23 Maret 2023 - 29 Maret 2024
INI HANYA FIKTIF BELAKA!
PLEASE, NO PLAGIAT!
Hanya cerita tentang sebuah keluarga.
Berisi tujuh orang bersaudara.
Hidup bersama sejak orang tua mereka tiada.
.
.
.
Jika ada yang mampir ke sini sesama creator/author wa...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jin menghela nafas dalam, dadanya terasa sesak, belakang kepalanya terasa sangat berat, dia baru saja menyelesaikan dua transaksi yang sebetulnya berat dia lakukan. Jin tidak punya waktu banyak untuk merapi hatinya yang patah, ada banyak hal yang harus dia handle, dia juga harus mengesampingkan dulu sementara luka-lukanya.
Jin menelepon Rendi dan Ken yang memang menginap di rumahnya sejak dia tumbang beberapa hari lalu.
"Kenapa? Ada yang sakit heuh?" tanya Ken khawatir, dia jadi panikkan sejak Jin tumbang dua kali dalam sebulan ini. Apalagi riwayat pertama sudah berhubungan dengan jantung.
"Ckckk kalo cuma infus lo jago buka sendiri. Sini gue cek dulu," omel Ken, dia segera meraih tas kerjanya untuk mengecek kondisi sahabatnya.
"Semua udah ok, tinggal obatnya tetap harus lo konsumsi untuk satu minggu kedepan." Ken segera membereskan kembali peralatannya.
"Jangan stress stress! Lo harus bisa kontrol pikiran lo, Jin!" nasihat Ken pada sahabatnya itu, Jin hanya mengangguk saja sebagai jawaban.
"Ada apa?" lanjut Ken bertanya, dia kenal sahabatnya sudah lama, pasti ada hal lain juga yang ingin Jin sampaikan padanya dan Rendi.
"Adek-Adek gue lagi pada apa?" Jin malah balik memberi pertanyaan.
"Mereka lagi pada keluar, halal bihalal sama temen-temennya sebentar, mereka titip lo ke kita dulu," jawab Rendi. Jin mengusap dadanya merasa aman mendengar itu, lalu dia menyerahkan dua map amplop coklat pada dua sahabatnya, selanjutnya dia menyerahkan dua buah kunci ke mereka.
"Tolong anter mobil ganteng gue dan Si Ujang ke pemilik barunya. Alamatnya udah gue WA ke kalian berdua," ujar Jin menyampaikan permintaannya.
"Lo jual keduanya? Yang bener lo! Gue kan udah bilang aset yang lain ajah!" Rendi langsung memotong perkataan Jin dengan kesal.
"Nggak ada pilihan lain. Kekurangannya cukup kok dengan kendaraan gue. Aset lain buat cadangan kalo ada kemungkinan buruk lainnya," jawab Jin setenang mungkin.
"Wait wait! Ini ada apa? Lo mau ganti kendaraan apa gimana? Kenapa Rendi ribut cuma masalah lo ganti kendaraan?" tanya Ken yang bingung dengan topik perbincangan dua sahabatnya.
"Huuhh!" Rendi menghembuskan nafasnya dengan kasar.
"Lo diem yah! Biar gue yang ngomong!" tegas Rendi sambil menunjuk Jin untuk memperingatkan tidak ikut buka suara.
"Ken, dia sampe tumbang kayak gini karena perusahaan lagi kena masalah besar. Direktur keuangan berkhianat, Si Kunyuk sampe saat ini belum bisa dilacak. Uang ke perusahaan kontraktor dia gelapin dan lo tahu apa yang dijaminkan? Gedung Wijaya.Corp, ya kagak ngotak ajah! Aset pribadi Jin sama safe money perusahaan akhirnya dipake buat lunasin. Belum lagi salah satu pabrik ada yang mengalami kesalahan produksi yang kerugiannya lumayan gede juga. Dia harus melunasi semua, gaji karyawan bulan ini yang sekaligus THR, plus buat persiapan gaji bulan depan. Otw gelandangan dia mah!" ujar Rendi kesal, nafas dia memburu dan berusaha tenang untuk melanjutkan kembali penjelasannya.