EDWIN

129 15 0
                                    

Fendi memeluk Bora, melihat keakraban keluarga yang sempat terpecah. 

"Aku tidak akan percaya dengan penglihatanku sendiri, mereka bisa bersama dan bahagia seperti itu," kata Bora sambil melihat keluarganya sedang berbincang di ruang keluarga, termasuk kedua anjing yang sedang kejar-kejaran.

Rumah besar keluarga Tsoejipto sangat luas dan bisa untuk berlarian kedua anjing di ruang keluarganya.

"Bagaimana dengan politik?" tanya Bora.

Fendi menghela napas panjang. "Banyak pendapat tidak penting mulai bermunculan, Papa kamu sepertinya ingin mencari penghiburan diri dengan berkumpul bersama keluarga."

"Ada yang menyerang Papa?" tanya Bora. 

"Ya. Kamu pasti tidak menyangka kalau ayah tiri terlibat."

"Edwin? Bagaimana bisa dia terlibat?"

"Dia ikut merundung kamu di media sosial, hanya saja dia membayar orang lain. Para pelaku yang ditangkap sudah mengaku dan Edwin menghilang."

"Hilang? Bagaimana bisa dia hilang?" tanya Bora yang tidak paham. "Kenapa dia merundung aku?"

"Sepertinya dia benci kamu sejak masih orok, sehingga tidak bisa menikahi Ike sejak awal. Para ajudan juga sudah mulai buka suara setelah Papa menekan mereka karena Mama disiksa di rumah dan tidak ada yang menolongnya."

"Aku ingat sekarang, Mama tidak mau mengatakan apa pun untuk melindunginya. Jadi kita kesulitan menangkap orang itu." Bora mengangguk paham. 

"Dia sekarang menjadi buronan dan meninggalkan pekerjaannya, barang-barang juga sudah tidak ada di rumah itu- sepertinya dia sudah menyelamatkan diri duluan."

Bora mendecak kesal. "Brengsek!"

"Aku sedang berusaha mencari. Kamu tidak perlu khawatir lagi."

"Ya." Bora menarik napas panjang lalu masuk ke dalam pelukan Fendi. 

***

Beberapa hari kemudian suasana di media sosial, siaran televisi menjadi sangat ramai karena penangkapan para perundung Bora. Para tersangka dan keluarganya melakukan playing victim, para pembenci Presiden juga melakukan hal yang sama, narasi Presiden Indonesia yang sekarang telah melakukan pembungkaman terhadap rakyat, bertebaran di mana-mana, yang lebih parah- anggota Hak Asasi Manusia mulai turun jalan.

Foto-foto Aji dibakar dan dicoret mulai dilakukan oleh para mahasiswa, dan juga membuat animasi tentang rezim Aji.

Aji rasanya ingin menangis tapi tidak bisa berbuat apa pun, dia harus tegar karena ini adalah jalan pilihan yang dia buat sendiri. Dia tidak hanya ingin melindungi rakyat, tapi juga keluarganya sendiri.

Kepala sekretariat memberikan dokumen ke Aji begitu atasannya sudah duduk di kursi. "Ada banyak masyarakat yang tidak setuju dengan penangkapan para perundung Bora, kebanyakan yang ditangkap adalah masyarakat kelas menengah ke bawah."

Aji memiringkan kepalanya dan tersenyum sedih. "Beritahu aku, bagaimana caranya aku mengubah Indonesia ke arah yang lebih baik? Berbagai hal sudah aku lakukan untuk membuat perubahan, tapi banyak rakyat yang sepertinya tidak setuju bahkan menghina aku."

"Apakah anda sedih diperlakukan seperti sekarang? Foto wajah dicoret, dibakar lalu ditulis kata-kata tidak senonoh."

"Jika aku menerapkan hukum atas penghinaan Presiden, mereka akan semakin menjadi-jadi bukan?"

"Benar, Pak Presiden. Rakyat tidak akan peduli pada kewajiban mereka terhadap negara, yang mereka pedulikan hanyalah hak. Tapi kita juga tidak bisa bertindak cepat karena-"

"Banyak pejabat yang mementingkan dirinya sendiri, aku tahu. Tapi, tidak semua yang seperti itu." Sambung Aji. "Bora jelas-jelas dirundung dan mereka membuat cerita seolah aku melakukan kejahatan perundungan? Bagaimana jika aku bukan Ayah kandungnya? Apakah rakyat akan membela putriku? Apakah rakyat tidak akan menjelekkan putriku lagi? Apakah para pejabat yang tidak suka padaku akan back up para rakyat yang kontra terhadap Bora?"

"Yang mereka inginkan hanyalah anda mundur, dan mereka maju menggantikan anda. Ini jelas politik identitas."

Aji mengetuk jari di atas meja, tidak suka dengan situasi yang mereka hadapi. Politik identitas.

Saat ini sedang tren menggunakan politik identitas di dunia politik. Menggiring opini publik, bahwa orang yang tidak beridentitas sama dengan mereka, tidak pantas menjadi pemimpin.

Contoh yang paling sederhana adalah Bora. Anak perempuan satu-satunya Aji yang diserang banyak sekali skandal, padahal dia tidak melakukan apa pun. Aji sudah berusaha menyelidiki perilaku Bora dan juga menyadap media sosialnya, tidak ada yang aneh. Anak itu hanya memposting foto, menunjukkan kebahagian bersama Bern dan juga merindukan Bern. Foto-foto terakhir pun hanya Bora bersama Fendi yang merupakan suaminya, tidak ada yang aneh.

Fendi sendiri juga ditipu oleh istrinya, masuk penjara, rela menggantikan posisi demi masa depan anak-anak tiri dan wanita yang dicintai. Itu sebabnya Aji mau membantu Bora.

Hanya saja orang luar tidak paham dan tidak akan mau mengerti posisi yang dihadapi Fendi.

"Putriku sudah sembuh dan banyak yang menghujat, bukannya mendoakan yang terbaik untuk dia."

"Karena penangkapan para perundung di media sosial, Presiden. Apa yang harus saya lakukan?"

Aji menghela napas lalu menatap lurus kepala sekretariat. "Kamu, sedang menunggu jawaban terbaik aku kan?"

Kepala sekretariat tersenyum tipis. "Di dunia ini masih ada orang baik, meskipun bentuk fisiknya dibenci oleh manusia."

"Bora sudah menjadi istri Fendi. Aku rasa dia tahu apa yang harus dilakukan untuk melindungi istrinya, aku tidak akan ikut campur. Masalah penghinaan terhadap diriku-" Aji menghela napas panjang. "Biarkan saja."

"Anda yakin akan membiarkan mereka terus-terusan menghina anda?"

"Aku percaya pada Tuhan." Aji menjawab dengan bijak. "Jauh lebih baik diam dan tidak membalas, biarkan waktu yang bekerja."

"Kalau begitu, mungkin anda setuju jika menantu anda yang akan menjadi juru bicara untuk sementara waktu? Hanya khusus menangani hal ini."

"Apa?" Tanya Aji yang tidak menduga dengan pertanyaan kepala sekretariat negara.

***

Fendi yang baru saja ditunjuk sebagai CEO, menjadi juru bicara presiden. Tentu saja hal ini menjadi perdebatan banyak pihak, orang yang tidak diketahui sepak terjang prestasinya dan juga tidak pernah menampakkan diri di publik, malah menjadi juru bicara presiden. Tidak, mungkin lebih tepatnya perwakilan tindakan Presiden, karena dia bekerja lebih dari juru publik.

Saat ini Fendi duduk berhadapan dengan musuh politik Aji, Edwin. Yang sempat menghilang, mangkir dari pekerjaan beberapa hari kemudian setelah keributan.

Edwin muncul kembali ketika mendapat bantuan dari banyak pihak untuk maju dan melawan Aji, inilah kesempatan untuk menjatuhkan Presiden yang sudah menghancurkan mimpi dan masa depannya.

Wanita yang dicintai, calon anak-anak dan juga jabatan yang dia mimpikan sejak kecil. Semua diambil oleh Aji.

Edwin muncul dan menyatakan sedang dalam keadaan tidak sehat karena istrinya menghilang dan tidak kembali lagi, ditambah dengan beberapa bukti palsu yang dibuat oleh para pendukungnya. Tentu saja, banyak yang percaya.

Sekarang Edwin merasa percaya diri karena lawannya adalah mantan residivis yang sudah hampir sepuluh tahun tidak pernah berhadapan dengan orang lain, otaknya pasti berkarat.

SKANDAL PUTRI PRESIDEN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang