dua satu

84 7 0
                                    

Kana membawa semangkuk spaghetti dan air mineralnya ke dalam kamar.
Ia saat ini sudah mengenakan baju tanpa lengan berwarna peach dan celana pendek senada. Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam.
Keluarganya sedang menikmati makan malam mereka di bawah, tetapi Kana meminta izin untuk membawa makanannya ke kamar.

Kana sudah menjadikan kegiatan makan di kamarnya sebagai kebiasaan selama dua tahun terakhir.
Perbedaanya, beberapa bulan kebelakang, ia sudah mencoba untuk kembali makan bersama keluarganya.
Tapi untuk hari ini, ia sedang ingin memiliki waktu untuk dirinya sendiri.
Keluarganya pun tak bertanya lebih dan mengangguk mengerti.

Kana berjalan menuju sofa satine kecil berwarna tosca di ujung kamarnya, ia merebahkan tubuhnya dan menyimpan mangkuk di pahanya.
Kana membuka laptop yang tersimpan di atas meja putih dan menekan-nekan keyboardnya.

Kali ini, ia memilih untuk menonton film Charade keluaran tahun 1963 dengan Audrey Hepburn dan Cary Grant sebagai pemeran utamanya.
Ia menikmati makanannya sembari sesekali tertawa dan bergumam menyaksikan tontonannya.

Dua jam berlalu, dan ia sudah menyelesaikan film dan menghabiskan spaghettinya. Ia kembali meneguk botol sebagai penutup dari acara makan malamnya.

Kana meregangkan tubuhnya yang terasa agak pegal. Lalu ia melenggang menuju meja riasnya dan menyisir rambutnya yang terlihat sedikit kusut. Tak lupa, ia juga mengenakan beberapa krim untuk membuat kulitnya lebih sehat.

Kana menatap wajahnya di cermin.
Tatapan penuh cahaya yang selalu ia tunjukkan redup malam ini.
Jarinya secara perlahan bergerak menuju pergelangan tangannya dan melepaskan gelang yang selalu terpasang di sana.

Bekasnya tak akan pernah menghilang.

Kana menoleh ke arah ransel berwarna baby blue dengan label yang masih terpasang.

Besok ia akan bersekolah.

Kana sudah melakukan apapun seharian ini untuk mengalihkan perhatiannya. Tapi ternyata yang ia butuhkan hanya mengalirkan semua emosinya.

Kana yakin, Kana sudah siap.
Tetapi rasa takut itu memang akan selalu hinggap di sana, sekecil apapun itu.

Ia tak perlu diterima oleh mereka, hanya dibiarkan saja hidup tanpa ditampar.
Semoga mereka mengerti.

Walaupun rasa keyakinan dirinya bukan sepenuhnya alasan ia memutuskan untuk kembali bersekolah. Sejujurnya, hatinya semakin sakit melihat keluarganya yang sering kali menyalahkan diri mereka sendiri. Menyalahkan bagaimana Kana berakhir hancur seperti dahulu dan bagaimana ia tak bisa hidup seperti anak-anak seumurannya.

Karena itu pula, ia memutuskan untuk kembali berjalan beriringan. Untuk memberi rasa lega kepada keluarganya, dan untuk memberi rasa lega kepada dirinya karena ia sudah mencoba.

Kana membuka laci meja riasnya dan mengeluarkan sebuah botol kecil.
Ia mengeluarkan sebutir tablet dan menelannya, lalu kembali meneguk sedikit air untuk memastikan obat itu masuk kedalam tubuhnya.

Ia tak kembali menyimpan botol itu ke dalam laci dan menyimpannya di atas meja bersamaan dengan barang-barangnya yang lain.

Antidepressant.

Kana masih harus secara rutin meminum obat penenang sesuai anjuran. Minggu depan juga, ia akan bertemu dengan therapist barunya yang sudah direkomendasikan oleh therapistnya yang lama.

Kana meraih ransel barunya dan berjalan menuju rak buku.
Ia memilih beberapa buku kosong yang akan ia bawa besok.
Seperti hari pertama pada umumnya, biasanya tak akan ada pelajaran khusus yang akan dipelajari.
Seusai ucapan Belinda juga, katanya Kana tak perlu membawa barang-barang tertentu.
Tak lupa, ia juga melepas label baru itu.

Setelah merasa semuanya sudah cukup, ia kembali menyimpan ranselnya. Kakinya hendak menaiki ranjang bulunya, tetapi ia lupa belum menutup gorden dan mengunci pintu balkoni.

Rencananya berubah saat melihat pemandangan di luar sana.
Kana kembali membuka pintu balkoninya dan membiarkan udara sejuk malam hari di musim panas menyentuh kulitnya.

Lampu di taman belakang selalu menyala setiap matahari tenggelam, tetapi kunang-kunang selalu berkunjung setiap malamnya untuk membantu penerangan.
Kana menengadahkan kepalanya, memandangi bintang-bintang di atas langit biru kelam yang bersinar terang.
Suara jangkrik dan air yang mengalir membuat suasana menjadi terasa sakral.

"The evening sky is shining bright
So make a wish and hold on tight
Theres magic in the air tonight
And anything can happen~"

Kana menyenandungkan sebuah lagu diiringi oleh musik dari alam.
Bernyanyi selalu bisa membuatnya merasa sedikit lebih tenang.

"Semoga semesta mulai berpihak kepadaku."

Arkana dan AlbaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang