Jalanan sudah dipenuhi mobil-mobil yang mengekor panjang padahal masih jam sembilan pagi. Kami sudah mempercepat waktu keberangkatan satu jam lebih awal agar terhindar dari hal-hal seperti macet ini contohnya, namun ternyata tidak terlalu berhasil. Aku melirik Jaemin yang mengetuk-ngetukkan jarinya di atas setir sambil melihat ke arah kanan dimana mobil yang datang dari arah berlawanan melaju lebih lancar.
"Setelah selesai survey, kita bisa pergi ke beberapa tempat."
Suara Min Ah kembali terdengar di jok belakang setelah dia terdiam beberapa saat untuk mengecek jadwal dalam iPadnya.
"Pamanku yang di sana minta dikunjungi juga, kamu bisa kan pergi sama aku?"lanjutnya pada Jeno.
Aku tidak tahu apa yang sedang bosku lakukan, tapi dia bereaksi cukup lambat sebelum akhirnya mengucapkan kata 'sure'.
"Kalau sudah ketemu sama Om, kamu baru bisa menghadap papa," sahut Min Ah.
"Harus melewati prosedur acc dari om kamu dulu?"
Kudengar suara tepukan pelan di lengan. Min Ah terkekeh manja.
"Iyalah, menurut kamu semudah itu untuk mengajukan sebuah lamaran?"
Jantungku sudah panik menggedor-gedor bilik tempatnya tertancap. Dia ingin keluar dan mematikan denyutnya sendiri saat mendengar kalimat Min Ah barusan. Tapi ternyata yang jauh menyakitkan adalah sikap Jeno. Dia terlihat tidak menolak membicarakan hal ini di depanku. Ya baiklah, aku ini bukan selingkuhan atau apa kan? Memangnya ada masalah kalau Jeno dan Min Ah membicarakan soal pernikahan sekali pun?
"Eh, aku udah bilang belum ya kalau omku punya galeri seni?"
"Oh ya? Patung atau lukisan?"
"Lebih banyak lukisan. Aku denger weekend nanti dia akan menggelar exhibition, kamu bisa temenin aku lihat-lihat kan?"
"Aku harus periksa lagi kegiatanku setelah event pembukaan ini."
"Kita lihat-lihat sebentar habis itu langsung pulang, aku janji siangnya kita sudah ada di Seoul lagi."
Bisa kudengar helaan napas Jeno. "Ya udah, nanti aku suruh Hwanwoong supaya ngosongin jadwal Senin pagi."
Aku menelan ludah kegusaran. Mencoba mengalihkan perhatianku pada apapun yang masih terlihat menarik di luar jendela mobil. Toko-toko yang baru buka, pekerja yang menunggu di halte, polisi ganteng yang mencoba membantu mengurai kemacetan. Tapi semua itu tidak bisa mengurangi sesak di dadaku. Meskipun isi mobil ini sudah sangat sejuk, titik keringat masih membasahi punggungku. Keresahan yang tidak beralasan ini cukup membuatku terlihat menyedihkan. Mungkin aku memang salah mengartikan semua keadaan yang terjadi. Pelukan Jeno, permintaan maafnya, dan segala hal yang sempat dia lakukan untuk membuat perasaanku membaik kemarin ternyata hanya sebuah kamuflase, sebuah fatamorgana sementara yang sebenarnya tidak nyata.
Tidak lama kemudian mobil berhenti di pelataran parkir bandara. Aku dan Jaemin belakangan menyusul Jeno dan Min Ah yang harus check in terlebih dahulu. Kuperiksa lagi barang bawaan Jeno dan memastikan tidak ada yang tertinggal. Sementara Jaemin sibuk menelpon orang-orang sambil berdiri tidak jauh dariku.
"Sudah dicek ulang?"
Kepalaku menengadah, melihat Jeno yang sudah kembali sambil membawa passport dan tiket pesawat.
"Iya Pak," anggukku lalu menyerahkan tas kerjanya yang sedari tadi kusoren.
"Jangan lupa pastikan lagi semua klien VIP yang kita undang telah mengkonfirmasi akan datang, juga jadwal untuk Senin yang dikosongkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
LOGIC SPACE || HWANWOONG 🔞⚠️
FanfictionTentang Hwanwoong dan segala sesuatu di luar buminya ...