Aku beruntung masih bisa mandi tadi pagi karena semalam tertidur begitu saja di kamar ayah tanpa sempat membereskan apapun. Sehingga setelah terbangun jam empat subuh, aku segera mempersiapkan beberapa materi dan tugas yang belum kubaca. Hari ini aku harus pergi ke kampus karena ada kuliah umum tapi sebelumnya aku punya tugas menggantikan Geonhak praktek di poli rawat jalan.
Langkah pendekku kalang kabut masuk ruang dokter jaga dan segera mengganti baju. Jam praktek sudah dimulai sekitar tiga puluh menit lalu, kepanikan juga bertambah karena perawat poli meneleponku untuk ke sekikan kalinya saat aku berusaha mengejar pintu lift yang terbuka.
"Ada lima belas pasien, Dok. Lima orang pasien baru. Tadi Dokter Geonhak nanyain Dokter Woong, saya bilang udah di sini, lagi meriksa catatan resep."
"Makasih banyak ya, Aerin," ucapku sambil menggenggam tangan perawat bertubuh kecil dan berwajah imut itu. Dia selalu baik dan memperlakukanku seperti kakaknya selama ini. Dia juga yang sering menyelamatkan setiap kali Geonhak memantau kinerjaku lewat perantara dirinya.
"Silahkan, Dok."
Aku disodori beberapa map berisi rekam medis pasien. Kulihat secara acak satu per satu.
"Kita dahulukan pasien yang gelisah. Saya selang seling sama pasien lama. Cuma butuh obat aja, kan? Atau ada yang punya keluhan?"
"Enggak Dok, semua aman kok."
"Ya udah, pasien baru gimana?"
"Insomnia ringan, gejala anxiety."
"Masih bisa menunggu?"
"Betul."
"Mulai panggil deh ya? Biar cepet beres."
Aerin mengangguk bersemangat. Dia jelas lebih menyukai keberadaanku di sini ketimbang Geonhak. Katanya sih, Geonhak terlalu galak dan idealis. Aerin sering banget kena semprot padahal kerjanya bagus. Tapi karena yang dia asisteni orang seketus Geonhak, ya pastinya jadi kikuk.
Aku mulai memeriksa setiap pasien yang sudah melakukan temu janji terlebih dahulu itu. Sebagian besar di antaranya adalah pasien-pasien depresi yang bersikap tenang dan hanya mengeluhkan beberapa penyakit penyerta seperti pusing, sakit lambung atau dada sesak. Mereka mendukung acara pemeriksaan pagi ini kecuali satu.
"Son Dongju?" keningku berkerut saat memeriksa data pasien terakhir.
Aerin menatap cemas. "Dia pengen diperiksa sama Dokter Woong katanya, padahal saya udah minta dia untuk menunggu Dokter Geonhak praktik lusa."
Rasanya kepalaku sudah ingin lepas dan menggelinding saja ke tanah. Apa aku mempunyai daya tarik yang cukup kuat untuk orang yang satu ini?
"Suruh dia masuk aja, nggak apa-apa."
Aerin bergegas keluar dan memanggil nama Son Dongju. Beberapa saat kemudian pria itu muncul dengan seringainya yang mirip Jared Leto.
"Apa kabar dokter kesayanganku?" Dia langsung menghempaskan tubuh di kursi dan menaikkan sebelah kakinya.
"Kenapa kamu nggak mau menunggu Dokter Geonhak?"
Pemuda itu mencibir dan menatapi kuku-kukunya yang ia poles cat berwarna ungu. "Aku kan udah bilang, aku nggak percaya lagi sama si penjilat pantat itu."
Di sudut ruangan, Aerin berdeham. Aku meliriknya sekilas. Aerin terlihat menahan tawa sambil membereskan berkas. Aku menghala nafas. Sudahlah, tidak ada pilihan. Lantas kubaca resume medis Dongju setelah dipulangkan seminggu yang lalu beserta terapi obat serta diagnosa terakhir yang diberikan oleh Mily.
"Walaubagaimana pun, Dokter Geonhak kan jelas lebih tahu apa yang kamu butuhkan, Ju."
"Oh ya? Aku nggak yakin sih," cibirnya sinis.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOGIC SPACE || HWANWOONG 🔞⚠️
ФанфикTentang Hwanwoong dan segala sesuatu di luar buminya ...