"Hari ini saya sangat terharu karena keluarga masih mau menerima anak pemberontak seperti saya, terutama kakak yang tidak bisa hadir." Fendi melanjutkan pidatonya. "Setelah puluhan tahun memikirkan masa lalu yang tidak jelas, akhirnya saya mulai memutuskan masa depan yang masih mau menerima segala kekurangan saya."
Fendi mengulurkan tangan ke arah bawah panggung. "Wanita yang paling saya cintai, dan juga menerima saya apa adanya. Meskipun dia juga tahu masa lalu saya yang sedikit buruk, sebagai tahanan-"
Rina merapikan gaunnya lalu bergegas berjalan menuju panggung, meskipun Fendi tidak menyebut namanya, dia tahu bahwa suami sedang mengharapkan dirinya. Wanita mana yang bersedia menunggu pria yang masuk ke dalam tahanan selama puluhan tahun? Hanya dirinya, Rina seorang.
Para tamu undangan yang tahu tentang Rina, menyingkir untuk memberikan wanita itu jalan.
Fendi tersenyum dan mengganti arah tangannya lalu menyebut nama wanit lain. "Istri saya, Bora Zanitha Rukmasara."
Rina membeku dan berhenti di tempat setelah berjalan cukup dekat menuju panggung, panik dengan ucapan Fendi. "A- apa? Siapa yang disebutnya?"
Bora menghela napas dan tetap di tempatnya, memalingkan wajah dari panggung seolah sedang merajuk. "Huh!"
Aji balik badan dan melihat putrinya sedang merajuk. "Bora. apa yang kamu lakukan? Fendi memanggil kamu."
"Dia tidak panggil aku,dia sedang memanggil istri kesayangannya," jawab Bora dengan perasaaan kesal.
Aji tidak paham dengan perkataan putrinya lalu menoleh ke arah panggung tempat Fendi menunggu, dia menegur Bora tanpa menatap putrinya. "Bora, ada banyak wartawan di sini. Kamu tidak mungkin ingin mengacau, bukan?"
Bora menghela napas panjang. "Kalau begitu, kenapa dia memanggil dia?" tunjuknya dengan merajuk lalu meninggikan suara. "Aku istri resmi Fendi, kenapa dia dengan percaya diri hendak menuju panggung dan menyusul suami aku?"
Laras menertawakan kebodohan Bora. "Kamu bicara apa? Rina jelas-jelas istrinya, apa kamu tidak melihat foto di belakang punggung tuan ketiga?!"
Bora memutar bola mata. "Benar, dia juga tidak menjelaskan kepada aku, kenapa bisa menikah di gereja dan ada pendeta? Bukankah kita menikah secara islam?" tanyanya dengan heran sambil menghentakkan kaki dengan manja.
Bora sengaja melakukan ini untuk memberikan kesempatan kepada Fendi, menjelaskan kepada semua orang tentang hubungan Fendi dengan Rina.
"Hm? Kamu bicara apa, sayang?" tanya Fendi dengan mic. "Siapa yang kamu bicarakan?"
Bora menunjuk belakang punggung Fendi. "Itu foto siapa? Bukannya kamu? Aku saja tidak tahu ada foto itu, bahkan Ber- maksudku, bersama- kita bersama- kita semua!"
Fendi melihat layar di belakang punggung lalu menyeringai. "Ah, foto ini- bukankah pemeran utama pria-nya sudah meninggal?"
Rina menatap bingung Fendi. "Kamu bicara apa? Itu jelas-jelas kamu dan aku."
"Untuk wanitanya, memang benar kamu. Namun bagaimana pria, apakah benar aku?"
Rina semakin tidak memahami Fendi. "Jelas-jelas itu di Inggris dan gaunnya pun pilihan kamu."
Fendi menghela napas panjang. "Benar, aku yang memilih. Namun ada hal yang membuat aku tidak menyangka kamu melakukan pengkhianatan, kamu bisa melihat dengan jelas- siapa yang ada di sana."
Rina mengerutkan kening tidak paham, lalu memperhatikan foto itu sekali lagi. Tidak ada yang aneh.
"Masih tidak ingat?" Fendi tertawa miris. "Aku tidak menyangka bisa ditipu wanita macam kamu, Rina."
Rina tidak paham maksud Fendi.
Arka tersenyum lalu mengganti slide foto dengan menekan remote yang diambil dari saku celana. "Kalau ini, pasti ingat."
Wajah Rina memucat ketika melihat foto selanjutnya, para tamu undangan menjadi bingung.
Fendi menuruni punggung lalu berjalan menuju Bora, menyapa kedua mertuanya terlebih dahulu, sambil memegang mic. "Kamu pasti ingat, tentang foto ini. Makanya kamu tidak pernah menemukannya, karena foto ini disembunyikan oleh kakak pertama, untuk mengolok aku."
Fendi mengulurkan tangan ke Bora. "Sebelum kamu menikah denganku, kamu menikah dengan kakakku secara agama. Lalu keesokan harinya kita menanda tangani surat pernikahan."
