JEBAKAN BORA

129 13 0
                                    

Fendi tidak bisa berkomentar banyak ketika melihat seorang perempuan muda, memakai baju rumah sakit berwarna merah muda dengan mulut cemberut, muka sembab dan kaca mata baca duduk di hadapannya, membawakan buah strawberry yang dimasukan ke dalam plastik mika dan sepertinya dijual di pinggir jalan. 

Fendi juga tidak bisa mengeluarkan kritikan tajam ketika melihat aura sedih di sekitarnya. "Jika kamu masih ingin istirahat, kamu tidak usah menjenguk aku."

Bora menggeleng lalu mulai menangis sambil melepas kaca matanya.

Fendi menjadi panik, tidak ada tisu ataupun sapu tangan, di dalam ruangan hanya ada mereka berdua. "Aku- tidak tahu kenapa kamu menangis, tapi aku-"

Bora menggeleng lagi. "Tidak, aku tidak butuh hiburan. Aku hanya ingin menangis saja."

Fendi menghela napas panjang. "Aku bukan pendengar yang baik, tapi jika kamu butuh teman untuk berkeluh kesah- aku tidak cocok melakukannya."

Bora tertawa kecil, meskipun masih menangis. "Aku juga tidak mengharapkan penghiburan dari orang lain, rasanya memalukan semalam dipeluk Profesor seperti anak kecil."

"Hm? Kakakku? Dia melakukan apa kepada kamu?"

"Menenangkan aku, rasanya seperti dipeluk Ayah."

"Ah, kamu jangan terlalu percaya pada kakakku. Dia pria brengsek, percayalah kepadaku."

Bora masih belum tahu informasi detail profesor, tapi tidak ada salahnya mendengar perkataan Fendi. "Ya."

Fendi menghela napas panjang, seolah ada batu yang menghimpitnya. "Jadi, kamu datang ke sini untuk apa? Dengar, aku tidak akan berubah pikiran meskipun kamu menjebak ak-"

Fendi berdiri dan berusaha menutupi pakaian Bora dari kamera cctv di belakangnya. "Apa yang kamu lakukan?"

"Aku hanya tidak ingin kamu lepas dariku." Bora hanya membuka kancing teratas karena merasa gerah.

"Hah! Anak kecil, jangan berkata hal yang memalukan seperti itu! Aku tidak akan terpikat."

Bora bertanya. "Lalu bagaimana caranya supaya aku bisa menjadi istri kamu?"

"Hah! Sekarang kamu tidak bersikap formal lagi?" Fendi kembali duduk di tempatnya. 

"Karena kita akan menikah? Bukankah kamu sudah setuju akan menikahi aku ketika sudah membawakan uang lima puluh juta? Aku bisa mengirimnya sekarang juga."

Fendi menghela napas lagi.

"Jangan seperti om-om tua, kamu akan menikah denganku." 

"Kemana anak kecil yang menangis tadi? Dengar ya, anak kecil. Kamu tidak bisa sembarangan menikah dengan orang lain dan merusak masa depan sendiri, hanya karena merasa kecewa pada orang lain."

"Aku sudah bilang-"

Fendi mengangkat kedua bahu dengan santai. "Aku sudah punya anak dan istri, tidak mungkin aku meninggalkan mereka. Aku bukan pria mata keranjang yang lebih suka daun muda."

Bora mengepalkan kedua tangan di atas meja. "Aku tidak masalah jika kamu masih mempertahankan pernikahan sebelumnya."

Bora tahu bagaimana setianya Fendi terhadap istri dan anak, yang penting dia mengalah saja. Toh yang Bora inginkan bukan cinta, melainkan perlindungan.

Fendi sudah menduga Bora sudah gila, kalau tidak begitu dia sedang bertaruh atau-

Fendi menatap curiga Bora. "Apakah kakak menyuruh kamu?"

Bora fokus melihat layar di atas kepala Fendi dan merasa frustasi. Layarnya masih gelap. Bagaimana caranya aku menyakinkan dia?

"Ada apa? Kamu tidak bisa menjawab?"

SKANDAL PUTRI PRESIDEN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang