Fendi melihat Bora sudah tertidur lelap di kursi tunggu rumah sakit hewan. Sudah jam sembilan pagi, pasien dan pemiliknya sudah berdatangan, mereka tidak berani mengganggu Bora yang ketiduran dan memilih cari kursi lain di ruang tunggu.
Fendi menghela napas panjang, tubuhnya juga lelah. Namun mereka harus pulang ke rumah. Dia berjalan menuju tempat istri mungilnya yang tertidur dan tersenyum. "Hm, ternyata kamu tidak mengorok. Apa sudah sadar diri sekarang?"
"Apa? Bora mengorok?"
Fendi terkejut, keponakannya sudah berdiri di belakang.
Ditya nyengir tidak bersalah. "Kalian bisa menginap di hotel dekat sini, pasti melelahkan bekerja semalaman dengan tubuh mungilnya. Aku khawatir dia masuk angin karena memakai pakaian tipis.
Ya, Fendi dan Bora memakai pakaian resmi saat makan malam dan tidak sempat ganti baju karena target melaju kencang ketika dikejar.
"Pakai taksi saja, kelihatannya Paman juga lelah."
Fendi mengangguk dan tidak menjawab, menggendong Bora di depan dan bicara ke keponakannya. "Jangan lupa mengenai hadiah."
Ditya mengangkat kedua jari jempolnya. "Tenang saja, kami tidak akan merampok hadiah untuk kalian. Setelah pemilik memberikan hadiah, aku langsung berikan ke kalian."
Fendi mengangguk puas lalu berjalan pergi keluar rumah sakit hewan milik keponakannya.
Ditya menghela napas panjang ketika melihat pasangan suami istri berjalan keluar, khawatir pada Bora dan Fendi yang masih memiliki musuh,
"Ditya, Papa ingin kamu operasi salah satu anjing korban semalam," kata Hendra sambil masuk ke ruang tunggu, membawa hasil rontgen. "Beberapa ada yang mengalami patah tulang, kemungkinan berdesakan atau kandang sempat jatuh."
Ditya balik badan. "Lalu anjing-anjing ini mau di bawa kemana semua?" tanyanya. "Kita tidak mungkin menampung terlalu lama."
Anjing yang diselamatkan ada sekitar delapan puluh lima ekor. Bayangkan mobil pick up dengan membawa ratusan anjing, dimasukan ke dalam kandang sempit dan berdesakan. Beberapa ada yang mati karena tergencet, dan karena tidak mau ambil rugi, tentu saja mereka akan tetap memakan bangkai anjing itu. Yang mati hanya sepuluh ekor dan terpaksa menjadi bahan penelitian untuk dokter hewan muda latihan. Tujuh puluh lima sisanya dipisah menjadi anjing peliharaan dan anjing liar.
"Kebanyakan anjing peliharaan dalam kondisi stres karena berdesakan dengan anjing lain, sehingga mereka bertengkar dan menjadi terluka. Mama kamu sudah mengobati yang terluka ringan, ada yang parah sampai harus diamputasi, entah pemilik sebelumnya mau menerima kondisi anjingnya atau tidak."
"Bagaimana dengan biaya rumah sakit?" tanya Ditya.
"Kita bekerja sama dengan shelter setempat dan mereka mau membantu untuk mencarikan dana para anjing ini, lalu setelah dioperasi, kita pindahkan langsung ke shelter."
"Kenapa tidak di rumah sakit dulu? Tunggu sampai sembuh."
"Masalahnya ada banyak kasus masuk, kita tidak bisa mengabaikan yang emergency. Kapasitas kita terbatas, Ditya."
Ditya baru menyadarinya. "Benar, maafkan aku."
Hendra menepuk pundak putranya lalu menyerahkan hasil rontgen salah satu anjing yang patah tulang. "Atasi mereka semua, aku akan mengatasi pasien lainnya."
Ditya mengangguk. Saat ini mereka membutuhkan banyak uang untuk menutup pengobatan anjing-anjing tersebut, tidak bisa hanya menunggu donasi saja. Hendra salah satu dokter hewan terkenal dan juga mampu menangani pasiennya dengan baik, sebagai veterian senior, tentu saja untuk bisa ditangani olehnya diberikan patokan tinggi. Untuk hewan domestik diberikan harga dua ratus ribu rupiah per ekor, sementara untuk non domestik diberikan harga dua kali lipat.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKANDAL PUTRI PRESIDEN (TAMAT)
RomanceSaat ulang tahun ke 17. Bora Zanitha Rukmasara harus menyaksikan anjing kesayangannya dibakar hidup-hidup oleh kedua saudara tiri. Satu tahun kemudian, anjing kesayangannya datang ke dalam mimpi dan menunjukkan masa depan selama satu bulan berturut...