AGONY (CHAPTER 2)

103 12 17
                                    

Dengan gerakan malas aku menyimpan jas dokterku di loker. Aku bahkan merasa tidak perlu mandi terlebih dahulu untuk menyelesaikan pekerjaanku yang lain setelah ini. Cepat-cepat kubuka kemeja lengan pendek yang kukenakan dan menggantinya dengan kaus longgar santai.

"Pulang sekarang, Woong?" tanya Mily saat dia masuk ke kamar dokter jaga.

"Aku masih ada kerjaan."

Mily setengah melempar stetoskopnya sambil berjalan mengitari meja di tengah ruangan untuk membuka laptop dan memeriksa berkas laporan terbaru.

"Apa nih? Kok rekam medis Dongju ada di tempatku?"

Aku meliriknya dari balik bahu. Kusampirkan tas soren yang sedari tadi kujejali berbagai barang seperti ponsel, wadah makan, botol minum, charger hp dan hand sanitizer.

"Dongju pegangan kamu sekarang."

"Wait, what?" Mily tercengang.

Senyumanku bergulir hambar. "Kamu tangani Dongju, ya? Aku khawatir kalau dia berhadapan denganku, situasi bakalan semakin buruk kayak kemarin."

"Kamu udah bicara sama Geonhak?"

"Aku yakin ini menurut dia adalah jalan keluar yang terbaik."

"Tapi Dongju maunya Cuma sama kamu kan, Woong?" Mily masih menunjukkan ekspresi keberatan.

"Meskipun mereka pasien VIP yang bebas memilih, kalau dokternya berpotensi membahayakan, mereka jelas nggak akan ambil resiko."

Mily ternganga. Aku paham sih. Dongju adalah salah satu pasien kami yang mengalami episod manik cukup parah. Tiada hari tanpa halusinasi bahwa dia adalah seorang pembunuh. Aku sendiri belum sempat mengetahui apa yang melatar belakangi setiap kelakuannya selain kecelakaan tiga bulan lalu, ketika polisi menemukannya di sebuah gudang bersama lima orang lain yang tewas akibat luka tusuk. Parahnya sampai saat ini, tidak ada yang pernah mengusung kasus itu ke pengadilan.

Mungkin karena ayah Dongju berkuasa di jajaran pemerintahan dan merupakan orang penting dalam sektor perekonomian dalam negeri. Kalau aku tidak salah informasi, beliau juga pernah menjadi kandidat calon menteri perdagangan. Saat itu kampanye sedang marak dilakukan. Kalau ada satu kasus yang muncul dan menyeret namanya, jelas akan menghambat  proses pencalonan.

"Pelajari ajalah dulu, walaugimana pun aku udah nggak punya wewenang atas segala bentuk pengobatan Dongju."

"Ah, Woongieee ..." erang Mily. Dia tidak bisa menutupi kefrustasiannya.

"Kamu pasti bisa kok, nanti pelan-pelan aku bantuin, tenang aja sih."

Akhirnya dia mengembuskan nafas pasrah. "Ya udah deh. Lagian aku males juga kalau harus protes sama Dokter Geonhak. Kayak ngomong sama batu," keluhnya sambil cemberut.

Aku tertawa pelan dan menepuk pundak Mily sebelum keluar dari ruangan. Langkahku terayun cepat menuju lift, meninggalkan area rawat inap VIP yang terdiri dari dua lantai paling atas gedung rumah sakit. Ketika mencapai lobi, kulihat kerumunan orang di meja resepsionis. Para dokter senior, jajaran direktur dan case manager sedang mengelilingi sesuatu. Harusnya selepas jaga aku juga ikut serta menyambut kedatangan sang direktur baru tetapi Geonhak jelas tidak mengharapkanku muncul di tengah-tengah mereka untuk sekedar meramaikan kegiatan penyambutan itu.

Kubelokkan langkahku ke selasar lain yang mengarah ke kafetaria. Di bagian dapur aku mendapati keberadaan Nyonya Yonseol yang sedang sibuk memindahkan rolade asam manis dari wajan ke wadah alumunium besar. Ini adalah kantin khusus para tenaga medis. Kami sebenarnya tidak diperbolehkan jajan di luar selama jam kerja, akan tetapi menu masakan yang terkadang membosankan membuat kami diam-diam membeli sendiri makanan yang kami mau.

LOGIC SPACE || HWANWOONG 🔞⚠️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang