NASEHAT DARI SISTEM

131 13 0
                                    

"Hm? Apa kamu tidak jajan?" 

Fendi yang sedang gosok gigi dengan mata mengantuk, sontak menoleh ke Bora yang berdiri di sampingnya. Mereka berdua berdiri di depan wastafel dekat cuci piring. "Apa?" tanyaku dengan mulut penuh busa dan sikat gigi di dalam mulut.

Bora yang sedang menggosok wajah dan tidak peduli dengan kejorokan Fendi, menegurnya dengan tenang. "Beberapa hari ini aku tidak mimpi Bern, kira-kira kenapa ya?" 

Fendi menyelesaikan sikat gigi lalu berkumur. "Jangan membelokkan pembicaraan. Jelas-jelas kamu tadi bilang masalah jajan."

"Salah dengar."

"Kamu berdiri di sampingku dan bicara dengan jelas, mana mungkin aku salah dengar!"

"Anggap saja tidak pernah bertanya."

Kedua mata Fendi menyipit curiga. "Hm? Jangan bilang kamu mau memberikan aku uang untuk jajan. Beli es saja sudah mengomel."

"Itu karena kamu minta es krim mahal."

"Aku lebih suka es krim merek itu, rasa strawberrynya terasa selain itu-"

Bora menghela napas panjang. "Bukan jajan itu yang aku maksud."

"Lalu jajan apa yang kamu maksud?"

"Seks, bukankah pria suka sekali dengan itu?"

Seolah ada guntur yang menyambar benak Fendi, Bora menanyakan hal yang yang menjadi pemikiran iseng tadi malam. Dia langsung menggeleng ngeri, yang benar saja disuruh jajan ke wanita panggilan, mana istri muda pula yang membayar.

Bora segera membasuh wajahnya. "Tapi, bukankah pria tidak bisa jauh dari hal itu?" tanyanya sambil menepuk wajah dengan handuk.

Fendi menggeleng lagi dan membantah dengan cepat. "Tidak, yang benar saja! Aku bukan pria mesum!"

"Terus pria apa dong kamu?" tanya Bora dengan tidak yakin. "Jika kamu ingin melakukan hal itu, aku bisa memberikan uang. Lebih baik kita bicara jujur di awal, aku tidak bisa memberikan tubuhku."

Fendi melipat kedua tangan di depan dada. "Aku tahu hal itu, kamu hanya memanfaatkan aku untuk hal lain. Sedari awal, kita menikah bukan karena cinta."

"Jadi, aku tidak bisa memenuhi kebutuhan biologis kamu. Yang bisa aku lakukan hanyalah memberikan uang untuk pergi mencari wanita panggilan."

"Apakah kamu ingin membunuh aku?"

"Apa?"

"Wanita panggilan belum tentu bersih dari penyakit, mereka hanya membutuhkan uang dan juga merusak tubuh. Aku tidak mau tertular penyakit dan mati konyol seperti kakakku."

"Hm? Kamu punya kakak lagi?" Kalau diingat kembali, Bora terlalu fokus dengan Fendi dan Hendra sehingga melupakan informasi lainnya, mungkin saja ada bagian yang sempat sudah dibaca tapi malah dilupakannya. 

Fendi berjalan menuju tempat tidur, lalu duduk di bagian kaki tempat tidur. "Ya, kakakku sudah meninggal di pangkuan wanita panggilan."

Bora yang duduk di samping Fendi, sontak melihat sistem yang tiba-tiba saja muncul. Nama kakak Fendi muncul dan juga kasusnya mengenai perselingkuhan, nikah siri dan juga menghamburkan banyak uang untuk pesta. "Keluarga kalian ternyata kaya juga, ya."

"Yang kaya keluarga aku, bukan aku."

Bora melambaikan tangan untuk menghilangkan sistem yang tiba-tiba muncul karena benaknya penasaran dengan informasi baru yang diberikan Fendi. "Abaikan tentang itu, jadi bagaimana? Masa kamu tidak melakukan kebutuhan biologis?"

Fendi termenung, lalu tidak lama tersenyum nakal. "Kamu bisa bantu aku."

"Bantu?"

Fendi mengangguk lalu berbisik di telinga Bora. "Aku lebih suka jika istri yang melakukannya."

SKANDAL PUTRI PRESIDEN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang