KATASTROFA (CHAPTER 1)

96 11 17
                                    

Alohaaaaaa 🤣🤣🤣
Jangan bosen ama cerita woongie aku yah 🥺🥺🥺
Kali ini aku buat universnya woongie sama ... sama siapa hayooo. Ikuti aja deh ceritanya. Dijamin sama-sama seru kayak Agony. Yang belom moveon Agony, udah lah lupakan. Kita beralih ke next story, okay?

Happy readinggg

🐯🐯🐯

Sorak sorai orang berteriak bergaung di seentaro stadium. Semua meneriakkan nama jagoan mereka. Bising yang tidak terhingga membuat telinga berdengung dan kepala terasa sakit. Namun setelah meminum suplemen penambah tenaga, laki-laki dengan luka lebam di sebagian wajahnya tetap berdiri menghadapi musuh yang memamerkan gigi sambil menggeram.

Mata lelaki itu sempat menangkap sebuah sosok di tengah keramaian yang ramai meludah, mencaci maki, mabuk, dan ada juga yang bertengkar hanya karena tubuhnya disenggol. Sosok yang duduk dengan tenang di jajaran paling depan itu seolah tidak terganggu dengan keributan di sekelilingnya. Dia ibarat tamu vip, memperhatikan dengan seksama ke tengah ring arena sambil menyilangkan kaki dan menghisap cerutu. Setelannya pun jauh berbeda dengan kaum bar-bar yang berteriak seperti kesetanan di jajaran bangku belakang. Dia menggunakan jas armani berwarna abu gelap dan celana senada, dasi yang dilonggarkan, rambut rapih oleh minyak, serta kacamata hitam. Seorang pria yang lebih muda dan duduk di sebelahnya membisikkan sesuatu dan membuat laki-laki paruh baya itu mengangguk.

"Siap?" tanya wasit.

Pria berbadan atletis itu seolah terbuyar lamunannya dan beralih dari sosok mentereng di jajaran penonton yang sempat dia perhatikan selama beberapa menit tadi.

Pemuda itu mengangguk. Dia menarik napas dan memasang kuda-kuda sambil mengantisipasi setiap pukulan lawan. Tidak pernah ada guru yang mengajarkannya berkelahi. Dia mengikuti kompetisi petarung jalanan ini hanya untuk melampiaskan kemarahan yang setiap hari mengendap dalam dada. Dia mempelajari teknik mixed matrial art dari video, atau pengalamannya berkelahi dengan teman sebaya. Biasanya penonton menyukai gerakan agresif dan kalau moodnya sedang bagus, dia bisa mematahkan tulang lawan sampai mereka tidak bisa berjalan.

Satu pukulan tepat mengenai rahang. Itu bisa menghasilkan skor yang cukup besar, dan kemungkinan untuk mempersiapkan diri sekian detik untuk serangan berikutnya.

Si petarung muda kembali menghantam lawannya yang baru saja berdiri. Dia bahkan melompat dan mengunci leher lawan dengan kedua pahanya. Di hadapan dia saat ini, wajah sang rival selalu terlihat seperti wajah seseorang yang sangat ingin dia bunuh lebih dari apapun.

"Stop!"

Di tengah pukulan bertubi-tubi yang dia layangkan,  si wasit menahan tubuh pemuda itu sambil mengintruksikan bahwa dia harus berhenti karena lawan sudah KO.

Penonton kembali riuh dan bersorak. Mereka mengacungkan lembaran uang sambil meneriaki namanya. Juri mengumumkan dia sebagai juara berturut-turut untuk tiga pertandingan. Tangannya diangkat tinggi-tinggi oleh wasit dan dia dielu-elukan sebagai pahlawan. Tapi pemuda itu sama sekali tidak terlihat bangga dan peduli. Dia menatap bangku yang kini sudah kosong, tidak ada lagi pria yang sempat menarik perhatian tadi. Matanya menatap ke arah tangga pintu keluar, tidak ada juga.

Saat kembali ke ruang ganti, pemuda dengan luka yang masih basah di wajahnya pun menghabiskan sisa malam dengan terpekur. Dia enggan pulang, tapi dia juga tidak punya tempat lain untuk dituju. Dia lalu membersihkan diri sekenanya hanya untuk melap keringat yang membasahi tubuh dengan handuk kering. Dia sudah tidak peduli dengan lebam dan darah yang memenuhi sudut bibir atau tulang pipi dan apa yang akan dilontarkan teman-teman sekelas juga guru besok.

Pintu geser di hadapannya terbuka, seorang pria kurus masuk dengan tatapan berbinar.

"Good job, Dude."

LOGIC SPACE || HWANWOONG 🔞⚠️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang