Aku mengetuk pintu kamar dengan tidak sabar. Beberapa detik kemudian Jeno muncul di balik pintu, menampakkan wujudnya dengan tampilan yang sama. Dada telanjang, hanya bagian bawah tubuh dibalut handuk. Aku tidak mengerti apakah resort ini tidak menyediakan bathrob atau memang mereka saja yang senang pamer tubuh. Tapi yang jelas hal itu menimbulkan efek sensasi limbung di kepalaku.
"Kenapa sebentar?" tanya Jeno heran.
"Memangnya harus berapa lama?" Aku balik bertanya sambil menghempaskan tubuhku di sofa.
"Apa...dia ngerepotin kamu?"
Jeno menghanduki rambutnya yang basah sehabis keramas. Wangi aftershave tercium di seluruh penjuru kamar.
"Enggak, dia langsung paham dengan apa yang saya suruh."
Meski terlihat heran Jeno akhirnya mengangguk.
"Mandi sana, kita harus ada di ruang rapat sepuluh menit lebih awal."
Jeno mengambil bajunya yang digantung di sebuah lemari terbuka. Dengan malas aku merogoh isi tasku dan mengeluarkan baju ganti. Sudah hampir jam dua siang dan perutku sepertinya memang tidak akan mendapatkan asupan makan lagi.
"Kayaknya saya nggak usah mandi deh"sahutku malas. "Penampilan saya juga masih kelihatan baik-baik aja, kan?"
Jeno menghampiriku, bunyi sandal kamar yang diseretnya menjadi suara paling bising di antara kami. Dia membungkukkan badan sambil memperdekat jarak kami sehingga hanya tersisa sekian senti. Tubuhku menegang.
Sekali buaya tetap buaya, Woong.
Suara Jaemin tiba-tiba melintas di pikiran. Dia dengan kelakarnya yang bodoh seringkali menasehatiku agar menjaga jarak dari para laki-laki hidung belang. Aku memundurkan tubuh yang sudah mentok ke badan sofa. Jeno menumpu tangannya pada lengan sofa dan yang sebelah lagi melewati bahuku, aku tidak bisa kemana-mana dalam posisi seperti ini. Wangi sabun dari tubuhnya semakin jelas tercium.
Dia berdeham sambil menatapku.
"Dengar ya, Woong. Saya pikir kita sudah sepakat soal penampilan. You do still look fine, tapi yang akan kita temui sekarang bukan orang-orang sekelas supervisor atau kepala divisi. Kamu nggak bermaksud membuat saya malu kan?"
Aku menggeleng lemah , tidak bisa mengalihkan mataku dari tatapannya.
"Saya beri waktu kamu sepuluh menit untuk mandi dan bersiap-siap,"tambahnya.
Tepat di saat kukira dia akan menjauh, ternyata dia semakin mempersempit ruang di antara tubuh kami. Aku memejamkan mata dengan perasaan cemas dan takut yang tidak karuan. Tiba-tiba tangannya terulur ke belakang punggungku dan kurasakan jarinya menyentuh sesuatu hingga membuatku memekik pelan.
"Maaf tapi kamu ngedudukin hp saya."
Mataku terbuka sedikit lalu aku mengangguk setelah mengerti apa yang dia maksud. Kuangkat sebelah pantatku agar dia bisa meraih ponselnya.
"Di-dimana handuk buat saya?"tanyaku saat dia kembali ke posisi tubuh semula tapi masih berdiri menghadap ke arahku.
"Sepertinya mereka cuma menyediakan single service untuk kamar ini. Kamu bisa pakai handuk saya."
Dia sudah hendak membuka simpul handuknya sehingga aku sontak berdiri.
"Nanti aja, Pak. Atau saya nggak usah pakai handuk. Its okay," seruku sambil tetap menutupi sudut pandang saat berlari terbirit memasuki kamar mandi.
Selesai membersihkan tubuh, aku melihat sebuah handuk baru yang masih terlipat rapih di atas wastafel. Aku buru-buru meraihnya sebelum Jeno tiba-tiba masuk ke dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOGIC SPACE || HWANWOONG 🔞⚠️
FanfictionTentang Hwanwoong dan segala sesuatu di luar buminya ...