SEPULUH

171 19 0
                                    

'Pergilah ke rumah sakit swasta yang dekat dari sini, bilang kamu ada janji bertemu dengan profesor Hendra dan sebut saja nama kamu Bora.'

Bora masih mengingat pesan yang diberikan dokter Donny. Setelah diskusi mengenai makalah yang akan diikutkan lomba, dokter Ditya memberikan sedikit saran dan juga perbaikan, besok hari terakhir dia mengumpulkan makalah.

Jam sudah menunjukan lima sore dan sekarang Bora sudah berdiri di depan pintu masuk rumah sakit.

Bora menyemangati diri sendiri dan masuk ke dalam.

"Selamat sore, apakah ada yang bisa saya bantu?" Tanya seorang perawat di lobby.

"Saya ada janji dengan profesor Hendra."

Perawat itu menatap curiga Bora. "Janji untuk?"

Bora tahu tatapan curiga perawat tersebut. "Bora, bilang saja saya Bora."

Perawat itu mendadak teringat sesuatu. "Ah, kamu kan..."

Perawat itu tidak melanjutkan kalimatnya dan bergegas menghubungi seseorang.

Bora mendengar percakapan orang-orang di sekitarnya.

"Bukankah dia anak walikota?"

"Ah, benar. Anak bermasalah itu."

"Kenapa dia datang ke rumah sakit?"

"Jangan-jangan masalah mental health?"

"Sssttt."

Bora bisa mendengar ejekan mereka dan tidak menanggapinya.

"Ayo, ikuti saya." Perawat itu sudah berdiri berhadapan dengan Bora, yang hanya dipisahkan oleh meja resepsionis yang tingginya mencapai dada Bora.

Bora mengikuti perawat itu.

***

Rina berjalan mondar mandir di dalam bilik asmara.

Seorang pria memakai pakaian tahanan masuk dan terkejut melihat wanita yang dinikahinya ada di dalam. "Rina?"

"Suamiku." Rina segera memeluk suaminya dengan wajah hampir menangis. "Aku merindukan kamu."

Pria itu tetap diam dan tidak bergerak. "Apa yang kamu lakukan di tempat ini? Bilik asmara?"

"Suamiku, aku hanya ingin merayakan hari jadi-"

Belum selesai Rina bicara, pria itu mendorong tubuh istrinya untuk menjauh.

"Beritahu aku apa yang sebenarnya terjadi, aku bukan pria nafsu seperti yang kamu bayangkan sebelumnya."

Rina yang putus asa melepas semua pakaiannya, yang tersisa hanya pakaian dalam. "Aku hanya merindukan kamu, sebagai seorang istri har-"

Pria itu mencekik leher istrinya dengan kedua tangan.

Rina berusaha melepaskan tangan sang suami dan menepuknya dengan susah payah.

"Kamu kira aku tidak tahu apa yang kamu lakukan di luar sana? Aku rela dipenjara supaya kamu tidak masuk penjara, tapi apa yang terjadi? Kamu bersenang-senang di luar?" Tanya pria itu di hadapan Rina.

Wajah tampannya masih ada, namun tubuh kurus dan juga cambang yang menghiasi wajah menutupi semua. Dia melempar istrinya ke tembok hingga menimbulkan bunyi.

Rina ketakutan dan berteriak minta tolong, dua petugas sipir masuk dan menangkap pria itu, hingga tangannya diborgol ke belakang.

Rina menyentuh lehernya dengan ketakutan.

Pria itu tersenyum sinis. "Jika kamu memang mencintaiku, seharusnya kamu berusaha keras menyelamatkan aku, bukan tidur dengan banyak pria.

Rina menggeleng sedih. "Bukan, kamu salah. Aku hanya difitnah oleh orang tidak bertanggung jawab."

SKANDAL PUTRI PRESIDEN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang