Acara sarapan pagi ini berlangsung terlalu khidmat. Setelah menyajikan sepiring nasi lengkap dengan semangkuk sayur dan ikan, asap, aku fokus pada makananku sendiri. Lewat sudut mata, bisa kurasakan Juyeon yang duduk di hadapanku memperhatikan sambil menyuap sendok demi sendok nasinya. Aku tidak tahu kenapa dia mau duduk lagi di ruang makan dan sarapan bersama tapi aku sama sekali tidak berminat untuk mengajukan pertanyaan atau pun membahas pertengkaran kami.
"Hari ini lo mau pergi?"dia buka suara setelah cukup lama yang terdengar di antara kami hanya dentingan sendok di piring.
"Iya, gue janjian sama Karina."
"Lo bisa minta dia datang kesini, nggak harus jalan keluar kan?"
Aku melirik cepat padanya. "Lagipula gue jalan nggak jauh-jauh juga kok, mungkin Cuma mampir ke restoran mama."
"Ketemu mama?"keningnya berkerut. "Mau apa?"
Aku menyimpan sendok dengan kesal, menimbulkan bunyi gebrakan yang kasar. Hal itu cukup membuat Juyeon terkesiap.
"Dia mertua gue, apa gue harus punya alasan buat ketemu mama?"aku menyilangkan kedua tangan. "Gue juga mau sekalian bilang kalau usaha gue buat ngebujuk lo supaya mau belajar renang udah gagal. Jadi mama nggak akan menyalahkan gue sepenuhnya. Anaknya sendiri kok yang lebih betah terpuruk dalam rasa takut."
Juyeon menatapku jengah. "Apa kita harus bahas hal itu sepagi ini?"
"Gue nggak peduli mau pagi atau malam, masalah ini akan tetap gue bahas. Lo nggak usah mikirin gue pergi kemana hari ini. Urus aja semua urusan berharga lo itu di kantor."
Aku bangkit dari duduk dan memilih untuk meninggalkannya tanpa menghabiskan sarapanku. Setelah sekian menit berlalu, dia bahkan tidak menyusulku ke kamar untuk sekedar meminta maaf atau meredakan ketegangan di antara kami. Aku malah mendengar pintu depan yang tertutup, tanda bahwa dia sudah pergi ke kantor.
Baiklah, aku tidak peduli. Kalau dia pikir aku akan berdiam diri di sini tanpa melakukan apapun sampai dia pulang, dia jelas salah. Aku punya banyak waktu yang bisa kuhabiskan untuk membahagiakan diriku sendiri.
Kuraih ponselku di atas meja rias dan menghubungi Karina.
"Hei, kita jadi ketemuan kan?"tanyanya dari seberang sana.
"Iya Rin. Nanti gue kasih tahu tempatnya ya?"
"Jaemin ikut?"
"Belum tahu, kalau pas sama jam makan siang kayaknya dia bisa mampir sebentar."
"Oke deh, see you there."
Kumasukan ponsel itu dalam tas tangan. Kuraih jaket di gantungan lemari dan turun dengan langkah cepat ke bawah. Aku benar-benar tidak punya waktu untuk merasa sedih apalagi kesepian. Gila. Dulu aku juga bekerja, punya banyak teman dan kesibukan. Masa iya aku harus berada dalam keadaan seperti ini terus-menerus, berperan sebagai pendamping seorang Lee Juyeon yang terkurung dalam apartemen mewahnya. That was suck.
***
"Ini resto baru ya?" Karina melihat sekeliling.
Aku ikutan melempar pandang. Yah sejauh ini yang kulihat hanya meja-meja yang terisi oleh sekumpulan orang berpakaian mentereng, seperti layaknya pebisnis-pebisnis ibu kota tajir melintir. Atau grup ibu-ibu sosialita yang sedang melakukan bisnis berlian. Suasana restonya memang elegan, seperti tempat-tempat makan di luar negeri yang mengharuskan pengunjungnya melakukan reservasi terlebih dahulu dan berpakaian resmi saat datang.
"Lo mau traktir gue di tempat ini? Gaji Juyeon lo pegang semua?"bisik Karina ketika seorang pramusaji berpakaian hitam putih berjalan melewati kami setelah menghidangkan dua gelas minuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOGIC SPACE || HWANWOONG 🔞⚠️
FanfictionTentang Hwanwoong dan segala sesuatu di luar buminya ...