tiga puluh

66 7 0
                                    

Lisa merutuki dirinya sendiri. Ia lupa harus pulang lewat jalan mana.
Ia tersesat.

Sehabis pulang sekolah, Lisa dan kelima teman sekelasnya berencana untuk mengerjakan tugas kelompok di rumah Jejes.
Ia mengabari Maminya terlebih dahulu untuk meminya izin.
Maminya tentu mengizinkan, asalkan saat Lisa sudah pulang ia harus segera menghubunginya agar bisa segera dijemput.
Lisa juga setuju. Well, sebenarnya tak juga.

Lisa dan teman-temannya sudah menyelesaikan tugas mereka dan menghabiskan waktu sisanya untuk berbincang sampai petang.
Mereka semua sudah mengucapkan kata 'sampai jumpa' dan kembali pulang kedalam naungan rumah masing-masing.

Dan betapa cerobohnya Lisa untuk memutuskan ia bisa pulang sendiri.
Karena sekarang keputusannya itu malah membuatnya kelimpungan setengah mati.

Ia ingat, tadi saat pergi dengan Jejes dan yang lainnya, mereka menaiki angkot berwarna biru. Tapi angkot itukan memiliki jurusan ke daerah ini dan sekolahnya, bukan rumahnya.

Ia mencoba untuk mencari kejelasan dari situs internet, tapi ternyata tak begitu banyak hasil yang keluar.
Yang ia tangkap, ia harus menaiki angkot berwarna kuning untuk sampai ke rumahnya.

Sebenarnya, ia bisa saja memesan taksi online atau semacamnya. Hanya saja uangnya habis karena tadi terpakai untuk keperluan kerja kelompok. Hanya tersisa recehannya saja.

Saat matanya menangkap mobil berwarna kuning dengan pintu terbuka itu, ia segera melambaikan tangannya. Memberikan isyarat kepada sang supir untuk memberinya tumpangan.

Lisa masuk ke dalam dan duduk di paling pojokkan. Tak begitu banyak penumpang di angkot ini, hanya ada dua ibu-ibu dengan dua anak mereka, satu laki-laki tua dengan kotak berisikan makanan, dan perempuan bergaya simple seperti baru pulang dari kampus.

Lisa mencoba untuk merehatkan dirinya dan membiarkan semilir angin meniup keringatnya dari celah jendela, tapi rasa tenang yang baru saja hinggap kini kembali menyurut saat ia menyadari sesuatu.

Tunggu, Lisa tak pernah melihat tempat ini sebelumnya.

Ia membolak-balikkan kepalanya, mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa mungkin alasannya karena Lisa kurang hafal dengan seluk beluk daerah ini. Tapi tujuannya kan ke daerah rumah Lisa, bagaimana bisa ia melewati tempat yang tak ia kenali.

Nafasnya semakin memburu, ia bingung harus bagaimana sekarang. Haruskah ia turun disini saja? Tapi ia sama sekali tak tahu harus menaiki angkutan apa lagi setelahnya, belum tentu juga jurusan yang menuju tujuannya akan lewat.
Haruskah ia tetap duduk dan melanjutkan perjalanannya? Tapi bagaimana jika ia malah tiba di tempat antah berantah dan semakin jauh dari rumah?

Akh, sudahlah.

"Mas, kiri!"

Lisa turun dari angkutan kota itu dan memberikan ongkos kepada supirnya.

Ia menggarukkan kepalanya bimbang, rasanya ia ingin menangis saja.
Mau tak mau, ia kembali berjalan berbalik arah ke tempat asalnya sampai ada angkot berwarna biru.

Ia memutuskan untuk naik kendaraan berjurusan sekolahnya saja, setidaknya ia sudah tahu jalan dari sana.

Mungkin jika sudah sangat lelah, ia akan melanjutkan untuk memesan taksi dari sana sampai pagar rumahnya agar bisa meminta ongkos dari pemilik rumah.
Sudahlah, ia tak peduli lagi saat ini jika harus dimarahi Maminya habis-habisan.

Terpaksa juga, Lisa mengetik pesan kepada Jejes mengenai jurusan angkutan yang benar untuk ke sekolah. Hanya untuk memastikan, ia tak ingin salah tujuan lagi. Pasti sahabatnya itu akan menjadi khawatir saat membaca penuturan Lisa, pasalnya ia baru saja memberitahu Jejes bahwa dirinya sudah dalam perjalanan pulang.

Arkana dan AlbaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang