Part 73

1.7K 121 7
                                    

M E L O D Y

♡♡♡

Seperti yang sudah ia katakana kepada Reyhan semalam, Syanaz kini tengah sarapan bersama Papahnya di salah satu resto yang tak jauh dari sekolah Syanaz.

Syanaz tengah melahap makanannya, begitupun juga dengan Dimas. Seperti ada sesuatu yang penting yang ingin Dimas katakana kepada Syanaz, tapi kenapa rasanya berat sekali.

“Habisin Naz makannya,” ujar Dimas.

Gadis itu mengangguk. “ Oh iya Pah, tumben banget Papah ngajakin sarapan di luar? Papah kan juga lagi sibuk,” tanya Syanaz.

“Papah pengen sarapan diluar aja, udah lama juga kan kita gamakan di luar gini,” ucap Dimas.

Gadis itu tau, gamungkin Papahnya tiba-tiba ngajak makan diluar kalo tidak ada hal yang penting untuk di bicarakan. Apalagi kerjaannya yang sedang padat. Ia tau betul Papahnya orang yang seperti apa.

“Papah tau kan, aku anak Papah?”

“Ya tau dong, gimana si kamu, pertanyaannya aneh sekali,”

“Nah, karena aku anak Papah, aku tau maksud Papah ngajak aku makan di luar gini, ada yang mau Papah omongin ke aku?” ucap Syanaz to the point.

Memang Dimas paling tidak bisa menyembunyikan rahasia dari putri kecilnya ini, sifat ingin tahunya besar, sama seperti Mamanya.

“Okey, ada yang pengen Papah bicarain ke kamu,”

Gadis itu menelan makananya dan mulai berhenti mengunyah, ia focus ingin mendengarkan perkataan Papahnya.

“Proyek yang Papah bangun disini terpaksa harus berhenti di tengah jalan karena satu dan lain hal yang mungkin kalau Papah jelaskan sekarang, kamu belum cukup mengerti,” ujar Dimas.

Perasaan Syanaz mulai gelisah, apa Papahnya akan bangkrut? Pikiran Syanaz saat ini hanya mengkhawatirkan keadaan Papahnya.

“Supaya kita bisa terus menyambung hidup, dan bisa membiayai kamu untuk lanjut kejenjang selanjutnya,” Dimas mulai menarik nafas panjang.

“Papah harus menerima tawaran temen Papah, untuk bekerja bersamanya di Singapore, itu juga untuk mengganti ganti rugi, dan membayar sisa gaji karyawan Papah,”

“Papah juga sudah menjual rumah kita di Surabaya serta sebagian asset yang Papah punya untuk mengganti kerugian dan membayar sisa gaji karyawan, tapi itu semua tidak cukup,” jelas Dimas.

“Itu sebabnya Papah belakangan ini selalu naik Taxi? Dan kemarin kata Bibi Papah juga ga pulang?” tanya Syanaz.

Dimas hanya mengangguk.

“Jadi kita bakal pindah ke Singapore Pah?” tanya Syanaz lagi.

Dimas mengangguk, “Papah minta maaf, Papah harap kamu mengerti yah,” ucap Dimas.

“Sekolah aku disini gimana Pah? Apa gabisa tunggu aku lulus dulu? aku masih punya tabungan Pah, aku yakin itu cukup buat biayain sekolah aku, Atau Kita jual aja Pah rumah kita yang disini, kita pindah ke rumah yang lebih kecil, aku gapapa ko Pah, untuk sehari-harinya aku bakal reguleran Pah,” ucap gadis itu meyakinkan, lagi lagi Dimas menatapnya haru.

Hal yang seharusnya putrinya tidak rasakan kini berbanding terbalik. Tiba-tiba Syanaz teringat oleh tawaran Antonio yang menjadikan Papahnya sebagai pimpinan salah satu cabang perusahaannya.

“Oh iya, Papah kan sempet di tawarin sama Om Anton buat jadi Pimpinan di salah satu cabang perusahaannya, itu Papah terimakan?” tanya Syanaz.

Sayangnya tawaran itu sudah Ia tolak, karena ia masih punya perusaan yang dirintis olehnya sejak Nol, tapi sekarang hancur berantakan karena salah satu anak buahnya yang tidak bertanggung jawab.

Melody is Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang