dua lima

138 13 0
                                        

"ini ya, yang namanya Kana?"

Perempuan bernama Mira itu tersenyum ramah kepada Kana. Sementara yang mendapat sapaan balik tersenyum dan mengangguk.

"Wahh, mirip banget sama Mamah kamu waktu masih SMA."

Mira merasa bernostalgia melihat wajah Kana yang seperti potongan dari memorinya di masa lalu.

"Ya iyalah, namanya juga anak aku. Ayahnya gak usah dibagi-bagi miripnya."

Mira dan Belinda bercanda gurau terlebih dahulu. Mereka sudah melepas rindu beberapa minggu yang lalu saat ia mendaftarkan Kana ke sekolah ini.

"Eh iya jadi gak sopan gini, ayo masuk!" Mira menuntun Belinda dan Kana masuk ke dalam sekolah, tak sadar ternyata mereka Masih berdiri di depan gerbang.
Satpam sekolah dengan inisiatif membukakan gerbang yang sudah sejam lalu ia kunci rapat-rapat.

Saat kakinya baru beberapa kali melangkah, atensinya sudah tertuju kepada siswa-siswa yang tengah berbaris.
Ia sedikit terkesiap saat melihat perawakan mereka yang lebih dewasa darinya. Wajah dan tubuh mereka terlihat... Seperti usia mereka.

Ternyata benar dugaanya, hanya ia seorang diri yang terlihat seperti remaja yang membeku dan berhenti tumbuh.

"Gimana, bagus juga, kan sekolahnya?"

Belinda berbisik kepada Kana.

Sekolah ini terlihat cukup luas, lingkungannya juga bersih dan terurus. Ia tak berekspetasi tinggi mengenai penampilan sekolahnya.
Tapi ini lebih dari cukup.

"Hei, kamu sudah istirahatnya? Ayo kembali lanjutkan. Sedikit lagi."

Kana membalikkan kepalanya saat ia mendengar suara pria dari depan lapangan. Sedari tadi ia tak begitu memperhatikan apa yang mereka lakukan. Tapi dari jauh sini, sepertinya ada seorang guru yang tengah menghukum muridnya.

Matanya memincing kepada seorang yang ia tebak adalah sosok yang tengah mendapatkan hukuman. Orang itu sedang melakukan squat jump, jadi ia tak begitu bisa melihat dengan jelas.

Tapi tunggu, mengapa perawakannya terlihat seperti... Bara?

Mungkinkah itu benar-benar dia?
Ah, tak mungkin.
Sepertinya hanya perasaanya saja, mungkin karena akhir-akhir ini ia sering memikirkan tentangnya.

Kana kembali melanjutkan perjalanannya dengan Belinda dan Mira menuju ruang BK.

Sesampainya di sana, Belinda dan Kana dipersilahkan untuk duduk.
Mereka disuguhi dua cangkir teh.

Mira menjelaskan program-program pembelajaran dan ekstrakulikuler yang ia wajib ia ikuti, setidaknya satu.
Mulai dari karate, english club, science club, pustakawan, dance club, pramuka, panahan, basket, sepak bola, seni rupa, theater dan masih banyak lagi.
Entahlah, ia belum memutuskan akan mengikuti apa.
Mungkin english club dan seni rupa jika ia ingin berada di zona nyamannya. Tapi jika ia ingin menerima tantangan, mungkin theater.

"Ibu tahu, kamu pintar dalam bidang IPA dan pelajaran minatnya. Maaf ya, Ibu gak bisa bantu kamu masuk kelas itu. Tapi Ibu rasa, kamu juga bisa menguasai bidang IPS."

Elian dan Belinda cukup kelimpungan saat mereka mencarikan sekolah untuk Kana. Awalnya, mereka sudah menawari Kana untuk mendaftar di sekolah internasional. Sistemnya lebih terawasi dan terbuka, mereka merasa Kana bisa beradaptasi lebih baik disana. Tetapi nihil, Kana menolak. Ia tak ingin bersekolah di sekolah mahal. Ia tak mau kedua orang tuanya mengeluarkan biaya yang sangat tak masuk akal untuk dirinya.

Akhirnya mereka mencoba untuk mencari-cari sekolah umum yang memiliki reputasi baik. Tetapi kebanyakan dari pihak sekolah menolak permintaan mereka dikarenakan sekolah yang sudah penuh. Ditambah, Kana bukan pindah dari sekolah formal sebelumnya. Ia lulusan homeschooling dan masih menjalaninya saat itu.

Arkana dan AlbaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang