SEMBILAN

164 21 0
                                    

Bora berhasil mendapat tanda tangan surat kuasa dari sang papa, lalu diberikan ke dokter Ditya.

Dokter Ditya menepuk kepala Bora. "Bagus."

"Dokter, boleh aku bertanya?"

"Apa itu?"

"Kenapa dokter membantu aku sampai sejauh ini? Apakah ada sesuatu yang diinginkan dokter? Atau karena aku adalah anak walikota?"

Ditya tersenyum. "Bukankah kita pernah membahas masalah ini?"

"Itu-"

Bora menundukkan kepala, masih penasaran dengan jalan pikiran dokter Ditya yang selalu menolongnya.

"Bern yang minta bantuan kepada aku, jadi kamu jangan terlalu memikirkannya." Ditya mengacak rambut Bora. "Kamu sudah selesai membuat makalah?"

Bora mengangguk. "Baru garis besar."

Ditya mengangguk. "Bagus, tunggu aku di sini. Aku sedang ada operasi."

Bora mengangguk lagi lalu duduk di meja kerja Ditya, dia memeriksa garis besar makalah yang akan ditulisnya lalu tidak lama handphone bergetar.

"Mama?"

Nama mama Bora muncul, Bora segera mengangkatnya.

"Bora?"

"Mama, aku-"

"Bora, apakah kamu menjadi anak nakal di sana?"

"Apa?"

"Mama dengar kamu tidak sekolah selama satu tahun dan juga-"

"Mama tidak khawatir tentang kondisi Bora?"

"Tentu saja khawatir, tapi mama juga takut kamu bertengkar dengan papa kamu."

"Mama-"

"Bora, kamu harus tetap bertahan di rumah itu. Semua yang dimiliki papa kamu adalah milik kamu. Kamu tidak boleh kalah dengan pelakor dan anak-anaknya, mama menyerah demi dua anak laki-laki mama."

Bora tertawa hambar, kenapa dia bisa lupa tentang perlakuan pilih kasih ibu kandungnya.

"Mama juga dengar kamu bunuh diri, jangan pernah melakukan hal seperti itu, Bora. Harusnya kamu ingat Tuhan dan rajin ibadah."

Kedua tangan Bora gemetar. "Bunuh diri?"

"Ya, kamu minum banyak obat dan overdosis di malam satu tahun kematian Bern."

Bora bangkit dari kursi lalu lari ke tempat dokter Ditya yang akan bersiap masuk ke ruang operasi.

"Mama nangis begitu mendengar kabar tentang kamu yang bunuh diri, tapi mama juga tidak berani menghubungi untuk memberikan kamu waktu. Tidak mama sangka kamu-"

Bora memutus sambungan telepon dan bertanya pada punggung Ditya. "Apakah dokter sudah mengetahuinya?"

Ditya balik badan. "Apa yang sudah aku ketahui?"

"Aku bunuh diri."

Ditya menghela napas berat, seolah ada sesuatu yang menghimpitnya. "Ya."

Setelah menjawab, Ditya masuk ke ruang operasi bersama perawat hewan lainnya.

Kedua mata Bora bergetar. "Kenapa aku bisa melupakannya? Pantas saja semua orang bersikap seperti itu... hahahaha..."

Hanya seekor anjing.

Bagi orang lain, Bern hanyalah seekor anjing yang bisa digantikan dengan mudah.

Tapi mereka semua tidak tahu, bagaimana usaha Bern untuk membangun kepercayaan pada dirinya.

SKANDAL PUTRI PRESIDEN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang