"Lo mau ngapain sih, Woong?"tanya Juyeon saat aku menuntun tangannya dengan hati-hati ketika kami perlahan melangkah keluar lift.
Dia menjulurkan sebelah tangan yang lain meraba apapun yang bisa dia sentuh agar tidak sampai tersandung.
"Katanya mau ikutin apa aja kemauan gue kalau udah pulang dari rumah sakit,"sahutku dengan nada dibuat misterius.
"Iya, tapi ini mau kemana coba?"dagunya terangkat, mencari sedikit celah dari bawah kain penutup mata, padahal sudah kupegangi erat-erat.
Aku hanya diam. Terus membawanya ke sebuah ruangan dengan perhitungan resiko terburuk tentang reaksi Juyeon nanti.
"Hwanwoong_"
"Sabar sedikit sih,"selaku dengan cibiran pelan.
Aku membukakan pintu, membimbing langkah suamiku yang tersendat. Belum apa-apa dia sudah menggerakkan kepala untuk menajamkan pendengarannya. Lalu dia seperti mencium sesuatu yang mencurigakan dengan mengendus udara.
"Juyeon."
"Kita dimana ini?"nada suaranya mulai terdengar tidak menyenangkan.
Aku menyerah. Kubuka ikatan penutup mata menunggu reaksinya saat memicing sambil menatap sekeliling. Wajah tampan itu langsung pucat pasi. Dia mundur dua langkah, menatapku tidak percaya kalau aku membawanya kemari. Tubuhnya langsung berbalik membelakangi apa yang baru saja didapatinya.
" Lo gila?"dia setengah berteriak.
Aku sudah mempersiapkan diri menghadapi reaksi itu. Demi Tuhan. Dan demi semua sakit badan yang aku alami selama aku berlatih renang dengan Jeno. Tapi entah mengapa raut wajah ketakutan dan gesture tubuh Juyeon yang langsung berubah membuatku untuk beberapa detik sangat merasa bersalah. Dia bersiap pergi, tapi dengan sigap kutahan tubuhnya.
"Lo bilang lo mau ikutin apapun permintaan gue."
"Ya tapi bukan ini,"sergahnya kembali menaikkan nada suara. "Lo nggak ada keinginan lain? "
Dia menatapku marah, dengan dada naik turun tersulut emosi dan kekesalan dalam kurun waktu yang tidak lebih dari hitungan detik.
"Tapi gue maunya ini,"sahutku tegas.
"Untuk apa? Ngebunuh gue?"
"Lo salah, ini justru gue lakukan untuk menyelamatkan lo."
"Bullshit, Woong!"
"Kepedulian gue bukan sebuah omong kosong. Gue selama ini ngalah, ngelakuin semua hal demi lo, termasuk ini."
Dia menggeleng, menolak keras pernyataanku.
"Gue pikir selama ini lo ngerti sama keadaan gue,"desisnya tajam.
"Iya, gue ngerti banget,"anggukku. "Dan karena gue sangat mengerti bahwa lo nggak bisa selamanya memelihara rasa takut, gue pengen nolongin lo. Juy, ayolah. Setiap penyakit bisa sembuh selama kita berusaha mencari obatnya. Begitu pun trauma kita akan sesuatu."
"Lo_"
"Ingat,"aku mengacungkan telunjuk ke depan wajahnya. "Gue juga pernah merasakan trauma. Gue tahu bagaimana sulitnya menyembuhkan diri kita dari rasa takut dan terpuruk. Tapi memelihara itu terlalu lama juga nggak baik, Juy."
Juyeon bergerak gelisah. Dia memalingkan wajah dari hamparan air dalam kolam besar di depan kami. Tidak ada suara apapun. Kondisi di sini kelewat tenang dan riak gerakan air itu tidak sedikit pun mengusik. Tapi Juyeon seperti orang kebakaran jenggot. Dia memegangi keningnya yang mulai berkeringat. Aku tidak tahu kalau efek dari keputusaan akan berdampak seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOGIC SPACE || HWANWOONG 🔞⚠️
FanfictionTentang Hwanwoong dan segala sesuatu di luar buminya ...