PELAKU PERUNDUNGAN

106 17 1
                                    

Sejak kecil, Genta tumbuh menjadi anak yang tidak percaya diri, orang tua menatap sinis dirinya bahkan keluarga mengucilkan serta para sepupu yang tertawa mengejek. Sejak kecil, Genta terkena penyakit epilepsi. Bahkan gosip beredar bahwa penyakit epilepsi merupakan penyakit yang menular.

Genta kecil, tidak bisa main bebas bersama para sepupunya.

Sekarang, begitu dibilang akan tinggal bersama dengan kakak, bukan Mama lagi. Genta menjadi sedih. "Apakah Mama membuang Genta dan kak Harsa?" tanyanya.

Hati Bora menjadi sedih, begitu melihat kesedihan di wajah Genta. "Tidak, bukan begitu. Mama sedang sibuk dan-"

Genta menggelengkan kepalanya. "Om Edwin bilang, kalau kami tidak menjadi anak baik, akan dimasukkan ke dalam pesantren. Kami menolaknya karena-"

Di pesantren tidak boleh membawa anjing. Tambah Bora di dalam hati, yang paham perasaan genta. "Memang tidak boleh membawa anjing."

Bagi orang lain, anjing hanyalah hewan yang tidak berharga sekaligus tidak berguna. Terutama jika menyangkut keyakinan. Anjing yang tidak berguna dan merupakan hewan menjijikan, tidak boleh masuk ke wilayah mereka, merasa memiliki hak lebih sebagai manusia.

Genta cerita ke Bora. "Katanya, kami harus lebih pasrah kepada Tuhan dan tidak boleh menggantungkan hidup kepada orang lain, lalu mereka juga marah kepada kami yang terlalu mengandalkan anjing. Padahal anjing penuntun kami tidak bersalah, mereka hanya melaksanakan tugasnya."

Tugas anjing penuntut milik Harsa dan Genta bukan hanya untuk pengingat saat mendapat serangan, namun juga menjaga psikologis mereka supaya stabil.

Bora menepuk kepala Genta dengan lembut. "Aku tahu, makanya Genta tidak perlu cemas ya. Genta dan Harsa sekarang sudah punya kakak."

Genta mengangguk antusias. "Ya." Lalu melirik Fendi. "Kita juga akan tinggal dengannya?"

Fendi tersenyum dan masih duduk di ujung tempat tidur. "Memangnya kenapa? Yang kalian tempati itu rumahku lho."

Genta menatap tidak percaya Bora. "Apakah kakak menempati rumah yang diberikan Kakek dan Nenek?"

Bora menggeleng. "Tidak, kakak tinggal bersama suami."

Genta mengalihkan tatapannya ke Fendi, kedua tangan masih memeluk Bora. "Apakah kakak tidak masalah kami membawa anjing?"

Fendi menghela napas. "Tentu saja aku harus menerimanya. Jika aku menolak, bisa dihajar kakakku."

Genta menatap bingung Bora.

Bora tersenyum. "Dia juga punya kakak dan kakaknya dokter hewan."

Genta membulatkan matanya dengan berbinar. "Benarkah? Boleh aku minta tolong jika anjingku mendapat masalah?"

"Ya, boleh."

Pipi Genta bersandar di dada Bora yang mungil, Fendi menyipitkan kedua matanya, tidak suka dengan perilaku Genta meskipun lawannya hanyalah anak kecil.

***

Aji duduk santai di sofa sementara Yuni, Laras dan Akmal duduk di lantai dengan kepala tertunduk. Menatap dingin ketiga orang yang sudah dianggap sebagai keluarga. "Jadi, kalian berbohong kepadaku dan ternyata kalianlah yang merundung putriku."

Laras tidak terima dengan tuduhan ayah tirinya. "Papa kenapa melakukan hal ini kepada kami? Kami tidak tahu apa pun, justru Boralah yang telah berbohong."

Akmal mengangguk setuju. "Papa, Bora sudah berbohong dan membuat video palsu, semuanya sudah diedit."

Aji menaikkan salah satu alis. "Jadi, salah satu dari kalian menendang keras putriku, merupakan kebohongan? Di bagian mananya yang sudah diedit?"

Akmal dan Laras terdiam begitu mendengar pertanyaan Aji, tidak tahu harus menjawab apa.

Yuni dengan bodohnya membuat argumen. "Sayang, tidak mungkin anak-anakku melakukan hal sekeji itu di video. Mereka sedang membuat prank untuk menghibur tamu."

"PRANK DENGAN MENYIKSA ANAKKU? AKU MENYEKOLAHKAN KEDUA ANAK KAMU UNTUK MENJADI ANAK BERGUNA, DAN SEKARANG INI BALASANNYA?!" Teriak Aji dengan marah. "Kamu biarkan anakku menjadi tontonan, dan juga siapa yang menyuruh kamu menyiksa serta membakar service dog putriku?"

"Salah satu tamu khawatir karena tangannya digigit anjing itu, takut kena rabies. Aku juga khawatir dan memberikan sedikit pelajaran, tapi ternyata banyak yang marah dan malah membunuh dan membakarnya."

"Yang melakukan itu adalah anak kamu sendiri, kenapa jadinya ada kata banyak yang marah? Aku bisa melihat dengan jelas, Akmal memukul Bern yang tidak membalas sama sekali, lalu Laras melempar bensin dan kamu melempar korek api ke arah Bern. Apakah menurut kamu- aku buta?" tanya Aji ke Yuni.

Yuni menggeleng tidak berdaya dengan bibir bergetar. "Aku- aku-" lalu tangannya berusaha menggapai kaki Aji, untuk meluluhkan hati pria itu.

Aji bangkit dari duduknya, menatap dingin Yuni. "Apa hanya itu yang bisa kamu lakukan? Merayu setelah berbuat kesalahan?"

Yuni menatap tidak percaya Aji. "Bukan begitu, aku hanya ingin meredakan emosi kamu. Aku-"

Aji berjalan menjauh dari Yuni. "Untuk sementara kita berpisah dulu, aku ingin berpikiran dingin."

Meskipun Yuni telah melakukan kesalahan fatal, Aji masih ingin memaafkannya. Yunilah yang membuat Aji keluar dari hubungan toxic pada keluarga istrinya.

Jika bukan karena Yuni yang mendorong Aji untuk bercerai dari istrinya, mungkin Aji tidak akan bisa lepas dari keluarga Rukmasara.

"Untuk sementara, kita tidak berkomunikasi."

Yuni menatap sedih suaminya. "Sampai kapan? Aku minta maaf telah membuat kesalahan, aku berjanji akan perbaiki semuanya."

Aji tidak mengatakan apa pun dan memberikan perintah ke ajudannya. "Pastikan mereka bertiga keluar dari tempat ini, bawa Bora dan suaminya masuk ke istana."

Yuni tidak mau diusir. "Kamu mau mengusirku? Kita belum bercerai dan kamu akan mengusir aku? Kenapa kamu tega melakukan itu kepadaku? Bagaimana jika lawan politik tahu kalau kamu mengusir istri dan anak-anaknya keluar?"

"Aku sudah membelikan kamu rumah di ibukota, bisa ditempati bersama anak-anak. Kamu bisa berkumpul bersama Laras dan Akmal, kenapa aku tidak bisa?" Aji berjalan menjauh dari Yuni dan kedua anaknya.

Yuni berteriak. "BAGAIMANA DENGAN BIAYA KULIAH ANAK-ANAK DAN BIAYA HIDUPKU?!"

Aji berhenti melangkah lalu tertawa. "Hoo- kamu bertanya tentang biaya hidup? Lalu sekarang aku ingin bertanya, kemana uang yang aku berikan untuk Bora, selama dia mengurung diri di kamar?"

"Aku berikan ke Bora."

Aji tertawa mencemooh. "Apa kamu kira aku tidak tahu? Dulu aku tidak mempermasalahkan ketika kamu bilang akan memberikan uang tunai ke Bora, pesta ulang tahun juga kamu bilang akan bantu mengurusnya. Namun, kenyataan, dia selama ini hidup memakai uang yang diberikan oleh kakek dan neneknya."

Yuni menjadi panik. "Siapa yang bilang begitu ke kamu? Apakah Bora? Selama ini anak itu berbohong banyak kepada kita."

"DIAM!" Bentak Aji. "Jika kamu bicara lebih banyak lagi, aku akan mengirim surat cerai kepadamu, dan jangan pernah berharap- aku akan membayar semua biaya sekolah anak-anak!"

Yuni menundukkan kepala, tidak berani mengatakan apa pun lagi. Laras dan Akmal juga tidak berani ikut campur demi masa depan. Biar bagaimana pun ayah kandung mereka berdua lepas tanggung jawab.


SKANDAL PUTRI PRESIDEN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang