KELUARGA TIRI BORA

109 13 1
                                    

Aji marah begitu mendengar berita bahwa Bora melakukan kecurangan. "Anak kurang ajar itu- dia bukannya bertobat, malah ingin menghancurkan karier aku?"

Yuni berusaha menenangkan Aji. "Jangan seperti itu, Bora masih muda dan tidak paham, harusnya kamu menasehati dia saja."

Laras mengangguk setuju. "Anak seperti itu jika kita terlalu keras, maka dia akan semakin keras. Tidak perlu khawatir, dia juga sudah dewasa."

"Tapi ada massa berdiri di depan gerbang dan telah menuduh aku melakukan kecurangan."

Yuni berpikir lalu memberikan jawaban. "Bagaimana jika kamu mengumumkan, sudah tidak bertanggung jawab pada kehidupan Bora? Toh, kamu juga sudah tanda tangan perpindahan wali ke dokter hewan itu, bukan?"

Sebagai Presiden Indonesia, Aji selalu tegas dan dikabarkan tidak mudah terpengaruh oleh lawan politiknya, jika mereka mulai menyerang dirinya. Namun, saat di rumah, Aji lebih mudah terpengaruh istrinya karena sang istri yang mengurus rumah tangga. Intinya, Aji percaya seratus persen pada perkataan istri daripada orang lain.

Hal itulah yang membuat Bora sakit hati dengan perilaku sang Ayah. Namun, Aji tidak pernah menyadarinya karena tidak ada yang memberitahu letak kesalahan dia.

"Bora masih anakku, bagaimana bisa aku lepas tanggung jawab?" Aji tidak setuju dengan saran Yuni.

Yuni menggeleng. "Tidak, hanya di permukaan saja, kamu masih tanggung jawab padanya. Jika kita tidak melakukannya, pekerjaan kamu pasti akan terseret. Ini demi Bora dan dua anak kamu yang lain."

Aji merenung.

Laras menambahi. "Papa tidak perlu memikirkan yang lain, sisanya akan kami tangani."

Aji mengangguk. "Baik, jika itu yang kalian semua inginkan. Tapi dengan satu syarat, jangan sakiti putriku, jika dia ingin bertemu, pintu terbuka lebar untuknya."

Laras tidak suka dengan perkataan ayah tirinya, namun tidak diungkapkan. "Ya."

Yuni tersenyum. "Tidak perlu melakukan konferensi pers karena kamu terlalu sibuk, cukup umumkan saja di media sosial bahwa Bora sudah dewasa dan kamu tidak bertanggung jawab pada hidupnya lagi, setelah keluar dari rumah, toh dia sendiri yang meminta."

Aji mengangguk lalu memanggil salah satu bawahannya untuk membuat postingan di media sosial, terkait dengan Bora.

Tidak butuh waktu lama, dua hari kemudian, tim Presiden mengeluarkan pernyataan di akun media sosial Presiden.

'Terima kasih sudah peduli dengan putri sulung saya, Bora. Namun, untuk permasalahannya, kami tidak tahu apa pun dan tidak akan bertanggung jawab apa-apa karena Bora lebih memilih hidup sendiri daripada mengikuti salah satu orang tuanya.

'Sebagai seorang Presiden sekaligus ayah kandung, saya juga sakit hati mendengar perilakunya yang menyimpang. Saya minta maaf dan akan menegur Bora jika bertemu. Saya harap untuk pihak terkait yang sakit hati dengan perilakunya, memaafkan tindakan Bora yang masih belum dewasa.'

Bersamaan dengan postingan Aji, istrinya juga sudah mengeluarkan pernyataan dan menunjukkan surat wali baru untuk Bora.

'Ini adalah surat perpindahan wali sekaligus persetujuan, suami saya sudah tidak bertanggung jawab pada kehidupan Bora, sebelum menjadi Presiden. Saya dan suami menyadari banyaknya kekurangan untuk tidak bisa mendidiknya dengan baik, karena itu tolong dimaafkan.'

Yuni yang sudah mengirim pesan tersirat, membuat netizen semakin kepanasan. Laras tidak lupa memberikan bumbu yang terbaik.

'Orang tua aku berjuang keras supaya Bora bisa dididik dengan baik, pada kenyataannya mereka harus merasakan kesedihan karena tidak bisa mendidik dia dengan baik, bahkan membolos sekolah dan tidak mengikuti ujian kelulusan dengan baik.'

Presiden, istrinya dan juga anak tiri meminta maaf sekaligus menyalahkan Bora bersamaan, mereka menulis secara terang-terangan bahwa Bora bukan bagian dari mereka lagi.

Tidak lama akun media sosial Bora dipenuhi dengan berbagai kecaman dan ancaman karena sudah menodai sekaligus menghina nama baik presiden kesayangan rakyat Indonesia. Meskipun Bora, anak kandung, mereka tetap tidak akan kendor melawan anak yang tidak tahu caranya berbakti.

Bern palsu terpaksa memblokir semua akses media sosial Bora sampai batas waktu yang tidak ditentukan, dia tidak ingin Bora menjadi tidak konsentrasi. Namun dia lupa, Bora bisa mendapatkan akses dari media lain, salah satu contohnya adalah mulut masyarakat yang membahas mengenai Bora.

Di Indonesia, jarang ada yang memakai nama Bora, selain itu satu-satunya anak presiden yang bernama Bora hanya dia seorang.

"Bora apa tidak bisa bersyukur ya? Punya keluarga hebat, harusnya bisa dimanfaatkan dengan baik, ini malah-"

"Aku benar-benar tidak paham jalan pikiran anak kecil berusia belasan tahun itu, maunya senang-senang mulu."

"Untung saja ada Laras dan adiknya, meskipun hanya anak tiri, mereka berdua mampu membanggakan Presiden."

"Katanya dia sakit mental health, hah! Zaman dulu itu tidak ada yang namanya mental health!"

"Benar, anak zaman sekarang manja-manja. Padahal kelakuannya ya bejat gitu, sampai satu tahun tidak masuk sekolah lalu bisa mendapatkan beasiswa universitas. Gila!"

"Mungkin Bora tidur dengan pria tua dan kaya, jadinya ya gitu bisa melakukan semuanya."

"Dia sendiri juga melakukan apa-apa memakai nama presiden kan? Terakhir kali membuat berita kasus bullying yang ternyata hanya rekayasa dia."

"Benar, dia hanya menjebak dan menyuruh orang lain."

Suara orang-orang yang membicarakan Bora sekaligus lalu lalang di Car Free Day, terdengar sampai telinganya.

Fendi berdiri di belakang dan menutupi telinganya, namun yang dia lakukan percuma, karena Bora bisa membaca gerak bibir orang lain.

Entah harus bersyukur atau marah, mendapatkan anugerah yang tidak diinginkan sama sekali.

"Mereka tidak tahu apa pun tentang kamu, seharusnya kamu senang karena menjadi pahala," kata Fendi yang masih bersikeras menutup telinga Bora di belakangnya sementara Bora duduk dengan santai di kursi.

Bora memakan mile crepes milik Fendi, rasanya lumayan enak tapi juga pahit.

"Ah, menyebalkan. Apa tujuan mereka mengikuti Car Free Day? Menjelekkan orang lain?" Tanya Fendi yang sengaja meninggikan suaranya. "Jalan lambat lalu menjelekkan orang lain."

Orang-orang yang lalu lalang di depan mereka, spontan menoleh lalu cepat-cepat pergi ketika melihat tatapan Fendi yang marah.

Bora memakai topi yang ditutupi sampai mata, masker diturunkan hingga ke dagu dan dia sarapan mile crepes.

Fendi menegur Bora. "Lepas maskernya, baru makan. Jorok tahu!"

Bora mendengus kesal lalu melepas maskernya. "Cerewet."

Fendi tidak peduli. "Demi kesehatan kamu, kenapa malah bilang aku cerewet? Bukannya kamu orang pelit? Pelit lebih jahat dari cerewet."

Bora memutar bola mata lalu kembali menikmati makanannya. Berkat tindakan Fendi, dia jadi melupakan perasaan sedih tadi.

Fendi memastikan tidak ada yang bergosip lagi, lalu duduk di samping Bora dan terkejut melihat jatahnya diambil dan dihabiskan istri mudanya. "Kamu- bagaimana bisa dengan tidak tahu malu- menghabiskan makanan orang lain."

Bora menatap polos Fendi, seolah tidak bersalah. "Mau bagaimana lagi, aku lapar dan tiba-tiba ingin makan, aku kira boleh dimakan."

Fendi membuka mulut Bora dengan paksa. "Muntahkan! Aku lebih tidak rela kamu makan makanan punyaku! Gila!"

Bora menjauhkan tangan Fendi dari mulutnya. "Apaan sih? Kelihatan kan jadinya di sini siapa yang pelit. Bisa beli lagi kok."

Fendi masih tidak rela makanannya dihabiskan Bora. "Aku mengantri kemarin dari jam sebelas siang, lalu berhasil masuk jam satu siang, apakah kamu tidak menghargai pengorbanan aku mengantri dua jam?"

Bora tidak peduli dan segera menghabiskan potongan kecil kue milik Fendi.

SKANDAL PUTRI PRESIDEN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang