Deg.....

"HAAAAA". El mengelus dadanya, ia begitu kaget oleh keberadaan seseorang, di ambang pintu sana.

"Arsen?".

Arsen hanya mengangguk, lalu menghampiri El, yang masih setia dengan selimutnya. Rambut El yang masih acak acakan, raut wajah yang sangat mengenaskan, membuat Arsen yang melihatnya terkekeh.

"Lucu banget si". Ucapnya dengan mencubit hidung El.

El masih terdiam mematung, ia begitu kaget dengan keberadaan Arsen di rumahnya.

"Mana ileran lagi". Lanjut Arsen, dengan mengacak gemas rambut El.

Sontak El menjauhkan wajahnya, ia segera mengelap wajahnya, yang katanya ada ilernya.

"Aku becanda". Arsen terkekeh.

"Ishh". Kesal El.

"Kenapa bisa masuk?". Tanya El heran.

"Ya biasalah, kamu itu gak nguci pintu, untung aku yang masuk, coba kalo orang lain, bisa bahaya kamu!". Ucap Arsen, dengan menggelengkan kepalanya.

El memukul jidatnya, ia lupa jika semalam ia tak mengunci pintu.

"Gue lupa". Cicitnya.

Arsen mengangguk. "Lain kali jangan di ulangi lagi ya". Ucap Arsen dengan suara beratnya.

El refleks mengangguk, sungguh suara Arsen barusan, membuat hatinya Dejavu.

"Cepet siap siap, kita sekolah".

"HAH".

"Hah. Heh. Hoh". Cibir Arsen. "Buruan".

"Gak mau! Gue gak mau sekolah Ar". Rengek El.

"Cepetan siap siap, Aku tunggu di meja makan".

Tak bisa menolak El hanya pasrah saja.
sialan, memang sialan Arsen ini, dan anehnya El pun hanya bisa menurut saja.

......

Typo tandai ✍️
Terimakasih sudah membaca 🙏

SERUPA TAPI TAK SAMA (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang