Part 87 - Sosok

678 64 34
                                        

Backsound chapter ini adalah ORANGE - 7!!
Silakan putar di platform musik yg kalian pakai dengan mode putar ulang!

Happy Reading!
Enjoy!
.
.
.

Seperti hari sebelumnya, kegiatan hari ini dimulai dari sholat subuh. Pegawai kediaman Prasetya yang muslim menunggu Wijaya bersaudara untuk berjamaah. Pagi ini mereka sholat berjamaah ke masjid komplek yang berada di ujung jalan besar.

"Mas, Bang Idzar tidak berjamaah ke masjid juga? Atau subuhan di rumah?" tanya Jin pada salah satu pegawai.

"Den Idzar sudah duluan berangkat, Den. Bahkan dari jam setengah empat kurang sudah berangkat," jawabnya.

"Oh," jawab Jin sambil mengangguk-nganggukkan kepalanya paham.

"Den Idzar kalau nginep di sini dan subuh ke masjid memang sudah biasa berangkat sangat awal. Biasanya Den Idzar begitu kalau sedang rindu Den Radi," lanjutnya menjelaskan karena melihat raut kecewa dan resah Jin. Sebenarnya Jin ingin meminta maaf dan juga ada banyak hal yang harus dia sampaikan kepada pemuda itu. Terutama ucapan terima kasih.

Begitu sampai masjid, mereka menemukan Abidzar sudah siap sholat, dia menempati shaf paling depan sisi tembok sebelah kanan. Sejenak Jin melepaskan isi kepalanya tentang pemuda itu, saat ini dia ingin fokus untuk subuh lebih dulu.

Begitu sholat berjamaah selesai, Wijaya bersaudara menunggui Abidzar untuk pulang bersama, tapi pemuda tidak juga beranjak dari posisinya silanya. Padahal di masjid itu tinggal mereka saja.

"Kita pulang duluan saja, Den!" ajak pegawai yang masih menemani Wijaya bersaudara, karena sisanya sudah pulang lebih dulu.

"Tapi Bang Idzar bagaimana, Mas? Masa kita tinggal?" Jujur saja Jin ingin menyapa, tapi dia segan. Nampaknya pemuda itu tidak ingin di ganggu.

"Tidak papa, Den. Paling nanti sebentar lagi juga pulang sendiri. Tidak perlu khawatir, ini sudah biasa terjadi." Jin menghela nafas, lalu mengangguk paham. Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang meski ada perasaan cemas meninggalkan Abidzar sendirian.

"Den, pulang ke rumah tidak perlu saya antar tidak papa, kan? Jam kerja saya sudah selesai soalnya, saya rencananya mau langsung pulang ke rumah." Jin mengangguk dan tersenyum tanda tidak papa.

"Tidak papa, Mas. Kami bisa pulang tanpa perlu diantar kok."

"Kalau begitu saya pamit yah. Assalamualaikum?" Wijaya bersaudara segera berjalan pulang saat pegawai itu sudah berlalu lebih dulu.

"Bang? Apa alasan Bang Idzar membatalkan penarikan uang pinjaman itu, yah?" tanya Namjoon saat mereka dalam perjalanan pulang menuju kediaman Prasetya. Sebelum mereka berangkat ke masjid tadi, mereka mendapatkan kabar dari Rendi dan tim kalau Abidzar membatalkan surat penarikan dana pinjaman yang semalam sempat membuat Wijaya Corp. kalang kabut.

"Hhh ... entahlah, Abang juga tidak tahu. Tapi yang pasti Abang bersyukur. Bukan Abang tidak siap kembali memulai dari bawah, karena sejak awal Abang memang di bawah. Tapi yang Abang pikirkan adalah nasib karyawan kita yang pasti akan diganti semua oleh pihak Bang Idzar. Minimalnya mereka harus melakukan test ulang jika ingin tetap bertahan. Abang yakin lebih dari 50% karyawan kita akan gagal dalam test nya." Dia memang baru mengenal Abidzar tapi sepak terjangnya dan melihat cara kerja Adijaya selaku ayahnya Abidzar dia tahu karyawannya banyak yang tidak akan memenuhi standarnya mereka.

"Itu bedanya mereka dan elo, Bang! Makanya mereka bisa sebesar itu karena mereka katat dengan standar mereka. Elo lebih banyak kasihannya sama orang," komentar Yoongi yang Jin akui betul.

"Sebenarnya standar kita juga sudah cukup baik, tapi jika Wijaya Corp. diambil alih dan menggunakan standar pihak AK Corp. tentu akan beda cerita, standar mereka memang tinggi. Tekanan yang besar, target yang tinggi, dan standarnya harus sempurna. Tapi karyawannya yang mayoritas loyal kepada AK Corp. Semua itu ya karena mereka juga menghargai effort karyawan dan tim perusahaan dengan nominal yang setimpal. Karyawan juga difasilitasi untuk berkembang secara pribadi maupun secara tim. Bisa dibilang sistem yang sangat ideal dan membuat karyawan betah, mereka punya idealisme yang tinggi tapi juga tidak mengesampingkan idealisme karyawannya secara personal," komentar Hoseok.

ABANG (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang