KATASTROFA (CHAPTER 18)

36 9 27
                                    

Aku melepas seatbelt dengan gerakan ragu. Sementara Jeno di sampingku masih terdiam semenjak mesin dimatikan. 

"Makasih Jen, tumpangannya. Gue turun dulu." 

Jeno menahan lenganku saat pintu sudah terbuka. 

"Maaf, Woong." 

"Maaf kenapa lagi sih?" 

"Soal tadi_" 

"Lo nggak usah minta maaf dan ngejelasin apapun. Gue juga nggak mau denger penjelasan lo. Kita lupain aja. Gue benci kalau harus ngerasa canggung karena gue masih harus kerja bareng lo ke depannya. Lets get over it, okay? " 

Berkat Jeno aku jadi pintar berakting. Jadi kuulas senyum selebar mungkin dan kuturunkan cengkramannya dari lenganku dengan gerakan pelan. 

"See you then." 

Aku turun dari mobil tanpa melihat wajahnya lagi. Padahal dadaku berdebar keras dan perasaanku tidak karuan. Sungguh, aku juga ingin mendengar alasannya. Aku ingin tahu kenapa dia tiba-tiba menyadari kesalahannya selama ini. Aku juga menuntut sebuah penjelasan tentang ciuman tadi. 

Tubuhku merosot di balik pintu depan. Sepanjang perjalanan aku menahan diri dari setiap perasaan yang berkecamuk. Aku bahkan tidak bisa bernafas dengan baik sambil tetap mencoba memisahkan kesadaranku dengan omong kosong ini. Mataku mengerjap. Air yang kutahan sejak tadi pun akhirnya tumpah membasahi pipi. 

"Lo jahat banget, bangsat." 

Suaraku terdengar lirih. Kuusap wajahku kasar lalu aku kembali bangkit dan berjalan menuju kamarku. 

Tidak ada yang perlu ditangisi. Tidak ada yang harus membuatku kesal. Jeno tidak berhak membuat perasaanku semakin kacau. 

Selesai membersihkan diri aku menghempaskan tubuh di tepi tempat tidur. Kepalaku pening bukan main mengingat sikap Jeno yang berubah-rubah. Aku seperti menghadapi seorang decalcomania. Dua kepribadian yang sangat jauh berbeda dan sialnya diriku sekarang terjebak di tengah-tengah. Kulemparkan handuk basah ke ujung tempat tidur, sambil bersiap membaringkan tubuh.

Hari ini kegiatanku tidak banyak, tapi otakku yang dipaksa berpikir lebih membuat badanku ikut letih. Aku tidak tahu bagaimana caranya mengatasi kedua pria dalam hidupku yang sekarang dengan leluasa bertindak semaunya. Kutatap langit-langit kamarku dengan perasaan gamang. Kosong seketika saat pikiranku menolak menganalisis semua kejadian hari ini. Lagu dari ponsel bersenandung pelan, membuat rasa kantuk jauh lebih cepat menghampiri. Itu terapi terbaik yang bisa kulakukan setelah berhasil lepas dari obat penenang. 

Entah berapa lama aku sudah terlelap. Telingaku terusik oleh bunyi ponsel yang ternyata bukan lantunan lagu melainkan nada dering sebuah panggilan. Saat melihat sebuah nomor kantor menghubungiku, tubuhku langsung tegak terduduk. Aku selalu siap untuk setiap panggilan yang mungkin berasal dari rumah sakit.

"Halo."

"Selamat malam dengan dengan saudara Hwanwoong?" terdengar suara berat di ujung sana.

"Iy-iya, maaf ini siapa?"

"Kami dari pihak kepolisian."

Keningku langsung berkerut. Kepolisian? Sebentar. Rasanya aku tidak melakukan tindak kriminal apapun.

"Ada apa ya, Pak?"

"Teman anda sedang kami tahan, tapi karena masalahnya sudah selesai secara kekeluargaan sekarang and bisa menjemputnya di kantor kami."

"Teman?"

Pikiranku langsung tertuju pada Jaemin. Si kodok budug itu melakukan apa kali ini? Dulu dia pernah ditangkap karena masuk grup geng motor dan aku juga yang diakuinya sebagai sepupu agar bisa menjemputnya pulang karena dia tidak berani menelpon anggota keluarganya.

LOGIC SPACE || HWANWOONG 🔞⚠️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang