AGONY (CHAPTER4)

70 13 30
                                    

"Astaga, Tuan Yeo! Tuan, lepaskan! Hey, kalian, bantu saya."

Aku mendengar suara lain di ruang tengah. Mungkin tetangga yang sempat mendengar kegaduhan dari sini. Namun ternyata yang wajahnya kulihat pertama kali adalah kepala polisi Haewon. Kedua anak buah pria itu membantu menarik tubuh appa hingga cekikan di leherku terlepas. Dengan gerakan cepat, mereka memborgol kedua tangan ayahku di belakang tubuh.

"Bawa dulu ke dalam mobil," perintah Inspektur Haewon lagi.

Para anggota polisi yang masih muda itu mengangguk. Mereka berusaha menyeret appa yang masih meronta dan memanggil-manggil namaku. Aku segera memiringkan posisi tubuh. Mencari udara dengan terburu lewat kerongkongan, menyebabkan batuk berkali-kali. Suaraku tercekat. Mungkin pita yang melilit di sana ikut putus karena aku tidak berhasil mengatakan apapun. Tuan Haewon meraih gelas di atas meja makan dan menuangkan air. Dia membantuku untuk duduk lalu menyodorkan minuman itu.

"Gimana, Woong? Sudah baikan?" tanyanya. Raut wajah Tuan Haewon terlihat sangat cemas. Dia mengamatiku lekat, memastikan aku masih bisa bernapas. Ditepuk-tepuknya belakang tengkukku pelan.

Aku mengangguk. Hanya itu yang bisa kulakukan. Selebihnya aku bersyukur sang inspektur datang tepat waktu setelah aku menyempatkan diri meneleponnya tadi. Aku khawatir situasi memburuk kalau sampai para rentenir itu berbuat nekat.

"Saya akan menahan ayahmu di kantor polisi. Kamu masih belum mempertimbangkan saran saya waktu itu?"

"Tol- tolong jaga appa," kataku dengan suara tercekat setelah batuk-batuk sampai menghabiskan segelas air lagi. "Nanti pulang dari rumah sakit, saya akan menjemputnya."

Tuan Haewon menghela napas. Dia mengamatiku dengan ekspresi sulit ditebak. Antara kasihan dan jengah.

"Kamu tidak bisa menjalani keadaan yang seperti ini terus, Woong. Kalian akan membahayakan satu sama lain."

Aku menggenggam tangan Tuan Haewon dan mengangguk.

"Saya tahu, saya tahu keadaannya, Tuan. Jadi saya minta tolong lagi. Dia lebih aman di sana bersama kalian. Saya akan mengusahakan yang terbaik. Saya juga sedang memikirkan jalan keluar untuk masalah appa ini" sahutku seraya melirik jam di dinding. Sial! Aku kesiangan lagi datang ke poli.

"Ya sudah, kalau begitu saya pergi dulu. Kamu yakin kamu nggak apa-apa?"

"Iya," anggukku cepat. "Terima kasih."

Dia akhirnya meninggalkanku. Kuamati mobil polisi itu berlalu dari jendela ruang tamu. Aku tidak punya waktu untuk merenungi kejadian ini. Setengah berlari, aku kembali ke kamar dan bersiap untuk menjalani dunia luar yang lebih keras.

***

Sekeras dampratan Geonhak siang ini tentunya. Dan aku tidak punya pilihan kecuali diam. Bukan waktu yang tepat untuk membuat alasan mengapa aku sangat sangat terlambat datang ke poli hingga beberapa pasien akhirnya tidak jadi berobat.

"Kamu tahu nggak sih, Woong? Ini sudah ke sekian kali kamu mencoreng nama baik saya di depan pasien. Bagaimana mungkin kamu tidak seprofesional itu dalam melakukan pelayanan?" Geonhak mondar-mandir dengan gelisah di depan perawat yang sedang jaga.

Si keparat itu memang belum puas kalau belum mempermalukanku di depan banyak orang. Padahal dia tinggal memanggilku saja ke ruangannya, tidak perlu sampai menghampiri ke nurse station kami. 

"Saya minta maaf, Dok." Kepalaku tertunduk.

"Saya udah bosan mendengar kamu minta maaf. Sebosan memaklumi semua kinerja kamu yang semakin menurun. Kali ini apa alasan yang harus saya dengar? Hah? Percuma dong saya sejak malam ingetin kamu lewat chat, saya ingetin kamu lagi pagi ini. Semua pesan saya kamu abaikan demi apa? Apa yang harus saya maklumi kali ini?"

LOGIC SPACE || HWANWOONG 🔞⚠️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang