KATASTROFA (CHAPTER 13)

59 9 25
                                    


Dering telepon membangunkanku pagi ini. Mungkin sudah seharusnya aku mulai membuka mata setelah beberapa kali kuacuhkan bunyi alarm yang sedari subuh menjerit-jerit. Ada beberapa missed call dan puluhan chat yang masuk padahal ini baru jam setengah delapan pagi dan ini hari Sabtu! Sekarang aku benar-benar dilanda kecemasan setiap kali menghadapi libur. Bagaimana tidak? Akan selalu ada notifikasi di ponselku yang berisi chat dari Jeno dan isinya masih saja membahas soal pekerjaan. Dia itu robot atau apa? Aku jadi benar-benar penasaran berapa jumlah uang dalam rekeningnya saat ini hingga dia sangat bekerja keras dan SELALU MELIBATKANKU.

Tapi kali ini aku cukup lega karena ternyata yang tidak berhenti menelponku sejak tadi adalah Chanhee.

"Hmm,"angkatku sambil tetap membenamkan wajah ke balik bantal.

"Lo jadi ketemuan sama kita-kita kan siang ini?"

"Yah, ehem."

Aku merasakan tenggorokanku sangat kering sekarang.

"Lo tahu kan kalau gue besok harus balik ke Amerika lagi?"

"Iya, Jaemin cerita sama gue. Sorry ya, kemarin sampai dicancel ketemuannya gara-gara gue."

"Makanya gue mau mastiin lo enggak ada kerjaan apapun hari ini."

Aku membalikkan tubuhku hingga terlentang. Merasakan udara dingin dari sela-sela jendela masuk dan menggigiti kulit.

"Sorry Bro, I've been through the hardest time."

"No excuse, lo harus datang atau gue nggak mau kenal sama lo lagi."

"Sure. Jam 11 kafe biasa kan?"

"Yes. You better be on time."

Sambungan terputus satu detik setelah suara ketus Chanhee mengakhiri pembicaraan. Wajar saja dia bersikap seperti itu, dia bahkan sengaja mengundur kepulangannya karena minggu kemarin aku tidak bisa ikut datang berkumpul ketika Jeno tiba-tiba menyuruhku ikut ke Daegu.

Jantungku berdebar aneh menyebut namanya dalam hati. Dengan kesal kutendangi selimut yang masih melilit di kakiku sambil menutupi wajahku menggunakan bantal. Bagaimana mungkin aku berani memeluk tubuhnya dan merengek sambil menangis? Tuhan, ternyata sekarang aku sudah begitu mahir mempermalukan diriku sendiri. Bukan hanya pada Jeno, tapi juga Juyeon. Sekarang kedua pria itu pasti menganggapku aneh dan sok kecakepan.

Aduh. Aduh. Tidak hanya pada bantal dan selimut ini, rasanya aku ingin menenggelamkan diriku jauh ke dasar bumi. Aku sudah tidak punya keberanian untuk berhadapan lagi dengan Jeno di kantor. Semoga setelah kejadian itu dia hanya menganggapku karyawannya yang konyol, dan melindur karena mimpi buruk. Hey, lagipula itu gerakan impulsif. Kupikir tidak ada yang salah dengan rasa trauma. Aku benar-benarberharap kalau saat itu Jeno bisa bangkit dan melawan para penjahat dan membawaku pergi ke tempat yang lebih aman. Hingga aku tidak perlu mengalami semua hal buruk dalam hidupku ini.

Aku beringsut dari tempat tidur dan merapikannya dengan cepat. Suasana rumah semakin sepi semenjak kak Minhyun terbaring di rumah sakit. Sudah hampir satu bulan berlalu , dia tidak mengalami perubahan berarti. Tapi baik aku dan Yeji, kami tidak ingin menyerah. Selama kak Minhyun masih bernapas, kami akan tetap ada di sana dan menjaganya. Aku sudah lelah menangisi keadaaan, sekarang aku hanya ingin berjuang untuk kelangsungan hidup dan belajar menjaga diri meski kak Minhyun tidak bisa melakukannya lagi untukku saat ini. Sementara kandungan Yeji pun semakin besar dan aku beruntung dia sangat mengerti keadaan kami.

Sekarang aku harus bisa membuat sarapan untukku sendiri, seadanya dan kadang tidak begitu menggugah selera. Seperti pagi ini, aku terpaksa hanya mengisi perutku dengan satu tumpuk roti selai dan segelas jus jambu. Kak Minhyun tidak akan mengijinkanku makan kedua hal itu kalau aku tidak benar-benar kesiangan.

LOGIC SPACE || HWANWOONG 🔞⚠️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang