Bora masuk ke dalam mobil, sementara Efan mengomel di depan Ditya.
Ditya terbelalak tidak percaya. "Bora mengatakan itu?"
"Ya, dia melamar langsung."
"Gila! Apa sih yang ada di dalam pikirannya?"
Efan mengangkat kedua bahu.
Ditya menepuk pundak Efan dan mengucapkan terima kasih, lalu masuk ke dalam mobil.
Mobil berjalan keluar penjara, Ditya bertanya pada Bora. "Kamu melamar-"
"Ya, aku ingin dia menikah denganku."
"Bora."
"Dokter, aku tidak tahu di masa depan apakah masih ada atau sudah pergi dari dunia ini- banyak yang tidak menyukai papa." Bora menjelaskan ke Ditya. "Mungkin saja aku akan mati lebih cepat."
Ditya memukul kepala Bora. "Jangan bicara hal yang tidak masuk akal! Cepat tarik kembali!"
Bora mengusap kepalanya yang dipukul dan menatap kesal Ditya. "Dokter tidak tahu apa yang aku lihat di masa depan!"
Bora yang menyadari kesalahannya, sontak terdiam. Ditya mengarahkan mobil ke pinggir jalan dan menatap tajam Bora.
"Apa maksud kamu?" Tanya Ditya.
Bora mengalihkan tatapannya dengan canggung. "Bern menunjukkan masa depan di dalam mimpi, jika dia masih hidup. Aku, dia dan papa akan mengalami kecelakaan lalu dihakimi oleh massa. Makanya Bern lebih memilih menyerah dan pergi dari dunia ini."
Ditya mendengarkan cerita Bora yang dianggap tidak masuk akal bagi orang lain.
Bora bertanya ke Ditya dengan nada penasaran sekaligus sedih. "Dokter percaya dengan semua cerita aku?"
"Kamu selalu berulang kali tanya hal yang sama. Sekarang aku balik, apa untungnya kamu berbohong kepadaku?" Tanya Ditya.
Bora yang masih belum berani menatap Ditya, terdiam.
"Teruskan, apalagi yang ditunjukan Bern?"
Bora menutup mata dengan sedih. "Saat aku sudah tidak ada di dunia ini, pria itu datang dan menyuruh Bern disatukan dengan aku. Dia sangat memahami keinginan aku, karena itu-"
"Kamu ingin menikah dengannya?" Tanya Ditya.
Bora mengangguk singkat. "Aku sudah tahu apa yang ada di dalam pikiran keluarga, mereka tidak menginginkan keberadaan aku. Karena itu, jika di tengah jalan aku tidak ada di dunia inu lalu dokter sibuk, aku harus mengandalkan siapa?"
Ditya benar-benar tidak percaya dengan jalan pikiran Bora. "Bora, masa depan kamu masih panjang. Aku wali kamu sekarang, aku bisa melindungi dan menjamin masa depan kamu."
"Dokter, di masa depan anda tidak ada di penglihatan aku. Tidak ada berita tentang dokter, aku takut saat itu tiba- dokter pergi ke luar negeri atau ke tempat yang jauh dan tidak bisa melindungi aku."
"Bora."
"Aku mohon dokter, biarkan aku mengambil keputusan ini dan melindungi diri sendiri. Aku hanya ingin berjaga-jaga di masa depan, aku tidak ingin terus-terusan berlindung di belakang Profesor dan Dokter, aku juga tidak ingin melibatkan kalian ke dalam balas dendam."
Ditya tidak bisa berkomentar.
***
Setelah kejadian Bora menjebak adik profesor Hendra, ayah kandung Ditya, memutuskan bertemu dengan adik kandungnya sambil membawa es krim strawberry dan minuman boba strawberry. Di sore hari.
"Bagaimana rasanya dijebak anak kecil berusia delapan belas tahun? Selamat!" Ucap Hendra sambil minum es kopi kekinian.
Fendi, adik kandung Hendra yang berusia tiga puluh delapan tahun dijebak anak kecil yang usianya dua puluh tahun lebih muda, menjadi kesal. "Apakah hanya itu tujuan kalian membawa anak itu kemari?"
"Tidak, aku hanya ingin dia belajar dari kamu. Ternyata dia punya pemikiran sendiri, anak kecil zaman sekarang memang menakutkan."
Fendi mengambil es krim dan mengaduknya dengan sekuat tenaga. "Aku sudah punya anak dan istri, kenapa dia bersedia menjadi simpananku?"
"Karena dia tahu betapa jahatnya istri sah yang sekarang, aku rasa dia ingin bersaing dengan istri sah."
Fendi memakan es krim. "Kakak, istriku tidak tahu siapa keluargaku tapi dia tahu kamu. Jadi-"
Dia yang dimaksud Fendi adalah Bora.
"Dia tahu aku, tapi tidak tahu latar belakang keluarga kita. Aku sekarang melindungi Bora hanya karena dia anak calon presiden yang paling menjanjikan untuk keuntungan aku."
"Keuntungan kakak atau bisnis keluarga kita?"
"Keduanya." Hendra menjawab dengan jujur. "Kenapa tidak memanfaatkan untuk keduanya?"
"Apakah kakak sudah gila?" Tanya Fendi.
Hendra menggeleng santai. "Di masa depan, kita akan berhadapan dengan orang-orang licik, aku harus melakukan kelicikan terlebih dahulu."
Fendi menatap tidak mengerti Hendra. "Maksud kakak?"
"Istri kamu membuat ulah lagi, dia membuat postingan di media sosial mengenai kegiatan kami di Kalimantan. Apakah aku bisa membiarkan hal ini terjadi terus-terusan?" Tanya Hendra ke adiknya.
Fendi tidak tahu harus menjawab apa, saat ini hal terbaik melindungi keluarganya adalah masuk penjara. Jadi, dia tidak tahu berita apa pun di luar sana. "Aku tidak tahu apa yang terjadi, kakak selalu cerita hal yang sama. Kakak ingin aku bercerai dengan Rina? Bermimpilah!"
"Apa kamu mencintai Rina?"
"Tentu saja, dia istriku."
"Apakah aku harus membunuh Rina, supaya kamu keluar dari kesulitan yang ditimbulkannya?"
"KAKAK!" Bentak Fendi. "Aku sudah bersumpah setia untuk menjaga keluarga kecil kami! Kenapa kakak tidak mengerti sama sekali?"
"Karena dia membuat ulah duluan, seandainya dia tidak menyinggung pekerjaan kami dengan alasan yang tidak masuk akal! Aku akan melindungi dia!"
"Kakak!"
"Apakah kamu tahu, dia berusaha menemui aku dan ingin naik ke tempat tidurku? Dia sangat membenci istriku!"
Fendi menutup wajah dengan kedua tangan. "Aku tidak akan percaya jika tidak melihatnya langsung, bisa saja kakak berbohong!"
"Aku punya cctv, kamu mau melihatnya?"
Fendi tidak ingin perasaannya sakit, dia mencintai Rina dengan tulus. "Tidak, aku percaya dengan Rina. Semua rekaman yang kakak tunjukan pasti sudah diedit. Kakak punya kekuasaan besar untuk menekan aku."
Hendra tahu masa lalu apa yang dijalani adiknya. Ibu yang terlalu bias terhadap anak sulung dan calon pewaris, mengabaikan dua anak yang bukan pewaris serta tidak bisa dididik.
"Aku bukan ibu ataupun kakak yang bisa menekan orang lemah. Aku mengambil alih kekuasaan demi keluarga kita."
Fendi tidak percaya.
"Fendi, jika kamu tetap bertahan di tempat seperti ini- aku bisa pastikan hidup kamu tidak akan lama lagi."
"Kakak akan membunuhku? Sudah aku du-"
"Bukan aku yang membunuh kamu, tapi istri kamu. Jika tidak percaya, aku bisa menunjukkan perut besarnya." Hendra menyeringai puas. "Ternyata kamu sendiri tidak percaya pada istri yang dicintai, sudah berapa lama kamu tidak tidur dengannya?"
Fendi hanya ingin membuktikan kepercayaan yang dibangunnya selama ini, bukan kebohongan yang dibuat-buat. Dia mengambil semua camilan yang dibawa kakaknya dan keluar dari ruangan.
Hendra memberikan nasehat untuk adiknya, sebelum keluar. "Kapan lagi ada anak kecil yang mau menikah dengan tahanan? Bukankah saat ini kamu tidak punya banyak uang?"
Fendi pergi keluar tanpa berkomentar.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKANDAL PUTRI PRESIDEN (TAMAT)
RomansaSaat ulang tahun ke 17. Bora Zanitha Rukmasara harus menyaksikan anjing kesayangannya dibakar hidup-hidup oleh kedua saudara tiri. Satu tahun kemudian, anjing kesayangannya datang ke dalam mimpi dan menunjukkan masa depan selama satu bulan berturut...