Rina berlari mendekati Fendi. "BOHONG! KAMU PASTI BOHONG! LALU KENAPA SELAMA INI KAMU DIAM SAJA? KAMU MENGIKUTI SEMUANYA? AKU BAHKAN TIDAK TAHU ITU RAKA!"
Bora menggelengkan kepala dengan sedih, setelah mendengar penjelasan Bern palsu di kepalanya.
'Pantas saja, tidak muncul data dan juga sejarah pencarian- ternyata si pelaku sudah meninggal, selain itu yang wanita tidak tahu apa pun. Turut bersedih dan berduka cita.'
Fendi menatap lurus Bora dengan sedih. "Karena di hari itu aku mabuk dan begitu bangun tidak ingat apa pun, kamu juga bilang mabuk kan? Malamnya kita terbangun bersama di atas tempat tidur. Aku juga tidak tega mengatakan kalau aku tidak ingat, itu semua jebakan kakak. Ternyata kakak pertama tahu lokasi aku dengan cepat dan berusaha menghancurkan aku melalui kamu-"
Rina terdiam ketika mendengar penjelasan Fendi, bertanya di dalam hati. Bagaimana bisa pria itu tahu semuanya?
Fendi menatap sedih Bora. "Kakak pertama terlibat perdagangan hewan ilegal, kerusakan hutan, dan juga pencurian kayu. Dia mengatur supaya Rina terlibat dan menjadi kambing hitam. Tentu saja, wanita yang aku percaya belum berdamai dengan masa lalu, sehingga dia menangis di pangkuan aku dan minta tolong.
"Dia tidak ingin dipenjara, tapi juga tidak ingin Raka masuk ke penjara. Karena masih mengharapkan cintanya dan juga bisa mendapatkan anak dari pria itu."
Bora menghela napas panjang dan melihat layar di atas kepala Fendi, memperlihatkan potongan video Fendi saat menenangkan Rina dan juga masuk ke dalam penjara.. Tidak ada kebohongan sama sekali.
Rina menggeleng sedih. "Tidak, Fendi. Aku tidak serendah itu, aku memang tidak mau dipenjara karena memikirkan anak-anak, namun aku juga merasa kecewa karena merasa dijebak olehnya. Aku tidak tahu apa pun- aku minta maaf karena sudah membuat kamu seperti itu, maafkan aku."
Fendi yang tidak sabar, menarik Bora hingga masuk ke dalam pelukannya. "Karena itu jangan ganggu aku! Biarkan aku hidup bahagia bersama Bora."
Rina melolong sedih. "Bagaimana bisa kamu melakukan ini kepadaku? Bukankah kamu sangat mencintai aku? Bukankah kamu ingin kita bersama selamanya? Bagaimana dengan anak-anak kita? Bukankah kamu menyayanginya?"
Fendi menjawab dengan tegas. "Tidak, kita sudah bercerai. Alasan apa pun yang kamu keluarkan, tidak akan mengubah keputusan aku. Kita lebih baik bercerai!"
Rina tertawa dan menunjuk Bora dengan kesal. "Ini semua gara-gara dia! Dia tahu siapa kamu, apa bedanya dengan aku yang tahu siapa kamu?! Dia sudah menjadi wanita murahan dengan merayu suami orang!"
Aji tidak terima dengan tuduhan Rina. "Hati-hati kamu bicara!"
Bora memutar bola mata. Pada kenyataannya memang seperti itu, dia menjebak Fendi supaya bisa menikah dengan pria itu.
"Apakah Pak Presiden tidak merasa malu, memiliki anak gila dan pelakor seperti dia?" tanya Rina sambil tertawa. "DIA SUDAH MENGHANCURKAN PERNIKAHAN AKU!"
"Aku dan Fendi memang saling mencintai, tapi jika disuruh memilih- mungkin aku akan memilih kamu."
Rina mengenal suara yang tiba-tiba muncul, itu adalah suaranya sendiri dan percakapan terjadi setelah Fendi masuk ke dalam penjara.
"Meskipun aku tidak bisa memiliki kamu, setidaknya kamu memberikan apa yang aku inginkan."
Raut wajah Rina berubah pucat. Bagaimana bisa mereka semua mendapatkan rekaman itu? Bukankah saat itu di dalam ruangan hanya ada dua orang? Dirinya dan Raka.
Fendi tertawa melihat kebingungan di wajah Rina. "Apakah kamu tidak bisa mengenal kakak aku dengan baik? Dia hobi mencari masalah, mengumpulkan banyak bukti kejahatannya sendiri dan kerja sama dengan orang lain, sehingga tidak hanya dia saja yang diseret."
KAMU SEDANG MEMBACA
SKANDAL PUTRI PRESIDEN (TAMAT)
RomanceSaat ulang tahun ke 17. Bora Zanitha Rukmasara harus menyaksikan anjing kesayangannya dibakar hidup-hidup oleh kedua saudara tiri. Satu tahun kemudian, anjing kesayangannya datang ke dalam mimpi dan menunjukkan masa depan selama satu bulan berturut...