KUNJUNGAN ISTRI FENDI

123 17 0
                                    

Fendi yang sedang bermain lato-lato berwarna merah seperti buah strawberry di penjara karena bosan, tiba-tiba mendapat kunjungan dari istrinya, Rina. Kali ini Rina tidak minta ruang untuk pasangan, tapi lebih memilih ruang pertemuan khusus untuk keluarga yang menjenguk.

Fendi menyipitkan kedua matanya ketika Rina muncul bersama anak bungsunya yang masih balita.

"Lihat, itu ayah." Tunjuk Rina.

Fendi tidak menanggapi anak itu yang ketakutan melihat dirinya. Dihukum sepuluh tahun penjara karena kasus penipuan yang dilakukan Rina.

Fendi masih ingat, bagaimana Rina menangis dan berlutut di kakinya lalu bersikeras mengatakan tidak bersalah.

Fendi juga tidak sanggup membayar uang para korban Rina, dia lebih memilih masuk penjara daripada menghabiskan uang simpanan untuk anak-anak di luar negeri. Beruntungnya, Fendi tidak pernah cerita ke Rina maupun anak-anak mengenai harta di luar negeri, namun mereka menghabiskan harta Fendi yang ada di Indonesia.

Berkat jatuhnya Fendi, Rina kembali bekerja di bidang komnas HAM.

Rina kecewa melihat tanggapan Fendi terhadap anak mereka yang masih balita. "Dia masih kecil, pasti takut dengan orang asing. Kamu jangan marah ya."

Fendi menghela napas panjang. "Aku tidak marah, buat apa aku marah untuk hal yang tidak penting?"

Rina duduk di kursi, berhadapan dengan Fendi sementara anak balita mereka mulai merengek.

"Anak kecil masih rentan, kenapa kamu bawa dia ke sini?" Tanya Fendi.

"Dia bilang ingin bertemu dengan Ayah, bagaimana bisa aku melarangnya?"

"Dia tidak perlu bertemu dengan aku, dia masih bisa bermain bebas tanpa aku."

Rina memeluk erat anaknya. "Kenapa kamu bicara seperti itu?"

"Kamu selalu datang dengan tujuan, apa yang kamu inginkan?"

"Tujuan? Tentu saja tujuan aku menjenguk kamu."

Fendi tertawa kecil lalu menatap Rina dengan tatapan sinis. "Menjenguk? Kalau begitu, mau tukar tempat denganku?"

Rina bergidik jika membayangkan, harus masuk penjara. "Sayang, ada apa? Kenapa suamiku bersikap kasar seperti ini?"

"Aku hanya lelah, tidak bermaksud kasar. Untuk sementara, jangan kunjungi aku, tidak baik juga dengan pekerjaan kamu sekarang."

Rina menggigit bibir dengan khawatir. "Apakah kamu sudah tidak mencintai aku lagi?"

Fendi mengusap wajah dengan kedua tangan.

"Fendi, aku tahu di masa lalu telah melakukan banyak kesalahan yang merepotkan kamu. Tapi, aku berusaha memperbaiki semua kesalahan. Tolong, maafkan aku."

"Jika kamu merasa menyesal, jangan mengunjungi aku di penjara lagi."

"Tapi, kamu pasti sendirian di penjara." Rina tidak ingin melepas Fendi. "Aku mencintai kamu."

Fendi tertawa mengejek. "Jika kamu cinta padaku, pasti bisa menghargai semua keputusan aku, lagipula setiap kamu datang- tidak pernah membawakan aku sesuatu, hanya muncul di kamar untuk pasangan."

Rina telah melupakan hal itu dan memutuskan berkelit. "Bukannya aku tidak mau mengirim barang, untuk masuk ke sini harus diperiksa, selain itu uang juga tidak begitu banyak."

"Kamu mendapatkan uang dari kakak ipar, bagaimana bisa kamu tidak punya banyak uang?"

"Sayang, apakah sekarang kamu sudah curiga padaku? Sekarang harga pokok banyak yang naik, anak-anak juga ada kebutuhan sendiri." Rina susah payah menjelaskan pada Fendi. "Aku tidak pernah main mata dengan pria lain."

Fendi tetap tidak percaya, namun tidak mengatakannya di depan Rina. "Aku terlalu malas untuk membahas hal yang tidak penting, biarkan aku istirahat."

Rina menggeleng cepat sambil memeluk erat anaknya. "Aku tidak bisa hidup tanpa kamu."

Fendi menatap dingin Rina dan berkata dengan nada rendah. "Apakah kamu ingin aku ceraikan sekarang juga?"

Rina mendongak lalu menatap heran Fendi. "Kenapa kamu berkata seperti itu?"

Fendi melempar lato-lato di tembok untuk mengintimidasi Rina, dia lupa ada balita di dalam pelukan istrinya.

Balita itu menangis ketakutan di dalam pelukan Rina.

Rina berusaha menenangkannya. "Fendi-"

Fendi merasa bersalah, tapi tidak ditunjukkan. Dia memilih keluar dari ruangan.

Rina yang berusaha menenangkan anaknya, menjadi bingung, siapa lagi yang bisa dia andalkan? Padahal dia ingin meluluhkan hati Fendi.

Fendi yang sudah keluar dari ruangan, bertemu seorang pria berkaca mata dan tidak dikenalnya.

"Apakah anda Efendi?" Tanya pria itu dengan hati-hati.

Fendi mengerutkan kening. "Apa?"

"Ah, saya datang ke sini untuk mengurus dokumen anda."

"Dokumen?"

"Ya. Selamat, anda sudah bisa keluar dari penjara."

"Apakah kakakku yang melakukannya? Katakan saja, aku tidak akan keluar dari sini meskipun dia yang menyuruh!"

"Nama saya Bagas, saya paham dengan masalah anda. Tapi, yang mengeluarkan anda adalah salah satu kenalan anda yang prihatin dengan kasus yang menimpa anda sekarang."

"Siapa orang bodoh yang mau melakukan hal itu?"

"Papa."

Fendi balik badan begitu mendengar suara yang dikenalnya, terkejut melihat sosok Bora yang sudah tidak memakai baju rumah sakit berwarna merah muda. "Kamu- sudah tidak di rumah sakit?"

Bora mengangguk. "Ya, lihat 'kan? Aku cantik dan muda, lebih bagusan aku daripada wanita itu."

Fendi menunjuk Bora, lalu bicara pada Bagas. "Apakah dia klien kamu? Katakan saja pada dia, untuk memeriksa isi otaknya yang tidak beres. Bagaimana bisa mau bersaing dengan pria yang tidak memiliki uang sama sekali."

Bagas memperbaiki letak kaca mata dan menjawab dengan santai. "Anak muda zaman sekarang yang bisa mencari uang, pasti lebih memilih kenyamanan dan keamanan hidup. Dia sudah memilih anda, harusnya anda bersyukur."

Fendi mengerutkan kening dan tidak bisa berkata-kata.

Bora menengahi mereka berdua. "Hm? Waktu itu aku bawakan lato-lato supaya kamu tidak bosan, apakah disita polisi?"

Fendi menatap jengkel Bora dan berteriak di dalam hati. Jadi kamu biang keladinya?!

Bagas bicara ke Bora. "Saya akan menangani administrasi dan juga dokumen yang diperlukan, dalam waktu kurang dari satu bulan, beliau bisa keluar."

Bora bertanya pada Bagas. "Jangan lupa dengan kasus penipuan yang menimpa calon suami saya, saya tidak akan biarkan mereka menyentuhnya seujung rambut."

Bagas mengangguk. "Ya, saya akan mengurus hal itu juga. Anda tidak perlu khawatir."

Fendi semakin pusing dengan percakapan pengacara dan juga Bora, mereka membahas hal yang seharusnya tidak perlu dilakukan baginya.

Fendi bicara ke Bora dengan nada tegas. "Aku tidak mau keluar dari penjara, aku tidak bisa membayar kompensasi kerugian yang dialami-"

Bora menatap marah Fendi. "Diam!"

Fendi terdiam.

"Aku tidak peduli dengan masa lalu kamu. Jadi, jangan membahas hal yang tidak penting lagi."

"Kamu rela menjadi simpanan aku? Aku tidak bisa menceraikan Rina semudah itu!"

"Kalau begitu jangan cerai." Bora mengikat rambut menjadi ekor kuda. "Jika tidak bisa cerai, maka jangan cerai."

Fendi tidak tahu, setan apa yang saat ini sedang hinggap di Bora. "Kamu- serius-"

"Aku jauh lebih serius daripada siapa pun," ucap Bora.

SKANDAL PUTRI PRESIDEN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang