dua delapan

127 10 0
                                        

Alisa sedang sibuk mengetik sesuatu di layar ponselnya. Ia tengah menggali informasi mengenai seseorang.

"Neng, ini kembaliannya."

Lisa mengalihkan perhatiannya terlebih dahulu untuk sejenak. Ia tersenyum ramah kepada si pedagang dan menerima uang lima ribuan dari tangannya.

"Makasih, Mas."

Lisa kembali melanjutkan langkah kakinya setelah terhenti untuk membeli milkshake. Cuaca hari ini sangat panas. Cukup menyebalkan sebenarnya untuk bersekolah di hari seterik ini.
Beruntungnya, mereka sudah di pulangkan lebih awal, sekitar pukul 10-an.

Walaupun memang hari ini lebih cocok untuk menyejukkan diri di rumah. Tetapi Lisa sama sekali tak menyesal pergi ke sekolah.

Tadi pagi, ia baru saja melihat Bara dari jarak yang sangat dekat. Well, secara teknis, tak begitu dekat. Tapi cukup dekat bagi lisa untuk menyunggingkan senyumnya sepanjang hari.

Sudah lama Lisa ingin merasakannya lagi.

Lisa dan Bara bersekolah di tempat yang sama selama tiga tingkat berturut-turut, SD, SMP, dan kini SMA.
Ia masih mengingat dengan jelas awal pertemuan mereka.

Lisa kecil dengan dua kucir di kepalanya tengah digandrungi oleh murid seniornya.

"Cepetan! Gue masih minta baik-baik ya sama lo, kasih duit jajan lo atau lo mau kita gangguin terus-terusan?"

Tubuh mungilnya kian bergetar saat ketiga laki-laki murid kelas 6 itu semakin memojokkannya.

Bukannya Lisa tak mau memberikan sepeserpun uangnya. Ia tak mengapa jika uang jajannya dirampas oleh mereka, karena nyatanya ini bukan yang pertama kali.
Selama mereka mau meninggalkannya, ia akan melakukan apapun.

Tapi Lisa kehilangan uang sakunya.
Tadi pagi saat Lisa mencari keberadaan uang selembar lima puluh ribu itu, ia tak bisa menemukannya.
Sepertinya karena ia berlarian saat tengah dalam perjalanan menuju sekolah.
Mungkin terjatuh di suatu tempat.

"Maaf Kak, tapi uang Lisa beneran ilang."

Cairan bening di pelupuk mata Lisa sudah siap untuk terjun bebas.
Para kakak kelasnya itu semakin membulatkan mata mereka saat mendengar alasan Lisa yang masih sama.
Situasi sekolah yang sudah sepi karena jam pelajaran habis, membuatnya semakin ketakutan. Maminya masih belum datang juga.

Mereka bertiga sudah mengincar Lisa dari sebulan yang lalu. Sepertinya mereka tahu, Lisa selalu diberi bekal lebih besar dari pada anak yang lain oleh orang tuanya.

"ANAK ORANG KAYA PELIT LU!"

Anak laki-laki yang berada tepat di depannya sudah hampir menjambak rambut Lisa, sampai seseorang menarik telinganya dari belakang.

"HEH, LU SIAPA ANJAAWH!"

Bara mengetatkan jeweran telinga perundung itu. Sementara teman-temannya yang lain masih terkesiap, menatap tak percaya ada seseorang yang berani melakukannya kepada pemimpin mereka.

Arkana dan AlbaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang