SALAH TINGKAH

113 16 0
                                    

Pada kenyataannya Fendi dan Bora memang belum melakukan hubungan suami istri di atas ranjang, tapi kelakuan mereka yang salah tingkah, membuat orang yang bertanya sekaligus melihat, menjadi salah paham.

Ditya tidak begitu paham hubungan seperti itu, karena yang ada di otaknya hanya bekerja, bekerja dan bekerja. Dia percaya begitu saja. "Oh."

Hendra dan istrinya bukan orang usil, mereka tidak akan ikut campur masalah orang lain.

Fendi mengalihkan pembicaraan, dan bicara ke istrinya. "Bora, karena sertifikat sudah ada di tangan kamu- apakah kamu mau pindah rumah?"

Bora mengangguk cepat, bahaya jika mereka berdua terus-terusan berada satu kamar. "Ya, aku tidak punya banyak barang, jadi kita bisa pindah secepatnya."

Fendi lega mendengarnya, Bora sangat pelit dalam pengeluaran rumah tangga sehingga dia takut kalau sang istri menolak pindah dengan alasan uang.

Hendra bertanya ke Fendi. "Beberapa hari ini, aku sudah memikirkannya- apakah kamu tidak ingin bekerja di salah satu firma kenalanku?"

Fendi menolaknya, dia tidak ingin identitasnya ketahuan. "Tidak, aku tidak mau mengambil resiko ketahuan."

"Memangnya kamu terkenal?" Tanya Bora.

Fendi menatap kesal istri kecilnya yang suka bermulut pedas. Kapan lagi, bisa hidup tanpa bekerja keras tapi masih bisa makan?

Bora menyipitkan kedua matanya dengan curiga ke arah Fendi. "Kamu hanya ingin hidup enak tanpa bekerja kan?"

"Bukannya kamu sendiri yang bilang akan memenuhi semua kebutuhan aku? Kenapa sekarang jadi berubah?" Fendi yang ketahuan, menutupi kegugupannya. "Apakah kamu hanya ingin menjadi anak pembohong?"

"Kenapa malah aku yang dituduh pembohong? Aku hanya merasa sayang dengan kerja keras kamu sebagai pengacara."

Hendra melihat adik laki-lakinya sudah berubah. Dulunya yang pendiam dan tidak peduli pada kehidupan orang lain, sekarang bertengkar dengan bebas di hadapannya.

Istri Hendra tersenyum, menyadari hal yang sama. "Fendi sekarang sudah berubah banyak ya, syukurlah. Sudah lebih ceria dari sebelumnya."

Fendi yang ditatap kakak ipar seperti itu, menjadi lebih gugup. "Kakak ipar, bicara apa? Aku tidak merasa ada yang berubah."

Ditya menimpali. "Itu karena dia menikah dengan anak kecil, kelakuannya saja sudah seperti anak kecil. Sekarang aku paham, alasan papa selalu membawakan camilan atau minuman rasa strawberry."

Fendi membantah. "Ada yang salah dengan menyukai strawberry?"

Ditya menggeleng. "Tidak, tidak ada yang salah. Hanya saja kebanyakan pria menuju setengah baya harus menghindari makanan manis."

"Strawberry juga bisa menjaga kadar gula darah, baik untuk kesehatan juga," balas Fendi.

Ditya memutar bola mata. "Tapi lebih banyak makan dan minum manis ras strawberry kan?"

Fendi tidak bisa membantahnya.

Bora mengangguk. "Dia memang penggila strawberry, beli lato-lato saja  harus berwarna sama dengan strawberry."

Ditya tertawa keras. "Sungguh? Wah, aku tidak menyangka ada pria unik seperti adik papa."

Hendra menimpali putranya. "Aku juga tidak menyangka."

Fendi cemberut karena diserang berbagai pihak, tidak bisa menyerang kakak dan keluarganya, dia akhirnya menyerang Bora. "Kamu, anak kecil. Hentikan omong kosong dan cepat habiskan makanan sana, biar gendut."

Sayangnya, Bora yang sekarang tidak akan diam begitu saja. "Ente siapa?"

Hendra tersenyum melihat hubungan baik Fendi dan istrinya yang sekarang, dia jadi teringat dengan Rina, istri Fendi sebelumnya. "Apakah kamu sudah tahu kabar tentang Rina?"

Tubuh Fendi menegang ketika mendengar nama istri pertamanya.

Bora tidak peduli dan bicara ke istri Hendra.

Fendi menoleh ke kakaknya. "Ada apa dengan dia? Apakah ada masalah?"

"Kamu masih mencintainya?"

Fendi menjawab cepat. "Tidak peduli aku cinta pada dia atau tidak, aku hanya ingin tahu kabar mereka."

Istri Hendra memperhatikan sikap Fendi yang masih peduli pada istri dan anaknya, lalu Bora yang bersikap tidak peduli.

Hendra tahu tentang hal itu dan sengaja menunjukkannya kepada Bora, untuk tidak terlalu berharap lebih pada Fendi. Pernikahan kalian berdua hanyalah berdasarkan keuntungan, jadi jangan mengharapkan hal lebih pada Fendi. Batinnya.

Bora cerdas dan paham maksud Hendra sehingga tidak terlalu mau ikut campur dengan kehidupan Fendi.

Fendi tiba-tiba menjadi tidak nyaman ketika menyadari kesalahannya. "Apakah kakak sengaja membahas dia di depan Bora?" Tanyanya dengan gelisah.

Hendra menjawab dengan santai. "Bora tidak akan peduli dengan masalah kamu, dia hanya fokus pada satu tujuan."

Bora mengangguk setuju. "Ya."

Fendi menoleh ke Bora. "Kamu tidak cemburu, aku bicara membahas masalah Rina dan anak-anak?"

Bora yang sedang mengambil ayam goreng lagi, tertawa kecil. "Hm? Kenapa aku harus cemburu? Bukankah kamu mencintai istri pertama dan anak-anak kalian berdua? Lagi pula kita menikah juga demi keuntungan masing-masing, meskipun di masa depan aku sudah meninggal- kamu mau kembali padanya, aku tidak peduli. Yang terpenting aku bersama Be-"

Bora berhenti bicara ketika melihat Fendi meletakan sendok dan garpu dengan kasar.

Fendi menatap Bora dengan tatapan campur aduk. Marah, sedih dan juga kesal menjadi satu. "Apakah sekarang kamu sudah punya selingkuhan?"

Bora tidak menyangka pertanyaan itu akan muncul. "Hah?"

"Kamu tidak cemburu sekalipun kakakku membahas istri dan anak-anakku sebelumnya, apakah itu yang dinamakan istri?" Tanya Fendi dengan nada merajuk. "Aku berjuang keras membantu kamu cari hewan hilang, mencuci baju kamu yang katanya tidak pernah lalu membersihkan kamar. Apakah kamu tidak bisa menghargai aku?"

Ditya mengambil ayam goreng dan menggigitnya sambil menonton pertengkaran suami istri yang mendadak berubah jadi marah.

"Tunggu, kamu sendiri sudah menikah lama dan memiliki anak. Apakah kamu tidak mencintai mereka? Aku tidak memaksakan cinta, karena kamu punya mereka dan aku tidak mencintai kamu." Bora berusaha meluruskan salah paham. "Sekarang aku tanya, apakah kamu mencintai aku?"

Fendi menjawab jujur. "Tidak."

Bora mendengus. "Sama."

Hendra menaikan salah satu alisnya. "Kalian tidak saling mencintai tapi sudah berhubungan suami istri kan?"

Bora menepis pertanyaan Hendra. "Tidak, aku hanya menyent-"

Fendi dengan cepat menutup mulut Bora dengan panik. "Tidak, kami tidak pernah melakukannya."

Hendra menatap curiga Fendi. "Kamu melakukan apa ke Bora?"

Bora menurunkan tangan Fendi dan hendak menjawab.

Fendi spontan menutup mulut istri kecilnya dengan tangan lain. "Tidak, aku tidak melakukan apa pun, benar kan Bora? Kita tidak berbuat aneh-aneh."

Bora menatap kesal Fendi dan menggeram marah, berusaha menurunkan tangan pria itu dari mulutnya sambil mengeluarkan sumpah serapah.

Fendi berusaha mejelaskan pada kakaknya, mengenai hubungan mereka berdua.

Tiba-tiba muncul layar di atas kepala Hendra, kedua matanya terbelalak ngeri ketika melihat foto dari wajah pria yang dikenalnya, itu foto pernikahan sederhana Fendi dengan seorang wanita yang dibilang cantik pun tidak, sederhana? Pakaiannya terlihat mewah dan juga ada perhiasan dimana-mana.

Layar itu berganti dengan video yang ditonton Hendra.

SKANDAL PUTRI PRESIDEN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang