KATASTROFA (CHAPTER 57)

42 8 20
                                    

Di kantor, Haejin sudah menunggu Jeno dengan berbagai berkas laporan yang harus segera di tanda tangani. Saat Jeno masuk, matanya bersirobok dengan memar di sudut bibir pria itu, tapi keduanya bersikap seolah tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka. Lagi-lagi ekspresi Haejin pun kadang menjadi sesuatu yang rumit untuk ditelaah oleh otak pintar Jeno.

"Apa ada rapat di luar hari ini?"tanya Jeno sambil menundukkan wajah menandatangani berkas bergantian.

"Tidak Pak, jadwal anda kosong sampai sore. Tuan Na menunggu di Everest 1 pukul lima nanti."

Gerakan tangan Jeno terhenti. Dia menengadah pada Haejin yang mengulum senyum.

"Apa ini soal katalog lounge di Singapura?"

Haejin menggeleng pelan. "Masalah itu sudah dibicarakan dengan tim desain dan keuangan. Sepertinya soal perekrutan talent baru."

"Saya kira manajer pemasaran yang menghandle hal ini."

Haejin menyerahkan sebuah map yang sedari tadi diapit olehnya.

"Ini daftar talent yang sudah masuk dan terpilih dari sekian ratus orang. Everest 2 sudah memperkecil skalanya menjadi sekitar lima puluh. Hotel di Singapura hanya butuh sepuluh orang yang punya kredibilitas tinggi dan kualitas di atas rata-rata."

Jeno ingin sekali mendengus. Memangnya mereka sedang memilih Miss Universe? Pada kenyataannya di lapangan nanti gadis-gadis itu hanya dilihat dari seberapa besar kemampuan mereka menarik minat para klien pria untuk mencurahkan uangnya menjadi langganan tetap dengan sikap profesional dan intelek. Semenjak Juyeon diberi jabatan di jajaran direksi, tugas menyeleksi talent dilimpahkan padanya. Dia harus rutin mendatangi gedung Everest 1 untuk melakukan penyeleksian awal sebelum semua resume peserta dilaporkan pada direktur utama. Mata Jeno memicing saat membaca beberapa lembar riwayat hidup talent itu.

"Apa ini tidak salah? Kenapa ada anak jaksa yang masuk ke dalam daftar?"

Haejin menarik napas. "Dua puluh orang sudah ditentukan untuk lulus, mereka adalah anak, kerabat, sepupu atau cucu para rekanan yang pernah menjalin kerjasama dengan kita dan masih berhubungan baik. Untuk talent yang akan ditempatkan di Singapura, kita tidak bisa memilih orang awam. Mereka harus hapal betul apa sebenarnya yang sedang mereka jalani."

"Sejak kapan kita mengijinkan tindakan nepotisme seperti ini?"tanya Jeno dengan nada sarkas.

Haejin hanya diam. Tapi sedetik kemudian dia melanjutkan apa yang didengarnya dari Hyunsik.

"Mempekerjakan mereka memungkinkan kita untuk mendapatkan lebih dari sekedar talent, Pak. Berbagai macam koneksi akan dibuat demi mendapatkan perlindungan legal dari berbagai pihak. Kita hanya menerapkan simbiosis mutualisme agar semuanya berjalan rapih seperti biasa."

Tangan Jeno dengan cepat membolak balik lagi setiap kertas. Benar saja. Dua puluh dari lima puluh orang pendaftar yang masuk adalah keluarga orang berpengaruh. Jeno sampai tidak yakin mengapa ia bersedia menyeleksi para gadis yang dia sendiri meragukan kemampuan mereka.

"Anda mau kopi?"tiba-tiba Haejin menawarkan.

Jeno mengangguk. Selepas pria itu pergi, Jeno melihat ponselnya yang sedari tadi memunculkan banyak notifikasi. Dia melewat semua pesan sampai ke kolom paling bawah. Ada nama Min Ah yang dikiranya akan memberitahu data laporan tertulis tapi malah mengajak dia untuk makan malam. Wanita itu sama sekali tidak pernah menyerah semenjak mereka putus. Selalu ada saja alasan yang dia buat agar Jeno kembali menemuinya. Di kantor, mereka lebih sering bersikap profesional tapi Jeno cenderung seperti sedang main kucing-kucingan. Dia datang pagi-pagi sekali, langsung mendekam di ruang kerjanya, mengambil jarak duduk terjauh saat rapat dan berusaha untuk tidak membuat kontak mata dengan Min Ah, sampai hal terakhir yang dia sering lakukan adalah menghindari acara-acara kantor. Dia akan beralasan mengerjakan tugas menumpuk hingga menjadi orang yang pulang paling terakhir. Tidak lupa Haejin akan dibiarkan diam di sampingnya agar Min Ah merasa segan mendekat.

LOGIC SPACE || HWANWOONG 🔞⚠️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang