NARKOLEPSI

118 19 1
                                    

Fendi memang sudah tahu tujuan Bora menikahinya, hanya untuk menjaga tubuhnya yang sudah meninggal supaya bisa menyatu dengan Bern. Namun, Fendi tidak mau mendengar alasan itu lagi karena mereka berdua sudah menjadi satu. Jika Bora meninggal, lalu dirinya dengan siapa? Menikah lagi? Apakah di dunia ini masih ada orang yang tulus mencintainya?

Fendi menggenggam tangan Bora dengan cemas. "Tolong jangan berpikiran seperti itu, bukankah kita sudah berjanji akan selalu bersama?"

Bora menatap polos Fendi. "Kapan?"

"Bora-"

Guru menepuk tangannya untuk menarik perhatian kedua pasangan yang ternyata memiliki tujuan akhir berbeda. Yang satu siap mati kapan pun sementara yang lain tidak mau ditinggalkan. Jika mereka berdua masih mempertahankan pemikiran seperti itu, bisa-bisa keluarga Tsoejipto akan mendapat sial. "Baik, aku sekarang sudah mengerti akhir tujuan kalian yang melenceng jauh. Satunya siap mati dan satunya lagi hanya mengikuti arus."

Bora dan Fendi paham, siapa yang dimaksud guru mereka.

"Karena itu, aku akan memberikan saran untuk kalian berdua. Balas dendam tidak pernah baik, bagi sebagian orang, namun jika kita tidak balas dendam- tidak akan ada kepuasan sendiri di dalam hati. Karena itu, aku ingin kalian berdua menulis untukku."

Bora dan Fendi memiringkan kepalanya bersamaan.

"Menulis di sini dalam artian, kalian berdua harus menulis satu lembar kertas yang aku berikan, bolak balik. Tulis cerita yang ada di dalam pikiran kalian. Seperti cerita di dalam film."

Fendi masih tidak paham. "Bukannya anda ingin mengajarkan kami tentang sejarah keluarga?"

"Ya, memang. Akan aku ajarkan setelah kalian menulis plot kepadaku. Hari minggu selanjutnya kita bertemu lagi, jadi aku harapkan kalian sudah menyelesaikannya."

Bora terkejut karena tidak pandai mengarang indah, sementara Fendi yang terbiasa membaca, tidak merasa terbebani.

Bora mengangkat tangan dan berkata dengan jujur, "Guru, aku tidak bisa mengarang indah. Apakah boleh membayar suami untuk membuat cerita karangan?"

Fendi terkejut dengan pertanyaan Bora, lalu tertawa geli.

Bora menatap suaminya dengan tatapan permusuhan. "Apa? Kamu mau menolak? Ada yang lucu? Kenapa malah tertawa?"

Fendi menggelengkan kepala sambil melambaikan tangan sebagai tanda tidak lalu mengalihkan kepalanya ke arah lain. Baru kali ini mendengar seorang murid berkata jujur dan terang-terangan akan membayar orang lain untuk mengerjakan pekerjaannya. 

Bora cemberut sekaligus kesal pada Fendi. 

Guru menghela napas, memikirkan murid macam Bora, benar-benar membuat kepalanya sakit, karena pelajarannya bukan bernilai akademik dan hanya pelajaran non-formal untuk mendapat pengetahuan dasar, dia mengubah aturan untuk Bora. "Selama cerita itu berasal dari kamu, aku tidak akan keberatan. Aku tahu kamu juga membuat kepala keluarga mengerjakan lomba."

Bora menjadi malu. "Kenapa anda bisa tahu? Apakah kakak ipar yang mengatakannya?"

Guru sekali lagi menghela napas. "Karena aku yang mengerjakan tahap akhir."

Tawa Fendi meledak ketika mendengar jawaban dari guru.

Bora tidak bisa mengatakan apa pun dan hanya menundukkan kepala dengan wajah merona. Profesor benar-benar berhasil mempermalukan dirinya.

Guru menasehati Bora. "Seharusnya kamu bisa memahami kondisi kepala keluarga yang sangat sibuk, beliau tidak hanya menangani satu atau dua pekerjaan. Karena itu, beliau menyerahkan tugas ke saya, dan juga jangan terlalu marah ke beliau."

SKANDAL PUTRI PRESIDEN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang