"BERSULANG!"
Hendra dan istrinya, Arka bersama sang istri, lalu Bora serta Fendi. Bersulang dengan bahagia lalu meminum jus buah di gelas masing-masing.
Setelah menghabiskan minuman, Arka tertawa lebar. "Wah, aku beruntung bisa melihat om Fendi yang hebat, saat di rapat para petinggi manajemen perusahaan- mereka sampai tidak berkutik, pengacara memang berbeda dengan pengusaha. Jantungku sempat berdebar kencang ketika membahas masalah serikat buruh."
"Serikat buruh?" Tanya Bora.
Fendi tidak tertarik dengan pujian dan Arka dan sibuk meletakkan ayam di piring istrinya. "Bukan masalah besar, nanti kamu akan paham."
"Apakah karena aku perempuan, makanya kamu bilang begitu?" Tanya Bora yang sedikit tersinggung.
Fendi tersenyum kecut. "Tidak, bukan seperti itu. Hanya saja aku terlalu malas menjelaskan."
Bora menaikkan kedua alisnya lalu mengangguk singkat. "Baiklah, jika kamu bicara seperti itu."
Fendi menepuk kepala Bora dengan lembut. "Jangan marah."
Bora menepis tangan Fendi. "Aku tidak marah kok."
Fendi memeluk Bora. "Ah, iya. Yang tidak marah."
Bora menghela napas dan membalas pelukan Fendi. "Apakah melelahkan?"
"Sedikit."
Hendra, Ratna, Arka dan Nina hanya menatap jijik pemandangan di depan mereka.
"Terima kasih sudah berjuang."
"Uhm"
Hendra berdehem. "Bora, aku berencana mengadakan pesta untuk Fendi. Apakah kamu bisa mengadakan pesta sendirian? Istriku akan membantu."
"Ya, tidak masalah," jawab Bora dengan percaya diri.
Fendi menatap sedih kakaknya. "Tidak! Aku tidak akan pergi ke tempat itu kak."
"Kamu bicara apa? Kamu harus bisa menghadiri pesta untuk bertemu dengan banyak orang." Hendra menegur keras adiknya.
Fendi menghela napas lalu kembali ke pelukan sang istri. "Selamatkan aku, Bora."
Bora berbisik di telinga Fendi.
Fendi yang mendapat bisikan gaib, spontan melebarkan kedua matanya. "Benarkah? Kamu tidak bohong?"
Bora mengangguk.
Fendi tersenyum licik dan kembali bersemangat. "Oke, kak. Aku bersedia menjadi bintang utama."
Bora menghela napas dengan pasrah.
***
Edwin menjadi marah ketika para mahasiswa yang datang ke acara seminarnya lebih mengelu-elukan Aji daripada dirinya, sebagai Gubernur. Kenapa Aji juga ikut datang? Tidak seharusnya dia datang.
Ike yang melihat suaminya dalam kondisi marah, berjalan mendekat dan berusaha menenangkan. "Tidak apa, Aji tidak akan mengganggu kamu." Dia tahu kekhawatiran sang suami.
Edwin menepis tangan Ike. "Kamu tidak tahu masalah apa yang aku hadapi, Aji selalu mendorong aku sampai ke jurang. Memangnya apa yang dilakukannya sampai bisa mendapatkan dukungan sebesar itu? Dia hanya anak kampungan yang tidak tahu apa pun tentang masalah kota."
Ike tidak tahu kenapa suaminya berubah semenjak melihat Aji menjadi presiden. "Dia mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, kamu juga pasti mendapat dukungan yang sama. Kamu hebat dan juga-"
"Memangnya kamu tahu apa?"
"Ya?"
"Kamu tidak tahu apa pun tentang politik, bermainlah dengan anak-anak kamu dan jangan membuat asumsi yang tidak jelas seperti itu." Edwin semakin kesal dengan kalimat Ike.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKANDAL PUTRI PRESIDEN (TAMAT)
RomanceSaat ulang tahun ke 17. Bora Zanitha Rukmasara harus menyaksikan anjing kesayangannya dibakar hidup-hidup oleh kedua saudara tiri. Satu tahun kemudian, anjing kesayangannya datang ke dalam mimpi dan menunjukkan masa depan selama satu bulan berturut...