KATASTROFA (CHAPTER 30)

34 9 30
                                    


Hujan gerimis mengawali pagi. Juyeon melihat sosok Haejin bergerak tenang di hadapannya, mengepak baju dan barang-barang lain yang tidak terlalu banyak ke dalam tas. Berbagai macam pikiran menggerogoti benak Juyeon tentang pria yang telah bersama-sama dengannya selama beberapa tahun itu. Terkadang dia tidak bisa menghindari setiap rasa benci yang menyulut amarah secara diam-diam namun harus dia tahan karena dia tahu loyalitas Haejin padanya tidak pernah terbantahkan. Tidak ada yang menyuruh pria itu tetap berada di samping Juyeon, apalagi setelah insiden penculikan Hwanwoong yang Juyeon tahu pasti, seseorang telah memerintah Haejin untuk melakukan tindak pelecehan pada pemuda itu. Tapi Haejin selalu pasang badan, melindungi dan memperhatikan segala kebutuhan Juyeon. Menggantikan sosok orang tua yang selama ini selalu berada di luar lingkaran hidupnya.

Dilematis yang keterlaluan.

Juyeon tidak punya pilihan selain meredakan situasi yang dia tahu pasti akan segera berubah apalagi semenjak Haejin menyadari kedekatannya dengan Hwanwoong.

"Tuan muda mau pulang ke apartemen atau ke rumah Ibu?"tanya Haejin sambil menurunkan tas dari sofa.

"Gue belum tahu," Juyeon mengalihkan pandangan pada jendela di sampingnya. "Apa mama ada di rumah?"

"Kelihatannya masih ada beberapa kegiatan di luar kota."

Dari pantulan jendela, Juyeon melihat bayangan wajah Haejin dengan ekspresi datar dan tidak pernah bisa ditebaknya itu. Tapi Juyeon sudah hafal nada empati lewat suaranya barusan. Ketika mulut Juyeon hendak menanggapi, sebuah ketukan pelan terdengar di pintu. Seorang dokter berpenampilan necis masuk ke dalam.

Haejin mengangguk sekilas, lalu tanpa diminta dia langsung pamit ke luar.

"Gimana keadaan lo sekarang, Bro?" dokter itu menyalami Juyeon dengan gaya khas seorang sahabat.

"Masih sakit dan pegel,"Juyeon menunjuk bekas operasi di perutnya.

Dokter Yonghoon menggelengkan kepala sambil menatapi heran dan tak habis pikir.

"Ini kali kedua loh, Juy, di luar perkelahian-perkelahian enggak jelas yang sering lo bawa ke hadapan gue. Lo pikir nyawa lo ada Sembilan?"

Juyeon menarik sudut bibirnya mendengar istilah itu. Mengingatkan dia pada kegemasan Hwanwoong yang semakin terpancar setiap kali dia marah-marah.

"Mereka emang seneng main kucing-kucingan sama gue, setiap kali tertangkap gue harus dihabisi tapi jangan sampai mati," Juyeon mengatakan itu dengan suara samar. Lebih terdengar seperti gumaman.

Yonghoon menggelengkan kepalanya pasrah.

"Lo sadar nggak, keadaan lo ini bakal semakin memburuk kalau lo nggak berusaha menyelesaikan semuanya. Lebih baik lo ikutin saran gue untuk terapi, Juy. Lama-lama lo bisa menyakiti orang lain juga."

"Gue belum siap,"elak Juyeon.

"Belum siap atau memang lo nggak mau? Gue kenal dokter yang handal. Lo butuh lebih dari sekedar obat-obatan."

Juyeon mencebik. Dia berjalan melintasi kamar VIP yang luas itu lalu duduk di atas sofa sambil menyesap lagi teh yang mulai dingin.

"Ini menenangkan," Juyeon menunjuk luka di perutnya saat menyingkap kemeja. "Gue selalu mencari yang lebih parah dari ini tapi belum berhasil."

Yonghoon menatap cemas pada sosok sahabatnya itu lalu ikut duduk di hadapannya. Tapi dia tahu sekeras kepala bocah sialan yang sudah dia kenal sejak jaman sekolah yang tidak terlihat kesakitan sama sekali ini.

"Itulah, Juy. Lo nggak pernah sadar bahwa lo sangat tidak normal kan?"

Juyeon mendengus. "Kirim aja nomor telepon dokter kenalan lo itu, mungkin gue suatu hari bisa sadar dan datang ke dia."

LOGIC SPACE || HWANWOONG 🔞⚠️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang