KATASTROFA (CHAPTER 37)

30 8 11
                                    

Apa yang terjadi?

Ada Insiden tidak terduga, istrinya tiba-tiba mengalami kontraksi.

Baiklah. Cepat kembali ke Seoul dan saya tunggu kabar selanjutnya.

****

Cuaca begitu mendung sore ini. Tapi aku tidak peduli. Sudah kusiapkan jas hujan di bagasi motorku kalau-kalau air dari langit itu tetiba turun, mematahkan semua informasi si penyiar radio yang membacakan ramalan cuaca pagi tadi. Aku merasa beruntung karena hari ini jadwal Jeno tidak begitu padat. Hanya ada dua meeting di ruangan yang berlangsung sekitar dua puluh menit sampai satu jam dan bisa selesai sebelum makan siang. Selebihnya dia sibuk di depan komputer seraya menelepon sana sini, sementara aku berusaha mengerjakan apa yang bisa kukerjakan agar meringankan tugasku besok.

Setelah merancang jadwal, aku memanfaatkan kesempatan luang untuk melihat lagi video yang direkam oleh ponsel kakakku. Aku mencoba membesarkan gambar dan menjangkau dari berbagai angle tapi wajah si pembunuh itu tetap tidak terlihat. Bajunya serba hitam dan topinya menutupi sebagian wajah. Dari cara dia menembakkan isi peluru ke kepala wanita itu, jelas dia adalah seorang profesional. Timah panas dari senjatanya dilepaskan tanpa ragu dan dengan ketenangan meski si korban sudah berteriak-teriak, dan menggeliat seperti babi hutan yang hendak disembelih. Jeritan itu jelas menyayat hati, namun yang lebih mengerikan adalah ketika suasana mendadak sunyi setelah satu peluru ditembuskan lewat tempurung otak. Si pembunuh bahkan tidak perlu repot-repot memegangi mangsanya. Dia hanya menempelkan ujung senapan dan menarik pelatuk.

Aku menekan tombol pause. Mataku memicing ketika sekali lagi kutarik layar ponselku untuk melihat arloji yang terlihat di pergelangan tangannya. Tapi ini jelas lebih sulit. Resolusi gambar yang berhasil di tangkap oleh kamera ponsel Kak Minhyun sangat kurang mendukung naluri detektif yang muncul dalam diriku saat ini.

"Saya ke ruangan manajer personalia dulu."

Suara Jeno yang sudah ada di depanku membuatku tersentak kaget.

"Ah, iya Pak."

"Apa kamu merasa ini waktunya untuk menonton film?"dia melirik ponselku.

Aku mengulum bibir dan langsung memasukkannya ke dalam saku blazer.

"Maaf Pak,"kataku pelan.

"Buatkan lagi saya kopi."

Dia berdeham lalu keluar dari ruangan. Aku menghela napas. Hampir saja dia melihat apa yang barusan ada di ponselku. Aku bangkit dan bergegas mengambil mugnya yang sudah kosong. Aku lalu berjalan menuju pantry dan agak terkejut melihat Min Ah di sana. Sedang menyesap kopi sambil melihat-lihat layar ponsel. Dengan canggung aku masuk, mengangguk padanya sekilas sebelum menghampiri mesin pemanas air.

"Gimana cutinya, Woong?"aku mendengarnya bertanya dengan nada dingin.

Kubalikkan badanku dan mencoba tersenyum.

"Biasa aja."

Dia memiringkan kepala. Menatapku tajam di balik bulu-bulu mata palsunya yang lentik dan tebal.

"Aku denger Jeno masih sering ngeganggu kamu dengan pekerjaan selama kamu cuti?"

Senyumku memudar. Apa dia juga tahu kalau kami pergi ke vila akhir pekan kemarin?

"Kenapa? Santai aja, aku nggak akan marah,"dia mengibaskan tangan dengan anggun.

"Dia memang menanyakan beberapa hal terkait pekerjaan,"jawabku akhirnya.

Dulu kami akrab. Sebagai atasan dan bawahan yang saling mengandalkan dan menutupi kekurangan. Tapi semenjak Jeno datang ke kantor ini, dia terlihat semakin memusuhiku. Terlihat semakin ingin menunjukkan pada orang-orang bahwa Jeno adalah miliknya dan memang hanya dia yang pantas mendampingi pria itu. Dia seringkali menunjukkan kesombongan tidak perlunya demi menyadarkan orang-orang, termasuk aku, bahwa posisiku di sini hanyalah seorang sekertaris.

LOGIC SPACE || HWANWOONG 🔞⚠️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang