KATASTROFA (CHAPTER 51)

31 11 16
                                    

Suara alarm ponsel menjerit-jerit. Mulai tingkatan nada yang pelan, sampai ke level paling berisik. Tanganku menyembul dari balik selimut, mencoba meraih benda itu di atas nakas samping tempat tidur. Kugeser layarnya sampai nada terputus dan mengembalikan lagi situasi hening. Mata ini perlahan membuka sempurna menatap langit-langit kamar. Aku menoleh ke samping, posisi bantal masih rapih. Juyeon sudah pasti tidur di ruang kerjanya tadi malam. Sambil mengusap wajah, diam-diam aku merasa bersyukur dia tidak meniduriku. Kami memang berciuman lagi setelah dia menyelesaikan makan malam, dan aku mengepalkan tangan sekuat tenaga –bukan karena debaran bahagia- tapi lebih menyerupai sebuah kekhawatiran mengapa aku tidak bisa membalas sedikit pun perlakuan suamiku. Tidak ada kupu-kupu yang begerumul riang di perut, atau wajah menghangat, atau desakan-desakan denyut jantung menghentak. Aku seperti saat pertama pacaran dulu, seseorang di jaman kuliah yang 'mengaku' pernah menjadi mantan padahal aku mendekatinya hanya untuk mendapatkan bantuan belajar dan pengerjaan tugas paling bermanfaat di tahun-tahun pertama setelah sembuh dari trauma yang menimpaku.

Selebihnya kami cenderung hambar. Dan dingin. Dan aku sungguh tidak berharap hidup dengan seseorang dalam kurun waktu lama dengan situasi seperti itu.

Aku berjingkat turun dari kasur kingsize dengan seprei satin warna abu metalik itu. Membawa diriku ke hadapan kaca jendela yang besar dengan pintu gesernya yang mengarah ke balkon memperlihatkan pemandangan kota dengan udara gersang dan lembap padahal belum juga memasuki jam delapan. Kupeluk tubuhku yang sedikit menggigil. Satu-satunya penyejuk pagi ini adalah suhu AC ruangan dan aku lupa menurunkan angkanya sebelum tidur tadi malam.

Seandainya saja aku bukan seorang Hwanwoong, apakah kehidupan ini akan jadi hal yang sempurna? Aku punya suami yang tampan dan cenderung baik, apartemen mewah, tidak perlu banting tulang untuk menyelamatkan hidup dari kemiskinan, tidak perlu menghadapi masalah-masalah besar selama tidak bersinggungan dengan kedua mertua. Tugasku hanyalah berusaha menjadi pendamping yang baik. Aku bahkan tidak perlu repot-repot mengurusi kebersihan apartemen ini karena dua hari sekali akan ada orang yang datang untuk melakukan semuanya. Santai dan berleha-leha sekarang menjadi hal serius yang harus aku hadapi.

Lalu kupikir kehilangan kebahagiaan adalah hal yang tiba-tiba saja menjadi sepadan dengan apa yang kumiliki saat ini. Aku tidak tahu apa yang membuat tindakanku mendadak lambung sangat jauh. Tapi sambil menarik napas banyak-banyak aku membayangkan bagaimana akhirnya para polisi menjemput Tuan Na di kantor pria itu dan membawanya ke penjara dengan ribuan mata jadi saksi. Percaya atau tidak, mewujudkan hal yang tidak disangka banyak orang adalah sesuatu yang membuatku mampu bertahan.

Setelah mengumpulkan semua kesadaran, aku membereskan tempat tidur sebaik mungkin. Meskipun jarang kemana-mana aku tetap biasa mandi pagi. Ketika menuju walk in closet, keningku berkerut. Jas dan kemeja Juyeon yang kusiapkan tadi malam masih tergantung rapih di sana. Aku pikir dia sudah berangkat kerja. Tapi memang pagi ini bukan suara senandung nyanyian Juyeon di kamar mandi kan yang membangunkanku? Alarmku biasanya berbunyi setelah Juyeon selesai berpakaian dan hendak sarapan.

"Juyeon?Lee Juyeon!"

Aku mengetuk ruang kerjanya. Tidak ada jawaban. Kugaruk tengkukku resah, merasakan keraguan untuk menerobos masuk.

"Juy, lo nggak kerja? Udah jam delapan."

Apa dia sedang olahraga? Ini hari apa sih? Aku hampir tidak sadar kapan sebenarnya tanggal merah dan hitam berganti. Lalu tanganku terulur, menekan handle pintu perlahan. Aku tahu dia tidak pernah mengunci ruangan ini meskipun dia selalu bawel soal batas privacy padaku. Mataku langsung memicing menghadapi ruangan yang hanya diterangi lampu meja belajar.

"Juyeon?"

Aduh bagaimana kalau ternyata dia ternyata ada di dapur untuk mengambil kudapan dan bersiap kembali lagi kemari lalu melihatku sudah menyelonong masuk begitu saja. Dia mungkin akan bersikap ketus seharian. Tapi ternyata langkahku tidak berhenti, aku sampai tersandung oleh sebuah file yang berserak.

LOGIC SPACE || HWANWOONG 🔞⚠️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang