Terkhianati adalah bagian dari cerita hidupku. Aku tinggal bersama hal itu sekian lama tanpa perlu merasa takut. Tapi ketika dirimu yang melakukannya, aku mengecap sakit yang lebih bersenyawa. Siap mematikan semua sel dalam badaniahku yang tak kunjung bahagia.
"Cabernet Sauvignon," hanya dengan mengucapkan nama itu bartender yang berdiri di hadapan Juyeon langsung mengangguk.
"Kamu sebaiknya pulang, Juy." tegur Erin yang duduk di sebelahnya.
"Aku nggak mau."
"Juyeon," Erin menatap sahabatnya itu jengah. "Kenapa sih kamu masih bersikap seperti anak kecil setiap kali ada masalah? Aku males ya kalau sampai Hwanwoong salah paham karena dia melihat kita berdua di sini."
Juyeon melemparkan tatapnya pada red wine yang tersaji tidak lama kemudian. Dia menuangkan minuman itu dari dalam botol ke sebuah gelas berkaki tinggi hingga penuh setengahnya.
"Dia masih menemui si keparat itu."
Sahutan Juyeon membuat Erin terdiam sejenak.
"So?" Erin mengerutkan kening. "Aku nggak bisa nyalahin Hwanwoong dalam hal ini. Mungkin- aku pikir wajar sih kalau mereka punya urusan yang memang belum selesai. Hwanwoong nggak akan menghianati kamu, Juy."
Juyeon berhenti menggoyangkan gelasnya dan sontak menatap Erin sinis.
"Sejak kapan otak kamu punya teori senaif itu?"
"Sejak aku tahu seperti apa Hwanwoong sebenarnya. Dia tulus, Juy. Sebaiknya kamu berhenti menuntut hal-hal mustahil dari dia dan mulai memperbaiki hubungan kalian. Aku yakin mama kamu juga nggak akan suka lihat kalian seperti ini."
"Dia masih mencintai laki-laki itu. Aku nggak akan pernah bisa benar-benar masuk ke dalam hati Hwanwoong yang hanya terbuka setengah," tatapan Juyeon menggantung penuh kekosongan pada larutan merah di hadapannya.
Sementara Erin hanya mampu ikut tertegun bersama Juyeon. Dia tidak mungkin sembarang menyimpulkan tentang perasaan orang lain yang tidak dia tahu bagaimana kisah awalnya.
"Kupikir Hwanwoong sendiri sedang berusaha merubah keadaan, lalu Jeno datang dan kamu keburu marah sampai tidak mau memberi kesempatan pada waktu."
Erin akhirnya ikut menuang minuman untuk gelas kosong yang sejak tadi dia diamkan. Tapi tentu tidak sebanyak takaran Juyeon. Dia merasa harus tetap sadar agar bisa melakukan sesuatu termasuk mengantar Juyeon pulang ke apartemennya.
"Tidak akan pernah ada kesempatan. Kehadiran Jeno sampai kapanpun hanya akan memperburuk segalanya,"sesal Juyeon. "Kamu tahu sendiri apa motif yang membuatku seperti ini. Trauma masa lalu dan hubunganku dengan papa yang selalu buruk bukanlah sesuatu yang bisa aku jadikan landasan dalam menerima keadaan. Aku hanya akan menghancurkannya suatu saat nanti."
"Hanya karena kamu mengalami hal yang buruk dengan hubungan ayah-anak bukan berarti kamu harus selalu berpikir kalau yang akan terjadi nanti pasti hanyalah sesuatu yang buruk kan, Juy?"
KAMU SEDANG MEMBACA
LOGIC SPACE || HWANWOONG 🔞⚠️
FanfictionTentang Hwanwoong dan segala sesuatu di luar buminya ...