Natal ke sekian yang berlalu dalam hidup Hwanwoong setelah keputusannya meninggalkan Seoul malam itu. Di malam natal belasan tahun lalu saat ia menangisi sebuah alat tes kehamilan dan sadar bahwa mungkin setelah itu hidup Hwanwoong akan berubah. Sebelum keadaan bertambah buruk, dengan segala keraguan dan tanpa mempertanyakan sebuah pertanggung jawaban, Hwanwoong mengemasi kopernya. Dia tarik seluruh uang tabungan lalu dia gunakan kesempatan untuk pergi begitu saja.
Lagipula memangnya apa yang akan terjadi kalau dia meninggalkan dunianya di Seoul? Tidak akan ada yang kehilangan. Tidak akan ada yang menangisi kepergian Hwanwoong. Tidak akan ada yang mencegahnya untuk pergi.
Hwanwoong ingat selama dia berjalan di sepanjang lorong menuju pintu pesawat, bahkan ketika dia duduk dalam burung besi raksasa itu. Tangan Hwanwoong tidak pernah lepas memeluk perutnya. Sesuatu bergerak-gerak samar di dalam sana. Entah bahagia atau merasa ketakutan karena kepergian mereka.
"Mommy."
Hwanwoong menoleh dan tersenyum ke arah beranda samping rumah mereka. Seorang pemuda berambut putih menyeluruh berdiri di sana. Dia masih mengenakan piyama kesayangannya. Piyama couple yang mereka beli saat liburan bulan lalu dan anak itu membuat aturan bahwa mereka wajib mengenakan piyamanya setiap akhir pekan.
"Apa yang Mommy lakukan di situ? Udara sangat dingin, Mom. "
"Kemarilah, kau harus merasakan salju pertama. "
Sang anak dengan malas menuruni tangga teras. Dia menghampiri ibunya sambil memberengut. Hwanwoong hanya tersenyum. Pemuda itu menengadah, memerhatikan wajah sang alpha muda yang terkena paparan sinar matahari. Begitu tampan, dipenuhi cahaya membingkai seluruh bentuk hidung dan rahangnya yang tegas.
"Kau lahir saat saju pertama. Tangismu begitu kencang, membangunkan para tetangga yang sedang terlelap. Itulah kenapa, Mommy sangat menyukai salju pertama. Seolah-olah kebahagiaan baru akan terlahir. Seperti munculnya dirimu dalam kehidupan Mommy dan segala keberuntungan yang kita dapatkan di tempat ini. "
"Mommy mulai bertingkah terlalu melankolis, " cebik anaknya.
"Ohh... Maki, kau memang sedingin salju. Sepertinya kasih sayang Mommy tidak akan pernah cukup untuk meluruhkan gunung es dalam dirimu, huh? "
Pemuda bernama Maki itu kemudia memeluk ibunya.
"Mommy akan selalu menghangatkanku. Pelukan Mommy adalah hal yang paling kubutuhkan di dunia ini. "
Mata Hwanwoong terpejam dalam pelukan tubuh Maki. Aromanya begitu tajam. Bukti bahwa feromon alpha dalam diri anak itu terlalu pekat. Begitu memabukkan.
"Mommy harus berangkat bekerja. Kita harus segera sarapan. "
Maki mengangguk. Dia cium puncak kepala ibunya dengan sikap romantis dan lembut.
Mereka lalu meninggalkan halaman samping. Salju turun semakin deras. Menutupi hamparan rumput hijau, menggantikannya dengan permadani dingin berwarna putih.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOGIC SPACE || HWANWOONG 🔞⚠️
FanfictionTentang Hwanwoong dan segala sesuatu di luar buminya ...