Promesse: 21

496 95 7
                                    

PROMESSE: 21

"Gue gak suka mawar. Dia cantik di kelopak, warna merah sama harum nya aja. Tapi nyakitin lo kan?"
- Samudera Cashel Zarquelon

{Promesse🥀}

Semilir angin berhembus menerbangkan surai hitam panjang yang indah milik Misela. Dari kejauhan Samudera bersandar di mobil nya dan memperhatikan Misela yang hampir setengah jam bercerita di depan makam Ibunya. Tadi setelah ia berdoa sebentar untuk mendiang Ibu Mertua nya Samudera langsung menjauh agar Misela lebih leluasa tanpa dirinya.

Samudera menegakkan tubuhnya saat melihat Misela yang sudah berjalan mendekat ke arah nya. Gadis itu diam saja, Misela juga langsung masuk ke dalam mobil dan tidak berujar apa-apa. Samudera yang sudah tau tujuan mereka setelah ini langsung menjalankan mobil menuju pemakaman Benua.

"Minum?" Samudera memberikan satu botol air mineral dan disambut oleh Misela. Gadis itu meminum sekitar dua teguk lalu menyandarkan kepala nya di jok mobil.

"Tadi cerita apa aja sama Mama?"

"Semuanya"

Samudera melirik sedikit dan kembali fokus pada jalan di hadapan nya.

"Aku ceritain semuanya ke Mama. Kayaknya Mama bosen disana denger aku ngeluhin itu terus" dia tertawa pelan

Misela mengambil paper bag berisi beberapa tangkai bunga mawar merah yang tadi ia beli lalu memandangi nya dan mengelus kelopak bunga berwarna merah itu. Dia bersandar kembali di jok mobil dan melihat jalan melalui kaca di sebelah nya. Tahun lalu dan sebelum-sebelumnya hingga saat ini ulang tahun nya selalu berbeda. Dulu dia bersama Kakek dan Nenek, sekarang Kakek dan Nenek tidak ada. Dulu dia bersama Benua, sekarang Benua tidak ada. Permainan takdir apa yang Tuhan mainkan untuk dirinya.

"Kak, kamu percaya takdir?"

"Takdir?"

Sejujurnya Samudera tidak begitu percaya dengan takdir. Tetapi dulu Benua sering memperingati nya agar percaya akan takdir Tuhan. Takdir Tuhan itu yang terbaik, kata Benua.

Melihat Samudera diam. Misela membenarkan posisi tempat duduknya agar lebih nyaman. "Kata Kak Nua takdir Tuhan selalu yang terbaik untuk hamba nya. Kak Sam percaya?"

"Percaya"

"Aku dulu percaya. Tapi sekarang, kayaknya udah enggak" dia tersenyum masam

Samudera hanya diam. Dia tetap diam dan mempercepat laju kendaraan agar mereka cepat sampai ke pemakaman Benua. Begitu sampai Samudera langsung membantu Misela agar gadis itu tak terluka melewati bebatuan kecil, akar pohon dan rumput-rumput liar.

"Aku bisa sendiri Kak"

"Kalau luka gimana?"

"Tinggal obatin"

Melihat papan bertuliskan nama Benua disana Samudera merasa jemari Misela sedikit gemetar. Tanpa merasa tempat itu kotor sedikitpun, Misela duduk tepat di sebelah makam Benua. Samudera juga duduk di sebelah nya, ia melihat Misela yang mengusap papan nama itu dan memandangi nya dengan senyuman.

"Kak Nua apa kabar?" bibir nya masih tersenyum

Tangan nya perlahan membersihkan debu dan kotoran pada papan nama itu dan masih saja tersenyum. "Kakak bahagia kan disana? Kakak udah ketemu belum sama Mama, Kakek dan Nenek? Kalau sudah jangan lupa sampaikan pesan aku ya? Yang aku bilang waktu itu"

"Kak Nua, aku rindu" suara nya mulai mengecil

"Aku rindu suara Kakak. Aku rindu senyuman Kakak. Aku rindu pelukan Kak Nua. Aku rindu Kakak yang suka ngomel kalau aku telat makan" dia terkekeh. "Aku rindu bunga mawar yang selalu Kakak kirim buat aku"

Promesse || Jaemin-Ningning-Jeno [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang