PERCAKAPAN DOKTER DAN PROFESOR

113 16 0
                                    

Tok! Tok!

Ditya mengetuk pintu kamar tidur Hendra yang terbuka.

Hendra yang sedang sibuk membaca laporan di tablet, mengangkat kepala untuk melihat siapa yang sudah mengganggunya, lalu kembali melihat tablet.

Ditya menghela napas panjang. "Mengenai Bora-"

"Duduk di sini, Papa tidak bisa mendengar jika kamu terlalu jauh begitu."

Ditya masuk ke dalam kamar dan duduk di samping tempat tidur papanya, dia mulai melapor. "Saat ini masyarakat sudah mulai heboh dengan video yang beredar."

"Papa sudah bilang bukan, lebih baik memasang cctv yang bisa merekam suara, mahal tidak masalah. Informasi jauh lebih mahal dari pada harga kamera CCTV."

Ditya tidak menepis perkataan papanya. "Kita memang mendapatkan informasi yang berguna, hanya saja- kenapa Papa bisa tahu?"

"Hm?" Hendra menatap anaknya.

Ditya menatap tegas sang papa. "Bisakah Papa cerita jujur ke Ditya? Ditya tidak masalah meskipun terdengar tidak masuk akal, tapi- bukankah Ditya anak Papa?"

Hendra meletakkan tablet di atas nakas. "Kamu ini bicara apa? Kenapa datang malah bicara tidak karuan seperti itu?"

Kedua mata Ditya memerah dan tanpa terasa air mata mengalir. "Karena apa yang mereka lakukan terlalu kejam, dan anjing itu- kenapa dia diam saja melihat majikannya? Aku yakin sekali dia diam karena tidak ingin Bora menerjang api. Kenapa Bern bisa paham dengan hal itu? Bukankah insting hewan itu hanya berupa insting? Mereka akan menggonggong ataupun mengaum jika ada yang menyakitinya? Tapi kenapa dia hanya diam dan pasrah saja- seolah-"

Hendra memejamkan kedua matanya, sesak memang jika mengetahui kebenarannya.

"Seolah Bern sedang menunggu kematiannya, seolah dia siap menanggung semua hal." Ditya menutup wajah dengan kedua tangan. "Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa harus anjing itu yang menanggungnya?"

Hendra menghela napas. "Bukankah Papa sudah pernah menjelaskannya kepada kamu?"

Ditya menggeleng. "Ya, tapi aku kira Papa hanya ingin memberikan ketenangan untuk Bora. Aku tidak menyangka ternyata lebih parah dari itu."

Hendra melepas kaca mata dan menarik anaknya untuk masuk ke dalam pelukan.

Ditya mau tidak mau menangis sesengukan seperti anak kecil.

Ratna yang hendak masuk ke dalam kamar dan melihat pemandangan itu, menjadi cemas lalu memutuskan pergi, memberikan tempat untuk anak dan ayah saling berbicara.

Hendra menepuk bahu putranya seperti anak kecil. Dia jadi merindukan Karina yang menghilang, dua anak yang disayanginya. "Apakah kamu tahu cerita mengenai hewan yang diciptakan oleh Tuhan untuk berguna bagi manusia?"

Ditya mengangguk kecil, membenamkan wajahnya di dada Hendra.

"Hewan diciptakan untuk menjadi manfaat kehidupan manusia, manusialah yang menempati bumi dan dijadikan penguasa. Namun seiring waktu berjalan, manusia jadi lupa diri dan merusak segalanya. Mereka tidak peduli pada kerusakan yang sudah ditimbulkan, tapi mereka juga playing victim.

"Tanah yang merupakan rumah untuk ular, diambil alih oleh manusia lalu mulai dibunuh karena takut pada ular, hewan yang dianggap akan melukai manusia, dibenarkan untuk dibunuh sesuai ajaran yang dianut. Padahal bukan itu tujuan Tuhan menciptakan hewan.

"Sama halnya dengan hewan domestik yang sebenarnya berguna untuk manusia tapi malah dibunuh dan diburu dengan alasan mengotori tempat mereka, seolah di dunia ini- hewan tidak boleh hidup. Dari cerita ini kamu sudah paham, bukan? Bagaimana tidak berdayanya hewan dan juga bagaimana manusia bertindak sebagai penguasa dengan membunuh hewan yang tidak bersalah?"

SKANDAL PUTRI PRESIDEN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang