"Tuan, bisakah kita bertemu kembali?"
Bern berjalan mendekati kucing kecil lalu duduk di belakangnya, mengamati arah pandang kucing kecil ke arah taman yang teduh, tempat bermain para hewan. "Kenapa kamu duduk sendirian di sini?"
"Aku hanya ingin bertemu dengan tuan, aku merindukan tuan."
Bern bisa melihat punggung mungil si kucing kecil yang kesepian. "Aku sudah melihat apa yang kamu lakukan di dunia, bukankah bagi manusia terlihat bodoh? Kamu merindukannya sepanjang hidup dan hanya bertemu beberapa menit lalu bunuh diri."
"Tidak masalah, asalkan Tuan bisa hidup bahagia bersama orang yang disayanginya."
Bern menggoyangkan ekor. "Ayo, ikut bersama aku."
Kucing kecil itu menoleh ke arah Bern dan bertanya. "Apakah kamu, jiwa yang menangis di atas peti mati istri Tuan?"
Bern yang hendak berjalan jauh, menghentikan langkahnya lalu balik badan. "Apakah kamu melihat aku?"
Kucing kecil itu mengangguk. "Ya."
"Bukankah apa yang kita lakukan terlihat bodoh?"
"Tidak! Itu tidak bodoh!"
"Kenapa?"
"Karena Tuan sangat baik."
"Bukankah manusia sangat jahat? Aku mati karena dibunuh manusia."
"A- aku juga! Tapi, tidak semua manusia jahat, contohnya adalah Tuan."
"Kamu tidak menyesal mengulang waktu dan mengorbankan diri untuk Tuan yang kamu maksud?"
"Tidak! Tidak akan pernah!"
"Suatu hari Tuan kamu akan masuk surga, kalian mungkin tidak akan bisa bersama lagi- atau jika Tuan kamu masuk neraka, kalian tidak bisa bertemu untuk terakhir kalinya."
"Jika Tuan masuk neraka, aku akan mengikutinya, kata semua hewan di sini- neraka itu menyeramkan, aku tidak mau Tuan melihat hal yang menyeramkan."
"Lalu- bagaimana jika masuk surga?"
"Aku- tidak akan mengganggu, selama Tuan hidup bahagia. Pengorbanan aku tidak sia-sia. Tuan adalah duniaku, penyelamatku, aku hanya terlahir sebagai kucing kecil dan tidak bisa membalas jasa."
Bern tertawa. "Kalau begitu, maukah kamu menunggu?"
"Apa?"
"Menunggu kita bertemu Tuan dan berdoa dengan sungguh-sungguh."
"Mauuuuu-"
"Kalau begitu, ayo ikut aku. Menunggu itu lama."
"Oke!"
Kucing kecil dan Bern jalan beriringan sambil bicara.
"Siapa nama kamu?" Tanya Bern.
"Kucing kecil."
"Hanya kucing kecil?"
"Iya."
"Baik, aku akan memanggil kamu kucing kecil."
"Hehehehe-"
"Apakah ada yang lucu?"
"Saat di kehidupan ke-satu, aku bertahan hidup sendiri, tidak ada yang mau mendekat dan bermain denganku. Lalu di kehidupan kedua, aku memang memiliki saudara buanyaaaakk dan Ibu. Tapi aku jauuuh lebih merindukan Tuan, makanya aku selalu merasa kesepian."
Bern mendengarkan celotehan ringan si kucing kecil.
"Lalu aku bertemu kembali Tuam, meskipun hanya beberapa menit. Aku bisa merasakan kehangatan Tuan."
"Apakah Tuan tidak mengenal kamu?"
"Tidak, Tuan tidak mengenal aku. Sayang sekali. Aku sedikit sedih, tapi sekarang aku tidak sedih lagi, setelah melihat Tuan tidak hidup susah seperti dulu. Tuan, kelihatan seperti orang-orang yang memiliki uang buanyaaaak- sekali-" kucing kecil itu terdiam sambil tetap berjalan.
Bern menoleh ketika tidak mendengar suara kucing kecil itu. "Ada apa?"
"Manusia itu, banyak yang jahat. Mereka tidak menginginkan kita, padahal kita ciptaan Tuhan juga. Aku ingin lebih lama memeluk Tuan, tapi-"
"Mungkin, kamu ada untuk menemani aku supaya tidak kesepian."
"Eh?"
"Aku juga meninggal untuk menemani manusia yang aku sayangi, aku tidak akan pernah menyesal dengan pilihan yang aku jalani."
"Sama, aku juga tidak pernah menyesal."
Bern merebahkan tubuhnya ke lantai. "Naiklah, cerita di atas punggungku saja."
Kucing kecil itu merayap di punggung Bern lalu mulai berceloteh lagi mengenai tuannya yang merupakan penyelamat.
Bern sekarang tidak kesepian, saat menunggu pertemuan dengan Bora. Dia mendengarkan celoteh riang si kucing kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKANDAL PUTRI PRESIDEN (TAMAT)
RomanceSaat ulang tahun ke 17. Bora Zanitha Rukmasara harus menyaksikan anjing kesayangannya dibakar hidup-hidup oleh kedua saudara tiri. Satu tahun kemudian, anjing kesayangannya datang ke dalam mimpi dan menunjukkan masa depan selama satu bulan berturut...