empat enam

46 5 0
                                    

Kana akhirnya melepaskan topi yang sudah bersarang di kepalanya selama setengah jam lebih dan mengelap peluhnya yang sedikit bercucuran.

Upacara hari ini memang hanya diperuntukan untuk siswa kelas 11 karena minggu lalu pihak sekolah harus mendahulukan keberlangsungan acara MOS bagi siswa kelas 10 terlebih dahulu.

Kepala sekolah memberikan kata-kata penyemangat untuk para siswa di pertengahan derajat yang tak sempat ia sampaikan senin lalu.

Ada satu petuah Bu Mira yang masih menempel di kepala Kana,

"Satu tahun dari sekarang, saat kalian sudah menginjak kelas tiga, kalian akan mulai disibukkan dengan ujian. Jadi persiapkan diri sebaik mungking, belajar yang tekun, jangan tidur dan bengong saat guru sedang menjelaskan!
Ingat, ini demi masa depan kalian juga.
Tapi karena itu pula, kalian harus meluangkan waktu untuk merehatkan diri. Lakukan hal yang kalian sukai. Pergi bermain sama teman-teman, main sepeda di taman, nonton film di bioskop, baca novel di perpustakaan.
Kalian memang suatu saat nanti akan tumbuh menjadi dewasa, tapi untuk saat ini kalian masih anak remaja.
Nikmati waktu kalian yang gak akan keulang dua kali ini.
Cari pengalaman sebanyak mungkin, cari memori indah sebanyak mungkin.
Jangan sampai setelah kalian sukses nanti, rasa penyesalan yang jadi hasilnya.
Selamat menjadi remaja, selamat mencari jati diri kalian masing-masing!"

Kana menghela nafasnya,
Ia akan selalu mengingat kata-kata itu.

Kana masih memiliki hutang yang harus ia bayar,
hutang untuk membahagiakan dirinya sendiri.

Dalam perjalan dari lapang menuju kelas, Bara masih setia berjalan di samping Kana. Enggan berbicara saat tak ada kata yang bisa keluar dengan santai dari mulutnya. Bising langkah kaki yang juga ikut menyusul dan saling berbondong menyaingi.

Tatapan penasaran sudah jelas terarah kepada mereka, Bara menyadari hal itu. Entah apa yang orang-orang itu pikirkan dalam kepala, hanya saja Bara sedikit khawatir jika Kana akan merasa terganggu.

Tapi ia harus tetap mengingat perkataan Kana malam itu, semua prasangka yang ada di hatinya belum tentu apa yang juga Kana rasakan.

Setelah sampai di dalam kelas dan bangku kepemilikannya sudah tampak, Kana menolehkan kepalanya.

"Nanti mau istirahat bareng?"

Bara sedikit tersentak dengan ajakan Kana yang tanpa aba-aba, tapi tak bisa mengelak ia senang mendengarnya.
Bara menunduk dan bercicit,
"Boleh."

Kana tersenyum kecil lalu melambaikan tangannya,
"Yaudah, gue duduk dulu ya, Bar."

Bara mengangkat wajah dan menarik bibirnya simpul,
"Oke."

Mereka berdua terpisah tepat di pertengahan ruangan, yang satu menghadang ke kanan dan yang satu menghadang ke kiri.

Izal, Wulan, Leni, Dafa, dan juga Lintang akhirnya melepaskan rem yang mereka injak.

Mereka sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Kana dan Bara yang diluar perkiraan.
Dari mereka yang datang ke kelas bersama, pergi ke lapangan bersama, dan kini kembali ke kelas bersama juga.
Terlebih, apa tadi? Kana mengajak Bara untuk pergi ke kantin? Dan Bara tak menolaknya?

Apalagi mengenai kejadian jumat lalu, mereka masih dibuat cengo saat mengingatnya.

Jika ini serial televisi, sepertinya mereka berlima sudah melewatkan puluhan episode untuk sampai ke plot ini.

Kana yang baru saja menghempaskan tubuhnya ke atas bangku dan hendak membalur dahaganya, sudah terlebih dahulu dikejutkan dengan kelima temannya yang berkerumun mengelilinginya.

"Na, lo sama Bara beneran temenan?"
Lintang sudah mengisi spot kosong di samping Kana dengan alis yang terangkat.

"Lu berdua kok keliatan deket banget dah,"
Leni ikut menimpali pertanyaan sebelumnya. Sebagai murid yang bisa dibilang mudah berbaur dengan banyak kubu, ia keheranan mengapa Kana bisa seakrab itu dengan Bara.
Diantara anggota Blue Raven, Bara lah yang terlihat paling pilih-pilih dalam menentukan siapa yang bisa dekat dengannya.

"Iya, Na. Jangan-jangan lu anak jalanan juga. Cuman bentukannya aja imut-imut."
Izal menatap Kana curiga yang dihadiahi oleh tempelengan dari Dafa dan Wulan setelahnya.

Kana tertawa riuh kala melihat respon teman-temannya yang berlebihan.

Tepat saat Kana hendak mengonfirmasi mana yang benar dan mana yang tidak, Bu Rosi sudah mengetuk pintu dan berjalan memasuki ruangan.
Murid-murid yang belum terduduk manis di bangku mereka masing-masing segera berhamburan menuju tempat asal mereka.

Kana sedikit lega adanya, ia bisa menerka pertanyaan dan menyiapkan jawaban terlebih dahulu. Agar tak salah bicara.

Dentingan jarum jam tak bergerak begitu lamban. Waktu kini sudah menunjukkan pukul setengah sembilan. Deruan lonceng istirahat begitu nyaring menggerakkan semangat siswa yang sebelumnya sudah dilahap oleh huruf dan angka.

Kana memasukan buku-bukunya karena jam pelajaran pun sudah berganti setelah istirahat usai.

Minggu lalu, Kana sudah meminta Belinda untuk tidak memberinya bekal makanan terlebih dahulu untuk saat ini. Bukan karena Kana tak menyukai makanan yang Mamanya itu buatkan. Hanya saja Kana tahu alasan mengapa Belinda rajin membuatkannya bekal. Karena ia khawatir jika Kana tak mau pergi ke kantin untuk mengisi perutnya. Atau lebih tepatnya tak punya teman untuk pergi ke sana. Seperti sebelumnya.
Dimana dirinya akan menahan rasa lapar dan mengasingkan diri di dalam kelas.

Tapi untuk saat ini, Kana merasa aman. Ada orang-orang yang cukup baik untuk melibatkannya.

Saat Kana hendak mengajak Lintang, ekor matanya melihat Bara yang sudah berdiri tak jauh dari tempat duduknya.

Ternyata Bara benar-benar menepati ucapannya.

"Eh, tunggu ya, Bar!"
Kana melemparkan isyarat kepada Bara untuk memberinya waktu, lalu Kana menundukkan wajahnya dan sedikit berbisik kepada Lintang.

"Lin, istirahatnya bareng sama Bara boleh, gak?"

Lintang yang juga tengah merapikan bukunya ikut menoleh untuk melihat sosok yang Kana tadi sebut.
Gadis dengan kucir kuda itu terkekeh kecil sembari mengacungkan jempolnya.

"Boleh, kok. Gue ajak yang lain dulu!"
Lintang berjalan terlebih dahulu untuk menjemput Izal, Wulan, Dafa, dan Leni ke bangku mereka masing-masing.

Kana segera berdiri dari tempat duduknya dan melambaikan tangannya kepada Bara.
Bara yang mendapatkan kode itu pun segera berjalan mendekati Kana, walaupun ia awalnya sedikit ragu jikalau ajakan Kana tadi pagi hanyalah basa-basi belaka.

"Temen-temen lo gak keberatan kalo gue ikut?"

Kana menggeleng,
"Enggak, kok. Ayo!"

Bara mengangguk kecil sembari mengulum bibirnya.
Ia mengekori Kana dari belakang, membiarkan yang lebih kecil untuk memandu.

Arkana dan AlbaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang