TUJUH

170 23 0
                                    

Hannah, Lisa dan Nur. Tiga anak perempuan yang bisa dibilang adik kelas Bora namun sekarang menjadi teman sekelas.

Dulu Bora sempat mendapat perundungan saat kelas satu SMA, namun berkurang saat membawa Bern dan sekarang, setelah satu tahun tidak masuk sekolah karena syok, adik-adik kelas yang mengetahui kasus itu semakin meremehkan Bora.

"Hanya karena anak walikota terkenal, kamu bisa berbuat sesuka hati? Hah!" Hannah memeriksa kukunya yang dikikir dengan indah. "Apakah kamu tidak malu datang ke sekolah setelah membuat kejadian heboh yang memalukan?"

Bora melihat layar monitor di atas kepala ketiga anak itu, rupanya mereka dulu adalah bawahan kakak tiri perempuannya.

Bora mengambil napas perlahan lalu menghembuskannya, tidak mau cari masalah dengan mereka. Dia berjalan melewati mereka bertiga.

Ketiga orang yang tahu Bora nekat berjalan melewati, segera menarik Bora ke belakang hingga membuat tas ranselnya putus.

Semua orang yang ada di parkiran terkejut dan melihat apa yang terjadi.

Bora melihat isi tasnya yang jatuh di tanah.

Nur mengambil tas Bora dengan cepat dan membuang semua isinya ke tempat sampah terdekat.

"Ups! Ternyata tas anak walikota murahan sehingga mudah sobek, kami berbaik hati bantu buang ke tempat sampah." Tawa Hannah yang disambut dua teman lainnya.

Tidak ada yang berani mengganggu mereka karena Hannah anak dari pejabat bank negara.

Bora yang dulunya pengecut dan hanya menangis karena panik, mengambil barang-barangnya dengan tenang dari tempat sampah.

Hannah kesal karena diabaikan, lalu menendang punggung Bora hingga masuk ke dalam tong sampah sekolah yang besar.

Tong sampah itu tingginya hanya selutut anak remaja dan bentuknya bundar seperti ban mobil.

Hannah dan kedua temannya tertawa.

Bora tidak membalas dan bangkit lalu mengambil barang-barangnya.

Hannah melempar peringatan ke Bora. "Jangan pernah mengganggu teman aku, gara-gara kamu uang sakunya dipotong selama satu tahun. Harusnya kamu terima saja siraman cat itu."

Bora tidak menanggapi, lalu tiba-tiba muncul ide di benaknya.

Bel sekolah berbunyi dan semua murid sontak masuk ke dalam sekolah, begitupula Hannah dan kedua temannya.

Bora mengambil handphone dan foto barang-barang yang dibuang di tempat sampah, masukkan ke media sosial dan juga tag sekolah. Tidak lupa mengeluarkan rekaman dari awal.

Setelah selesai, dia berjalan meninggalkan sekolah tanpa membawa apa pun. Tubuhnya bau sampah dan kotoran pun dibiarkan, lalu dia nekat berjalan dari sekolah menuju kantor papanya.

Saat jalan, tiba-tiba muncul banyak monitor di depannya. Bora terkejut dan membaca salah satu layar yang dipencet.

Muncul artikel mengenai lomba yang akan dia ikuti. Setelah menyimpan beberapa hal, dia juga mencari jalan pintas untuk pergi ke tempat kerja papanya. Saat ini dompet dia biarkan berada di tempat sampah, orang-orang juga pasti enggan membawa dirinya yang bau sampah.

Bora mencari jalan teraman dan juga tercepat, lalu tanpa sengaja menemukan salah satu puppy yang meringkuk di pojok.

Bora bergegas mengambil puppy yang memakai kalung itu dan mengangkatnya. "Ada apa? Kenapa kamu ketakutan?"

Tidak lama, muncul jenis, nama dan juga selebaran hadiah jika menemukannya.

Rupanya anjing ini jenis husky dan tersesat, kompleks rumahnya pun tidak begitu jauh, dan tawaran hadiah yang diberikan.

Kedua mata Bora terbelalak. "Lima juta rupiah? Astaga!"

Bora mendekap puppy itu berusia lima bulan itu supaya tidak kabur. "Aku harus menemukan tuan kamu!"

Lalu Bora menemukan selebaran yang dipasang di tiang listrik, tidak jauh dari kompleks perumahan, Bora mengambil selebaran itu dan berlari menuju rumah pemilik anjing husky.

Satpam kompleks menghadang Bora dan bertanya alasan masuknya.

Bora menunjukan selebaran di tangan lalu puppy di dalam gendongannya.

Satpam yang mengenalnya segera mengantar Bora sambil memakai masker.

Bora menjadi malu sendiri.

Ketika sampai di depan rumah pemilik puppy, satpam pencet bel rumah.

Seorang anak keluar lalu teriak memanggil ibunya ketika melihat puppy di tangan Bora.

Ibu anak itu segera keluar dan membuka pintu pagar. "Terima kasih sudah menemukannya, anak ini nakal dan sudah hilang selama satu minggu. Adik ketemu dimana?"

"Tidak jauh dari sini, saya lihat dia meringkuk ketakutan dan sepertinya lapar karena saya gendong dia tenang."

"Anak ini memang kalau suka lapar pasti diam. Sebentar, saya ambilkan uangnya dulu."

Bora tidak menyangka hasil penemuannya membuahkan hasil.

Tidak lama ibu itu mengeluarkan uang lima juta untuk Bora. "Apakah tidak masalah membawa uang sebanyak ini? Kenapa tubuh adik-"

Bora hendak mengatakan sesuatu lalu salah satu anak ibu mengenal Bora dan menunjuknya. "Bukankah kamu Bora? Anak calon presiden?"

Ibu itu mengerutkan kening dan mengamati Bora dengan teliti.

Bora tersenyum canggung. "Hallo, nama saya Bora. Maaf, mengganggu."

***

Kepala sekolah mendapat telepon dari kantor walikota lalu mendengar amarah dari orang yang menghubunginya.

"Bagaimana bisa putri saya mendapat perundungan seperti itu?"

"Saya tidak paham dengan maksud bapak, perundungan apa?"

"Coba kamu baca di media sosial anak saya, saya tidak menyangka selama ini dia mendapatkan perundungan di sekolah. Pantas saja dia tidak masuk sekolah selama satu tahun!"

Kepala sekolah segera membuka internet di komputernya dan mencari media sosial milik Bora. Begitu ketemu, dia serasa mendapat serangan jantung.

Kepala sekolah memutus sambungan telepon dan bergegas pergi ke tempat sampah yang difoto, dua guru bk berdiri di depan tempat sampah dan melihat kepala sekolah dengan terkejut.

"Pak kepala sekolah, kami-"

Kepala sekolah angkat tangan supaya tidak ada yang berkomentar lalu melihat tas Bora yang tergeletak di luar tempat sampah lalu isinya berada di dalam tempat sampah.

"Penjaga sekolah melaporkan bahwa ada salah satu siswa yang mendapat perundungan, tas dan isinya tidak diambil. Namun- kami menemukan dompet dan isinya yang masih utuh, ini tas milik anak walikota." Kata salah satu guru bk sambil memberikan dompet Bora ke kepala sekolah.

Kepala sekolah melihat foto di dalam dompet. Bora yang sedang memeluk Bern.

Media sosial sekolah mendapatkan hujatan besar-besaran, kepala sekolah terpaksa memanggil orang tua Hannah dan kedua temannya karena rekaman suara yang disebar Bora.

Para guru saling berdiskusi di dalam ruangan dan terpaksa meninggalkan kelas untuk rapat mendadak.

"Padahal selama ini Bora selalu diam, kenapa dia up ke media sosial? Apakah dia aka membuat malu reputasi ayahnya?"

"Apakah anda tahu, Bora mendapat perundungan di sekolah? Kenapa anda tidak mengatakannya?"

"Bagaimana aku bicara? Yang merundung dia adalah saudaranya sendiri, aku kira itu hanya pertengkaran keluarga. Tidak kusangka bisa separah ini."

Kepala sekolah menatap kecewa para guru yang saling melempar kesalahan, Bora bukan anak yang tidak bisa berpikir cerdas, dia hanya tidak bisa melangkah karena gangguan emosionalnya. Ini merupakan peringatan dari Bora.

SKANDAL PUTRI PRESIDEN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang