empat

147 10 0
                                    

Elian menjawab panggilan di ponselnya dengan sedikit gusar.
Pihak dari jasa pindahan mengatakan bahwa salah satu truck yang membawa barang-barang keluarganya mendapatkan alamat yang salah.

"Gimana Yah, katanya?"
Belinda menghampiri suaminya saat ia sudah mengakhiri panggilannya.

"Mereka udah kontak langsung sama crew nya. Katanya orang-orangnya udah dalam perjalanan kesini. Cuman Ayah kasian sama mereka, dari tadi pasti kebingungan nyari rumah ini.
Mana sekarang udah malem lagi."

Belinda melihat ke arah jam dilengannya. Dan benar saja, ini sudah menunjukkan pukul 9 malam.

"Yaudah, nanti kita kasih uang tambahan lagi aja. Ini kan udah diluar jam kerja yang kita tentuin. Sekalian tuh, kita ajak makan juga. Pasti mereka belum makan apa-apa."

Belinda mengusap-usap pundak Elian mencoba untuk melunturkan rasa khawatirnya.
Elian tersenyum hangat dan mengangguk.

"Arga, kamu tolong tungguin mereka di depan gapura, ya? Takutnya mereka malah nyasar lagi."

Arga yang sedang memainkan ponselnya mengangguk patuh dan beranjak dari duduknya.

"Eh, aku ikut, ya!"
Kana yang baru selesai mencuci tangannya berjalan menuju Arga.

"Mau ngapain, Na? Udah malem loh, dingin."
Tanya Arga dengan alis bertaut sembari mengenakan jaketnya.

"Di depan komplek kan ada mini market, aku mau kesana!"

"Tapi Kakak jalan ke depan, emang gak apa-apa?"

"Yaelah, orang deket juga. Kaki Kana gak akan sampe pengkor."

"Yaudah, tuh izin dulu sama nyai."

Kana menoleh kesebelahnya.

"Boleh ya, Mah, Yah?"

Kana memasang wajah memelasnya.
Belinda dan Elian hanya menghela nafas.

"Yaudah, tapi ati-ati. Jangan jauh-jauh sama Kakak kamu, yang ada malah kamu yang nyasar."

Kana terkekeh kecil dan membentuk jarinya yang mengisyaratkan 'oke'.

Kana meraih dompet dan ponselnya lalu berjalan beriringan dengan Arga keluar dari wilayah rumahnya.

Suasana komplek pada malam hari tak terasa begitu berbeda.
Siang hari sepi dan malam hari sepi.
Beberapa rumah yang ia lewati terasa seperti tak berpenghuni.
Sepertinya orang-orang masih berlibur. Atau mungkin juga, mereka begitu sibuk.

Kana menggandeng tangan Arga dan menyandarkan kepalanya disana.

"Kak..."

Arga berdehem menjawab panggilan adiknya.

"Kakak janji ya sama Kana..."

"Janji apa?"

"Kakak gak lagi jadiin Kana sebagai pusat dari semua perhatiannya Kakak."

Arga menoleh ke arah Kana dengan raut wajah kebingungan.

"Maksud kamu gimana?"

Kana menghela nafasnya sebentar sebelum menjawab pertanyaannya.

"Kana tahu, Kakak sayang sama Kana. Tapi Kana mau, Kakak buat bisa jalanin hidup Kakak sendiri. Kana udah gak seterperuk waktu itu, kok. Kana udah bisa ngejaga diri sendiri."

"Kana tau... Kakak udah jarang main sama temen-temen Kakak. Kakak juga udah ngejauh dari orang-orang yang sayang sama Kakak, demi ngejaga Kana yang gak stabil—"

"Heii..."

Arga menghentikan langkahnya dan menangkup wajah Kana untuk menatapnya.

"Kok kamu ngomong gitu, sih? Itu semua gak ada hubungannya sama kamu."

Arkana dan AlbaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang