tiga tiga

54 4 0
                                    

Kana mencicipi mie ayam berkuah kemerahan yang sudah tersimpan di hadapannya. Lidahnya mengira-ngira apakah saus yang ia butuhkan sudah cukup atau belum, tapi sepertinya sudah.

Kana sedang berada di kantin.
Lintang tadi mengajaknya untuk mengisi perut di sana. Walaupun ia juga sudah membawa bekal, tapi rasanya ia enggan untuk menolak. Seperti alasan kemarin, ia sudah lama tak singgah ke kantin sekolah.

Wulan dan Izal duduk di hadapannya, sementara Leni, Dafa, dan Lintang duduk disebelah kanan dan kirinya.

"Na, gue mau nanya sesuatu deh sama lo. Kalo lu keberatan, gak usah jawab gak papa kok."
Leni melahap sesendok nasi goreng sebelum melontarkan pertanyaan.

"Kenapa Len?"
Kana mengelap bibirnya sembari mengunyah.

"Lu kenal sama Bara?"

Kana menjelajahkan bola matanya.
Pertanyaan yang sama seperti kemarin. Kana tak bisa menggunakan jawaban 'murid sekelas' kepada mereka, pada dasarnya mereka sudah tau akan hal itu. Sejujurnya Kana bingung, apa ia harus berkata jujur jika mereka saling mengenal karena Bara yang pernah bekerja di rumahnya?

"Eum, kita temen."

Dahi Dafa naik dalam hitungan detik,
"Hah, serius lo? Lo temenan sama dia?"

Kana kini balik menatap Dafa bingung. Kana memang hanya mengatakan mereka berteman karena ia tak punya alasan lagi, tapi jika mereka memang cukup dekat untuk disebut teman, apakah ada yang salah dengan itu?

"Maksud gue tuh, temen-temennya si Bara kan anak-anak gengnya doang. Tampangnya juga pada sangar-sangar. Makannya gue kaget, soalnya lo beda banget sama tipikal orang yang mau dia jadiin temen."

Oh, tentang geng itu ya.
Kana masih sangat penasaran mengenai mereka.
Sepertinya ia harus menjawab lebih jujur agar bisa mendapatkan informasi.

"Sebenernya sih, gue kenal Bara karena rumah kita yang tetanggan. Gue kan baru pindah ke rumah itu, jadi kurang familiar sama orang-orangnya. Tapi emang bener ya, kalau Bara punya geng?"

Leni meneguk sebotol tehnya dan mengambil alih juru bicara untuk menjawab,

"Iya bener. Namanya Blue Raven, gengnya lebih ke anak-anak yang suka motor-motoran sama nongki doang kok. Jadi lo gak usah khawatir mereka gangguin. Tapi ya gitu, image geng motor pasti ada aja nakalnya..."

Kana mengulum bibirnya, ia beranikan dirinya kembali untuk bertanya lebih jauh.

"Gue denger dari Ryan, ada murid di sekolah ini yang kena pukul gara-gara dikira anggota geng itu ya?"

Dafa melepaskan kacamatanya yang mulai mengembun oleh hawa panas dari semangkuk baksonya,

"Bener. Si Eno namanya. Kelas IPS juga dia. Jadi ceritanya hari itu anggota mereka lagi pada kumpul di base camp, Si Ruben temen sekelasnya Eno minta bantuan dia buat anterin tugas ke tempat itu. Si Eno pergilah kesana buat ngasih bagian tugas kelompoknya, tapi tiba-tiba pas dia mau pulang, ada orang yang mukul dia pake balok kayu. Dia sampe pingsan, tapi syukurnya dia siuman gak lama setelah itu. Selesai diselidiki, ternyata yang nyerang Eno itu anggota geng sebelah, gue gak tau yang mana. Tapi menurut gue nih ya, mereka sengaja nyerang Eno karena tau dia gak bersenjata. Dari perawakannya aja udah bisa ditebak kalau Eno bukan anggota Blue Raven. Karena itu, mereka milih Eno buat jadi sasaran karena secara teknis dia orang luar dan dia gak tau apa-apa. Bara sama temen-temennya jadi makin tertekan dong, kalo ada orang lugu yang malah jadi korban."

Dafa menggelengkan kepalanya sembari menelan daging ke dalam kerongkongannya,

"Gue kasian sih sama Bara, dia jadi harus nanggung akibat dari anggota-anggota geng itu yang sebelumnya. Blue Raven emang sekarang keliatan jadi kaya komunitas biasa aja berkat Bara, dia bahkan sering bantu bakti sosial di sekolah atau pun sekitarnya, buat ngeubah image Blue Raven yang lama. tapi dulu, wah, gila banget itu geng satu. Jadi kakak gue dulu sekolah di sini, dia cerita kalau mereka bahkan udah berkali-kali berurusan sama polisi. Udah kaya sekte sesat aja.
Gak ada satu hari pun murid-murid disini yang enggak kena sentilan dari mereka."

Arkana dan AlbaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang