empat delapan

48 5 0
                                    

Kana menggigit ujung kukunya, matanya berbolak-balik membaca kata demi kata yang ia tulis pada selembar kertas.

Hari ini hari kamis, seluruh siswa yang sudah mendaftar untuk menjadi anggota osis diperintahkan agar berkumpul di aula sekolah.

Ya, Kana memutuskan untuk mencoba. Lagi pula ia tak sendiri, di sampingnya kini ada Lintang, Leni, dan Dafa yang tengah ikut berjalan menuju ruangan besar itu.
Lebih tepatnya, mereka yang membujuk Kana untuk ikut bergabung. Dan setelah Kana pikir lagi, tak ada salahnya untuk mencari pengalaman disini. Walaupun pada akhirnya ia tak diterima, Kana masih akan tetap senang karena telah berusaha melangkah dari zona nyamannya.

Hanya saja untuk saat ini, Kana sedikit dibuat kelimpungan oleh syarat pertama seleksi untuk menjadi anggota osis—yaitu membuat visi misi.
Ia paham konsep keseluruhannya, hanya saja ia masih ragu jika kalimat-kalimat yang sudah ia tulis termasuk kedalam kriteria.

"Kana!"

Kana menengadahkan kepala saat namanya dipanggil oleh seseorang.
Matanya tak perlu sibuk menelisik mencari, karena sosok itu sudah berdiri tepat beberapa meter di depannya.

"Eh, Ryan..."

Ryan berlari kecil menghampiri Kana setelah berdiri cukup lama di ambang pintu aula—ya, dia sudah menanti kehadiran Kana sedari tadi.
Ia baru diperbolehkan membaca nama-nama murid kelas 11 yang hendak mendaftarkan diri tadi pagi.
Dan ia senang bukan kepalang, saat nama berawalan dari huruf A itu tertulis di sana.

"Lo beneran mau ikut osis?"
Tanya Ryan sumringah. Laju kakinya ia sejajarkan dengan tempo langkah Kana.

Kana mengangguk,
"Iya hehe."

Ryan mengulum senyumnya sembari memainkan karton tergulung yang ada di tangannya. Sebuah pulpen tersemat di antara kuping kirinya.
Tadi Ryan sudah menyempatkan diri untuk menyapa Lintang dan kedua temannya yang juga datang beriringan bersama Kana.

"Lo ikut nyeleksi ya, Yan?"

Ryan menolehkan kepalanya sembari mengangguk,
"Yup! Jadi jangan khawatir, pasti lo gue kasih nilai plus!"

Kana menyenggol lengan Ryan sembari merengut,
"Jangan gitu! Gak adil namanya. Gara-gara kita kenal jadinya gue dapet privilege. Nilai gue sesuai kemampuan aja!"

Ryan menggaruk kepalanya dengan cengiran tak bersalah,
"Iya deh, iya. Makannya lo harus ngasih yang terbaik ya, biar lo berhasil masuk osis. Kita jadi bisa sering ketemu."

Kana mengangguk sembari terkekeh,
"Iya-iya! Pengen banget ya, ketemuan terus sama gue?"

"Emang!"

Sesampainya mereka di depan pintu aula, Leni yang mengambil tugas untuk menyautkan kata permisi.
Beberapa anggota osis yang ia kenali sudah berada di dalam, ditambah dengan beberapa murid kelas 11 lain yang jumlahnya juga lumayan.
Wah, persaingan masih tetap ketat.
Ia tak boleh gagal kali ini!

Ryan mengarahkan keempat siswa yang seangkatan dengannya itu untuk duduk di bangku yang sudah di siapkan.

Tetapi saat Kana duga Ryan akan langsung hengkang dan kembali menuju kerumunannya, ia justru malah mengisi bangku kosong di sebelah Kana.

"Belum dimulai kok, yang pada daftar belum dateng semua..."
Jawabnya tanpa harus ditanya.

"...Masih pengen ngobrol sama lo, hehe."

Ryan dan Kana pada akhirnya berbincang mengenai hal-hal lain yang tak jelas. Berbicara santai dengan Ryan nyatanya bisa meredakan rasa gugup Kana. Pembawaan Ryan itu seperti angin, semuanya terasa ringan jika berada dengannya.

Arkana dan AlbaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang