Aku melirik jam tanganku. Sudah hampir pukul sembilan namun tidak ada tanda-tanda kedatangan Jeno pagi ini. Padahal aku sudah bersiap membuatkannya secangkir kopi seperti biasa, tapi akhirnya aku hanya kembali duduk di mejaku. Biasanya kalau terjadi kendala di perjalanan, Jeno akan segera menelepon.
"Woong, Pak Jeno belum datang?" tanya Choi Woo bagian divisi humas.
Aku menggeleng.
"Sakit atau bagaimana?"
"Message-nya ceklis satu, saya telepon juga nggak aktif."
Dia terlihat bingung walaupun kepalanya manggut-manggut.
"Bagaimana ya, ada beberapa berkas yang harus segera ditandatangan."
"Kamu bawa sini aja, siapa tahu saya bisa mendatangi rumahnya. Saya juga sedang menunggu beberapa tamu untuk menjadwalkan ulang meeting hari ini."
"Ya sudah, saya siapkan dulu ya?"
Setelah dia menghilang di balik pintu, aku kembali menghubungi ponsel Jeno. Masih nada operator yang menjawab bahwa nomornya berada dalam kondisi tidak aktif.
Ada apa sebenarnya?
Bukankah dia baik-baik saja ketika kami berpisah di stasiun kemarin?
Aku terpaksa menahan rasa keingintahuanku sampai para tamu datang dan terpaksa menjadwalkan ulang kembali kegiatan kami. Memasuki jam makan siang, aku segera pergi sambil membawa berkas dari beberapa divisi yang dititipkan padaku. Aku mengendarai motorku dengan pikiran tidak tentu. Bagaimana kalau Jeno tidak ada di rumahnya? Apa mungkin sesuatu terjadi padanya ketika menaiki taksi dari stasiun? Apa dia sakit?
Dadaku terhenyak kaget saat mendengar suara klakson menjerit di belakang. Kepalaku langsung menengadah menatap ke arah lampu yang sudah berubah hijau, entah sejak kapan. Sesampainya di rumah Jeno, aku mendapati pintu depannya terbuka. Kucium aroma masakan, sejenis sup atau bubur ayam.
"Permisi,"kataku pada seorang wanita paruh baya yang sedang berdiri menghadap kompor sambil mengaduk-aduk sesuatu di dalam panci.
Dia langsung berbalik dan menatapku heran.
"Maaf Bi, saya masuk begitu saja. Pintu depannya kebetulan terbuka, tadi saya sudah ketuk-ketuk."
"Oh iya,"katanya sambil tergopoh menghampiriku. "Tamunya Pak Jeno?"
"Betul Bi," anggukku. "Saya dari kantor, maaf Pak Jeno tidak berangkat kerja hari ini?"
Wanita itu melirik sekilas ke arah tangga dengan wajah cemas.
"Tadi dia bilang katanya sedang kurang sehat, saya kira dia sudah minta ijin ke kantor."
"Sakit? Sejak kapan?"
"Mungkin dari malam, saya juga baru datang tadi pagi. Ini langsung bikin makanan buat bapak."
"Saya boleh lihat ke atas?"
"Silahkan, kalau mau minum ambil saja ke bawah ya? Saya lagi repot."
Aku mengangguk dan menepuk pundaknya lembut sebelum naik anak tangga yang tidak terlalu lebar itu. Pintu kamar Jeno terbuka sedikit, ada cahaya kekuningan dari dalam yang membentuk garis di selasar menuju kamar mandi. Aku menarik napas sebelum mengetuk dan masuk ke dalam.
"Jeno."panggilku saat ketukanku tidak dijawab.
Kulangkahkan kaki masuk ke kamar yang tirainya masih tertutup dan hanya lampu kuning temaram di atas nakas tempat tidur yang menyala. Deru ac terdengar lirih dalam suhu sedang, membuat Jeno menutupi hampir semua tubuhnya dengan selimut.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOGIC SPACE || HWANWOONG 🔞⚠️
FanfictionTentang Hwanwoong dan segala sesuatu di luar buminya ...