26

686 65 3
                                    

Hari demi hari berlalu seperti biasanya, jennie juga sudah kembali ke rutinitasnya yaitu mengobati pasien.

"Jennie ya!" panggil irene ketika melihat sosok jennie yang baru saja memarkirkan mobilnya.
"Ahh irene, waeyo?" jennie menghentikan langkahnya, begitupun dengan rose yang ikut bersamanya.

"Aniyo, aku hanya merindukanmu" ucap irene dengan senyuman.
"Sepertinya aku duluan saja eonni" rose memilih untuk segera memasuki gedung rumah sakit.

"Nee, jangan lupa ke ruanganku saat makan siang eoh?".
"Arraseo" rose melangkah menjauh.

"Apa kau bersungguh-sungguh dengan ucapanmu?" tanya jennie selidik.
"Sebenarnya taehyung menitipkan sesuatu kepadaku" irene menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Aiss sudah kuduga. Bagaimana bisa kau rindu padahal hampir setiap hari kita bertemu".
"Apa maksudmu? tentu saja aku selalu merindukanmu, setiap saat".

"Ahh arraseo arraseo" jennie tertawa kecil sambil menggeleng.

"Ini dari taehyung" irene menyodorkan sebuah paper bag warna hitam dengan kesan elegant, merk salah satu brand ternama.

"Untuk?" jennie tampak mengamati.
"Ntahlah, dia hanya menaruhnya di depan pintuku dan memberitahu lewat pesan".

"Aisss, kenapa sepupumu itu sangat aneh eoh?".
"Dia memang seperti itu jennie ya, tapi asal kau tahu dia seorang pria yang sangat pengertian" irene memutuskan untuk membantu taehyung.

"Arraseo, dia kan sepupumu. Jadi pastinya kau akan membelanya".
"Nee. Ini ambillah" irene tersenyum dan langsung memberikan paper bag tersebut.

"Aku tidak bisa menerimanya" jennie hendak mengembalikan ke tangan irene.
"Aniyo! kalau kau tidak ingin menerimanya, kembalikan sendiri kepada orangnya. Aku tidak ingin dia mengomeliku nantinya".

"Astagaa" jennie membuang muka malas dan memutuskan memasuki gedung rumah sakit.

Irene tampak puas dengan usahanya. Ia juga tidak bisa menahan tawa ketika mengingat raut wajah kesal milik jennie tadi.

°°°

Rose tengah sibuk seharian ini, ia keluar masuk ruang operasi karena keluarga pasien ingin dirinya yang mengoperasi. Ia tidak tega melihat seseorang yang memohon kepadanya, alhasil ia memutuskan untuk terlibat dalam proses operasi.

"Astagaa! kurasa aku akan pingsan" rose terduduk lemas di kursi ruangan miliknya. Ia bersandar dan memejamkan mata sejenak karena merasa pusing.

Sementara itu, jennie tengah menunggu kedatangan rose di ruangannya. Mereka hendak mengunjungi lisa untuk makan siang bersama.

"Aiss kenapa dia belum datang?".

Setelah menunggu selama dua puluh menit dan telepon milik rose tidak bisa dihubungi, alhasil ia memutuskan untuk keruangan adiknya itu.

"Aigoo, pantas saja. Ternyata dia sedang tidur" jennie baru saja memasuki ruang kerja milik rose. Ia pun melangkah mendekat ke arah sang adik.

"Chaengi, bangunlah" jennie mulai mengusap rambut rose sambil memandangi wajah damai miliknya.
"Eoh?" rose tersentak kaget.

"Bagaimana bisa kau tertidur?" jennie memutuskan untuk duduk di salah satu sofa ruangan.
"Entahlah eonni, aku hanya memejamkan mataku sejenak dan tanpa sadar tertidur".

"Benarkah? kau memaksa diri lagi?".
"Hmm, beberapa keluarga pasien terus memohon kepadaku agar mengoperasi".

"Aiss, sudah kukatakan berapa kali eoh? jangan terus mengikuti kemauan mereka chaeng. Dokter disini kan banyak dan kurasa kemampuannya juga sudah teruji".
"Arraseo eonni".

"Kau mengoperasi berapa orang tadi?".
"Kurasa sekitar 5 orang" jelas rose.

"Mwo? kau gila chaeng?" jennie menatap tak percaya.
"Kurasa kau benar eonni, kepalaku rasanya ingin pecah" rose tiba-tiba merasakan sakit dan secara refleks ia memegangi kepalanya.

"Waeyo chaeng?" jennie spontan beranjak dari duduknya dan menghampiri sang adik.
"Kepalaku sakit eonni".

Tanpa pikir panjang jennie segera mendial nomor irene dan memberitahu kondisi rose.

"Wae? bagaimana bisa ini terjadi kepadanya jennie ya?" irene bertanya sambil menyiapkan peralatan miliknya.
"Kurasa dia kelelahan" jawab jennie seadanya. Ia sangat mengkhawatirkan kondisi rose sekarang.

Setelah memeriksa kondisi rose dan menyuntikkan obat ke dalam infusnya, irene merapikan kembali peralatan miliknya.

"Kau benar dia kelelahan" ucap irene.
"Hmm, kau tahu dia mengoperasi lima pasien tadi" jelas jennie.

"Mwo? itu artinya dia tidak istirahat setiap kali selesai mengoperasi?".
"Benar".

"Astagaa, kau harus lebih mengontrol dirinya jennie ya. Aku juga sering memperhatikan kalau adikmu ini sangat gila dalam bekerja".
"Aku tahu, gomawo irene ya. Mianhae aku harus menyita waktu istirahatmu".

"Gwenchana, kau bisa memanggilku kapanpun kau butuh eoh?".
"Arraseo. Tapi setelah kupikirkan, seharusnya aku yang menangani chaeng tadi." jennie mulai sadar kalau dia juga bisa mengobati sang adik karena berhubung dirinya juga seorang dokter.

"Nee, aku mengerti jennie ya. Pastinya kau lupa karena sedang panik tadi" jelas irene.
"Kurasa kau benar".

Irene memutuskan berpamitan dan kembali ke ruangan miliknya.

"Aku harus mengabari lisa" jennie segera mendial nomor adik bungsunya.

"Yeouboseyo eonni?" sapa lisa.
"Ahh ne lisa ya. Mianhae eonni dan chaeng tidak bisa datang".

"Waeyo eonni? apa terjadi sesuatu?".
"Rose sedang tidak enak badan dan sekarang sedang di infus".

"Mwo? bagaimana bisa, bukankah tadi pagi dia baik-baik saja eonni?".
"Nee, tapi ia tidak baik-baik saja setelah sampai di rumah sakit lisa ya. Kau tahu dia mengoperasi lima pasien dari pagi hingga jam makan siang".

Mengalirlah cerita keduanya.

"Aiss, kurasa aku harus memperbaiki ucapanku eonni. Kurasa chaeng merasa tersinggung saat aku mengatakan dirinya adalah dokter yang malas saat merawatmu waktu itu eonni".
"Aigoo, kau tidak perlu melakukannya lisa ya. Chaeyoung memang seperti ini, dia sangat keras kepala jika sudah menyangkut pekerjaan.

"Arraseo eonni, jagalah dia baik-baik. Dan pastikan memberikan hukuman jika dia membantahmu".
"Arraseo arraseo" jennie tertawa mendengar kalimat milik lisa.

Setelah sambungan telepon terputus, jennie memutuskan untuk menunggu rose hingga sadar dari pengaruh obat tadi.

°°°

Keluarga KimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang